Matahari terbit lebih cerah dari kemarin. Aku yang baru selesai bersiap, kembali mengingat kejadian semalam.
"kenapa dia tidak membunuhku?" pikirku.
Aku sudah melihatnya membunuh seseorang dan bersiap untuk mati di tangannya. Tapi, dia tidak melakukannya.
Selain hal itu, aku juga berpikir tentang perkataannya mengenai dunia ini. Bagaimana bisa dunia ini berada di atas bumi yang sama? Atau mungkin, negeri ini adalah negeri yang hilang sejak ratusan tahun lalu?
Hari ini adalah hari kedua sejak latihan di mulai. Kami semua kembali berlatih di pagi hari. Semua yang hadir harus memakai pakaian ringan yang memudahkan kami untuk bergerak
“hari ini aku yang akan melatih kalian, aku akan mengajarkan cara menggunakan kekuatan pengendali cahaya. Pertama-tama, namaku Mulan, dan dia Tiara, Tiara akan mengenalkan beberapa tanaman obat dan tanaman beracun” ucap Mulan.
Kelompok kami sudah berada di tempat berlatih. Memperhatikan dengan seksama apa yang sedang di ajarkan.
"tidak semua orang bisa menggunakan kekuatan ini. Walaupun dia bisa, mungkin hanya berguna untuk pertahanan diri, bukan untuk menyerang" ucap Mulan.
Mulan mulai menggerakkan tangannya, dan sebuah cahaya jingga keluar dari tangannya, lalu dia mulai membentuk sebuah tameng dari tanah.
"bukankah ini termasuk kekuatan element?" tanya Selly.
"di tempat kalian itu sebutannya dan kekuatan ini tidak jauh berbeda dengan element. Baiklah, semuanya, silahkan berkonsentrasi" jawab Mulan.
Semua Redhuman mulai berkonsentrasi mengeluarkan kekuatan itu. Ada beberapa orang yang berhasil, ada juga yang tidak bisa sama sekali. Mereka yang berhasil hanya bisa mengeluarkan cahaya warna-warni tanpa tau apa yang bisa di kendalikan oleh cahaya itu.
"bukankah ini hal yang sia-sia? Mana mungkin kita yang merupakan manusia biasa ini bisa mengeluarkan hal semacam i_" keluh salah satu Redhuman.
"AARRRRGGGHHHH!!!" Salah satu dari mereka berteriak kesakitan, seorang wanita. Dia memegang tangan kanannya.
Semua mata tertuju padanya dan mulai berbisik-bisik.
"apa yang terjadi?" tanya Mulan dan mendekati wanita itu.
"a aku tidak sengaja, maafkan aku" ucap Tifa
Tiara datang mendekati wanita yang terluka.
"berikan tanganmu, Kara. Biar aku melihatnya" ucap Tiara.
Saat Kara memberikan tangannya, terlihat ruam merah seperti luka bakar di lengan Kara.
"tidak apa-apa, aku bisa mengurus diriku. Urus saja dia yang tidak bisa mengendalikan kekuatannya" ucap Kara dengan nada ketus sambil menatap Tifa.
"ikut aku, kita harus mengobatinya" saran Tiara.
Tifa yang merasa bersalah segera pergi dari tempat latihan.
"kita lanjutkan latihannya" ucap Mulan.
Kami melanjutkan latihan yang menurutku tidak berguna. Karena tidak ada seorang pun yang bisa menggunakan kekuatan semacam itu.
...***...
"apa kamu tidak takut?" tanya Selly.
Dia menghampiriku yang sedang menikmati jam istirahat dan duduk di kursi meja makan.
"apa maksudmu?" tanyaku.
"aku tau siapa pembunuh orang di depan perpustakaan" jawab Selly.
Aku menghentikan aktivitas makanku dan serius menatapnya.
"kamu melihatnya?" tanyaku.
"tidak" jawabnya.
"lalu?"
Selly duduk di sebelahku dan mendekat padaku.
"namanya Basra. Ah! Tidak! Dia lebih di kenal dengan sebutan Darker" bisik Selly.
"apa kamu bisa bicara lebih keras lagi? Kenapa harus berbisik?" aku bertanya sambil menggeser tempat duduk ku. Menjauh darinya.
"Darker? Maksudmu "sangat gelap"?" aku melanjutkan pertanyaanku.
"bukan, itu singkatan dari Dark Killer" bisik Selly.
"tapi, itu hanya julukan saja. Kan dia sudah punya nama" lanjutnya.
"aku mengerti. Tapi, kenapa mengatakannya padaku? Aku tidak peduli dengannya" ucapku.
"aku juga heran. Orang-orang memintaku memperingatkan hal ini padamu" ucap Selly.
Ruangan ini cukup luas dan terdapat banyak meja di dalamnya, sehingga bisa leluasa saat berbicara. Selain luas, para Redhuman yang lain memilih menjauh dari tempatku.
"mereka bilang apa?" tanyaku.
"sebenarnya, mereka tidak mengatakan apapun. Tapi, dari cerita yang aku dengar, Basra itu adalah manusia yang kejam dan licik. Dia sudah di kenal seluruh orang karena kejahatan dan korbannya yang banyak. Tapi, anehnya kamu tidak kenapa-kenapa. Padahal, seharusnya orang yang sudah melihatnya melakukan kejahatan akan menjadi target selanjutnya. Bukankah kamu melihat semuanya?" tanya Selly.
Aku melirik pada Selly dan menatap tajam padanya.
"jadi, kamu berharap aku mati?"
"tidak, bukan begitu" ucap Selly cepat.
Selera makanku hilang. Aku memutuskan untuk segera pergi dari tempat itu.
"Arla..." Selly memanggilku.
"aku tidak berniat mati disini. Lagi pula, aku sama sekali tidak melihat pembunuhnya. Bisa jadi, bukan dia pelakunya" ucapku sebelum benar-benar pergi dari tempat itu.
Saat itu, beberapa orang mendengar ucapanku dan pastinya mereka mulai membicarakannya. Tidak hanya di dunia ku sebelumnya, disini pun sama saja, orang-orang suka membicarakan hal yang benar atau pun tidak. Ah! Bukankah mereka berasal dari dunia yang sama denganku?
"namanya Basra. Tidak heran jika dia bisa mendapatkan julukan mengerikan itu. Tapi, pasti ada alasan di balik pembunuhan malam itu. Entah kenapa, aku merasa ingin mengetahui alasan sebenarnya" pikirku.
Aku berjalan melewati lorong dan berpapasan dengan beberapa orang termasuk pelayan istana. Tapi, tatapan mereka membuatku tidak nyaman. Aku tidak heran mereka melihatku dengan cara begitu, karena dari sejak pertama aku tiba disini, aku memang sudah terlihat aneh. Aku menyadarinya.
...***...
"Ziya..." ucapku.
Aku memanggil nama seorang wanita. Dia wanita pertama yang berduel pedang denganku di tempat ini.
Ziya pun menoleh dan berhenti melangkahkan kakinya.
"ada apa?" tanya Ziya
Aku pun mendekat.
"apa kamu masih ingat denganku?" tanyaku.
Ziya mengernyitkan keningnya, mungkin karena aneh mendengar pertanyaanku. Karena tidak mungkin dia lupa dengan teman kelompoknya sendiri.
"aku pikir, kamu tidak suka padaku" ucapku.
"apa yang kamu pikirkan? Kenapa aku harus tidak suka padamu?" tanya Ziya.
"kamu terlihat marah setelah duel pedang kemarin" jawabku.
Ziya pun tertegun.
"apa ekspresi wajahku saat itu sangat terlihat?" dia bertanya.
"entahlah, aku hanya menebaknya. Ternyata kamu benar-benar kesal, ya?" tanyaku.
"kamu menjebakku dengan pertanyaan rupanya" ucapnya kesal.
Dia pun mengambil langkah dan berjalan di depanku. Aku mengikutinya dan menyamakan langkahku di sampingnya.
"ada hal lain yang ingin ku katakan padamu" ucapku.
"apa lagi?" tanya Ziya.
"aku minta maaf karena mengalahkanmu di duel. Tapi, aku tidak tau apapun tentang pedang. Entah bagaimana caranya aku bisa menang"
"itu bukan salahmu, jadi tidak perlu minta maaf. Lagi pula, kita sama-sama tidak tau tentang ilmu seni pedang. Harusnya aku tidak kesal saat itu" ucapnya.
"kamu benar. Mungkin hanya kebetulan kalau aku menang"
"kalimat itu malah lebih terdengar menyebalkan" ucapanya.
Hehe.
...***...
Malam ini, aku pergi ke tempat yang sama, di atas lantai tertinggi, teras paling ujung yang jarang di datangi orang. Selain karena tempatnya cukup gelap saat malam, tempat ini juga terlihat seram dan curam. Tapi, tempat ini adalah tempat yang bagus untuk berbagi rahasia.
"kau menemui wanita berambut biru itu?" tanya Basra.
Basra datang ke tempat ini, setelah aku menunggunya cukup lama.
"iya, kau yang memintaku untuk memperingatinya" jawabku.
"tapi, aku tidak tau harus berkata apa, jadi aku berbicara sesuatu yang tidak penting dengannya" lanjutku.
Tadi siang, saat aku berjalan melewati Ziya, Basra mengatakan sesuatu. Aku pikir, hanya aku yang bisa mendengarnya.
"sebenarnya ada apa? Kau tidak mengatakannya dengan jelas" tanyaku
Basra hanya diam di hadapanku. Aku merasa hanya melihat bayangan saat berada di hadapannya. Penampilannya di penuhi oleh benda berwarna hitam dan gelap.
"dia akan terbunuh, kalau kau tidak mengikutinya" jawab Basra.
Aku tersenyum mendengar jawaban itu.
"di tempat ini, nyawa seorang manusia seperti daun kering. Di bakar untuk membuat api, di timbun untuk membuat pupuk, atau di injak jika terlihat. Begitu kan? Kenapa mudah sekali mempermainkan nyawa seseorang? Atau hanya orang-orang negeri ini saja yang bisa selamat?"
Angin malam yang terasa dingin, menusuk hingga ke tulang. Pertanyaanku padanya membuatku tampak seolah tidak takut padanya. Padahal aku merasakan sebaliknya.
"kau pintar berbicara" ucapnya.
Aku menelan ludahku sendiri.
"siapa yang akan membunuh wanita itu? Berapa lama aku harus mengawasinya?" tanyaku, mengubah topik pembicaraan.
"lima belas menit, setiap hari, di jam yang sama. Sampai kalian di bawa ke istana utama" jawabnya.
"istana utama?" tanyaku.
Dia mengangguk.
"kuta bertemu lagi besok"
Tepat setelah dia berkata seperti itu, dia pun bergerak cepat dan pergi dari hadapanku. Pergerakannya mulus tanpa suara dan jejak. Seakan-akan dia adalah hantu.
Aku memiliki segudang pertanyaan untuknya. Tapi, saat dia tiba di hadapanku, rasa takut itu sulit untuk di tutupi. Hingga aku tidak bisa banyak bicara dan bertanya.
Aku penasaran dengan wajah di balik topeng itu. Aku juga penasaran dengan pembunuh yang akan membunuh Ziya. Aku penasaran kenapa aku bisa berada di negeri ini. Aku penasaran dengan tempat ini.
Hah... Rasanya, pikiranku semakin bertambah sejak aku tiba disini.
...***...
Hari ke empat di tempat ini, dan hari ketiga sejak latihan. Hari ini, kami latihan memanah yang di ajarkan langsung oleh Syahi dan berkenalan dengan hewan langka sekaligus menungganginya, yang di ajarkan oleh Erna.
"latihan ini membutuhkan tingkat fokus dan kekuatan yang maksimal. Silahkan ambil masing-masing busur dan anak panah yang telah di sediakan" ucap Syahi.
Aku ingat dia. Dia adalah pria yang ku temui di kandang kuda.
"hari ini Tifa tidak ikut latihan?" tanya Ziya padaku.
"tidak" jawabku.
Aku menatap Ziya dengan heran karena pertanyaannya.
"dia mungkin masih kaget karena kekuatannya" ucap Ziya.
Ah! Aku baru mengingatnya. Pantas saja, sejak semalam wajah Tifa terlihat aneh.
"iya, semoga dia baik-baik saja" ucapku.
Saat kami sedang bicara, shuuut!!!! anak panah melaju tepat mengenai sasaran yang ada di hadapanku. Aku kaget dan mataku menatap tajam ke arah sasaran, melihat anak panah yang tertancap disana.
"jika kalian terus bicara. Anak panah musuh yang lebih dulu melaju dan membunuh kalian" ucap Syahi. Dia adalah pelakunya.
"anda sudah tidak waras?" tanya Ziya kesal.
"aku hanya memperingatkan" jawab Syahi.
Ziya menatap dengan kesal seolah mewakiliku untuk marah. Sementara Syahi, kembali ke tengah dan mulai melatih kembali.
"pertahankan kekuatan bahu kalian. Fokuskan pada sasaran di depan" ucap Syahi.
Ziya menghela nafas panjang. Dan mulai menarik anak panahnya. Dia terlihat ingin sekali kabur dari latihan ini. Karena sesuatu yang harus memfokuskan benda dan menggunakan kekuatan adalah hal yang memerlukan energi lebih. Mungkin, kami akan sangat lelah setelah ini.
Masing-masing orang mulai fokus pada targetnya. Begitu pun denganku. Aku memperhatikan seseorang yang terlihat santai saat menggunakan anak panah. Karena dia berhasil mengenai sasaran dengan tepat pada anak panah ke lima dan seterusnya.
"waw, kamu hebat!" ucapku.
"trimakasih" jawab Kin.
Kin. Dia adalah gadis yang ku temui tempo hari di perpustakaan. Aku tidak menyangka dia punya keahlian di bidang ini.
"aku pikir yang pertama hanya kebetulan. Tapi kamu bisa mengenai sasaran dengan anak panah yang lain. Sepertinya, kamu sudah menemukan bidang yang cocok dengan kemampuanmu" ucapku.
Kin tersenyum.
"sepertinya begitu"
Aku juga ikut berkonsentrasi dan mencoba memanah sasaran dengan tepat. Anehnya, ini terasa mudah bagiku. Aku berhasil menembus titik tengah pada target, delapan dari sepuluh anak panah.
.........
Selanjutnya adalah mencoba berkenalan dengan hewan langka.
"tidak mudah mencari atau memelihara hewan langka. Kali ini aku hanya menunjukkan cara berkenalan dan menunggangi Horxy. Di pertemuan selanjutnya kita akan mencari hewan langka yang lain. Kali ini perhatikan bagaimana cara aku melakukannya" ucap Erna.
Saat sedang memperhatikan Erna. Seseorang berteriak kencang “argh!!! Di…dia berdarah”.
Semua orang menoleh ke arah sumber suara.
Tanpa di ketahui siapa pelakunya, salah satu Redhuman mati tertusuk anak panah, tepat mengenai organ vitalnya, yaitu jantung. Dia adalah seorang pria. Terkapar dengan baju berlumuran darah.
"siapa pelakunya? Siapa yang melakukan ini?" tanya Syahi.
Semua orang terdiam saat Syahi menatap kami satu persatu.
"kumpulkan semua anak panah kalian di depan. Semuanya! Cepat!!!" Syahi berkata tegas.
Semuanya mengikuti perintah dan mengumpulkan anak panah mereka, termasuk aku.
Anak panah yang kami gunakan, mempunyai ciri yang berbeda. Hal itu di lakukan untuk situasi seperti ini. Jika anak panah yang tertancap di salah satu Redhuman itu mirip dengan milik salah satu dari mereka, maka...
"kau! Kemari!" Syahi menunjuk salah satu dari mereka
Seorang pria dengan rambut keriting berwarna coklat kehitaman.
"aku tidak melakukan apapun" ucap pria itu.
"ikut aku. Kita akan tau nanti. Salah satu dari kalian, tolong cari pelayan. Suruh mereka untuk mengurusnya" ucap Syahi sambil menunjuk jasad tidak bernyawa.
Syahi pergi bersama pria itu. Dan latihan pun terpaksa di hentikan karena takut terjadi hal tidak terduga lainnya.
"apa suatu hari kita akan mati seperti dia?" tanya Puput.
"aku tidak tau, tapi aku merasa kita sedang berada di ajang kompetisi untuk bertahan hidup" jawab wanita bernama Layla.
Yang lain pun ikut berbicara.
“tidak ada gunanya kita latihan. Bukankah akhirnya kita akan mati?”
“tidak, aku tidak ingin mati”
“bukan hanya kelompok kita yang mengalami ini, di kelompok lain juga ada yang telah mati di latihan pertama”
“bagaimana bisa?”
“aku dengar dia jatuh dari tebing”
“benar, teman sekamarku juga tewas kemarin karena di tusuk oleh seseorang di depan perpustakaan”
“untung saja aku tidak jadi kesana”
Menurutku, tempat ini bukan ajang kompetisi untuk bertahan hidup. Melainkan, tempat untuk mati lebih cepat.
"tempat apa ini? Katanya kita akan aman berada disini. Baru empat hari, sudah enam orang yang tewas, dengan cara tidak wajar pula" ucap Selly.
"aku semakin tidak tenang" ucap Ziya.
Tidak.
Tidak ada yang bisa tenang dalam keadaan ini. Apalagi, jika kematian selalu terjadi di hadapan. Tinggal menunggu gilirannya saja.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments