Sepersekian menit, kenangan Anastasha tentang masa lalunya kembali membayang, membuatnya menggenggam kuat-kuat kertas yang dibacanya barusan.
Siapa lelaki di luar sana itu? Dia berparas dan suara mirip Julian, tapi berkepribadian berbeda. Bahkan caranya menatap Anastasha sangat berbeda. Dia adalah Julian, sosok yang sama dalam surat Gina Ainsley.
Anastasha duduk sambil mengatur napasnya pelan-pelan. Dasha yang sama sekali tidak mengerti apa yang terjadi pada ibunya, mulai menimbang-nimbang untuk bersikap seperti apa di hadapan Anastasha.
"Anne, apa itu orang jahat?" Dasha menyentuh Anastasha.
"Ya!" jawab Anastasha mengumpulkan kesadarannya. "Dia adalah salah satu dari orang-orang jahat yang mengirimkan surat ini." Lanjut Anastasha menatap Dasha dan menggenggam tangan kecil Dasha.
"Apa mereka keluarga ayah?" Dasha mengerucutkan bibirnya.
"Kau tidak punya ayah, Dasha. Jangan pernah menyebut kata ayah di hadapanku!" Anastasha tiba-tiba emosi, dilepaskannya tangan Dasha dengan kasar, membuat bocah itu kaget.
"Kau jahat!" Dasha pergi ke kamar dan membantingkan tubuh kecilnya ke ranjang. Dari dalam kamarnya, Dasha bisa mendengar suara tangisan Anastasha yang pilu.
*
Setelah kedatangan Julian siang tadi, ibu dan anak ini terjebak di dalam rumah. Anastasha yang seharusnya masuk kerja saat malam untuk siaran radio dan berniat menitipkan Dasha kepada Esmeran, memilih tetap di rumah saja.
Dirinya takut kalau-kalau masih ada keluarga Ainsley yang menunggu di depan rumahnya. Ancaman surat Gina Ainsley dan kedatangan Julian membuat nyali Anastasha menciut.
Langit yang mendadak gelap, membuat Anastasha semakin kebingungan dan tidak bisa berpikir jernih. Dirinya larut dengan perasaan yang timbul.
*
Di kamarnya, Dasha hanya bisa mencorat-coret canvas. Seharusnya hari ini dia masih harus bersenang-senang bersama Anastasha. Ada banyak hal yang mereka jadwalkan untuk beberapa hari, dan hal itu malah tidak terlaksana dengan baik semenjak surat misterius mendatangi Anne-nya.
Gadis kecil itu menggoreskan tinta merah darah, ke canvas yang sudah dipenuhi warna hijau acak. Kemudian memberikan sejumlah titik berwarna kuning ke beberapa area di canvas, dan dilanjutkan dengan mewarnai telapak tangannya sendiri dengan cat berwarna biru muda. Dasha pun menempelkan telapak tangannya ke bagian atas sisi kanan canvas.
"Gambarnya jelek!" Dasha mengambil kain lap baru yang tersusun di samping ranjang kecilnya. Lalu, keluar untuk mencuci tangan.
Begitu melewati kamar Anastasha, perutnya tiba-tiba berbunyi. Karena masih takut dan kesal pada Anastasha, Dasha pun kembali ke kamar dan mengambil rubik yang biasa dimainkannya saat dia bosan.
Sayangnya, rasa lapar membuat Dasha menyerah. Dia tiba-tiba ingin makan masakan Esmeran.
*
"Anne, aku lapar!" pinta Dasha tiba-tiba berdiri di depan pintu kamar Anastasha.
"Maafkan aku, aku tidak fokus. Kau mau makan apa?" Anastasha bangkit dari pinggiran ranjang yang didudukinya.
"Aku ingin makan bubur buatan Bibi Esmeran." Dasha menatap tajam ke arah Anastasha.
"Kita tidak akan keluar rumah, Dasha! Bukankah sudah kubilang tadi." Anastasha mengingatkan Dasha soal ucapannya tadi sore.
"Baiklah!" Dasha menurunkan pandangannya, mengangguk dan pergi menuju meja makan dengan hening. Dia menarik kursi yang lebih besar dari tubuhnya dan memanjat hanya untuk sekedar duduk di depan meja makan.
Anastasha menyusul dan mengeluarkan roti dari rak atas, mengambil se-toples selai kacang dari kulkas dan kembali bengong.
"Anne, aku lapar!" ujar Dasha menatap ibunya dengan penuh kejengkelan.
"Ya!" jawab Anastasha sekenanya melanjutkan pekerjaan.
Beberapa menit kemudian, roti panggang lapis selai kacang disajikan di hadapan Dasha. Segelas susu menyusul, sambil Anastasha sibuk menggoreng telur gulung.
"Aku sudah kenyang." Dasha bergegas turun dari kursi makan.
Piringnya bersih, dua potong roti dan segelas susu bersih tak bersisa.
"Kau tidak mau menunggu telur gulungnya? Ini sebentar lagi masak?" tawar Anastasha.
"Tidak!" sahut Dasha berjalan cepat ke kamar.
Anastasha menyandarkan tubuhnya ke pinggir wastafel. Menarik napas panjang dan mulai berdialog dengan dirinya sendiri.
"Aku harus bisa melupakan apa yang terjadi hari ini. Julian sudah meninggal, aku tidak pernah bertemu pria tadi."
"Tapi, dia Julian!" Anastasha menangis.
"Oh Tuhan, apa yang harus kulakukan?"
Ponselnya berbunyi, dengan dada agak sesak Anastasha memaksakan dirinya tertawa saat mengangkat telepon dari studio radio.
Anastasha mencoba membujuk ketua timnya, agar mengizinkan Anastasha tidak bekerja malam ini. Anastasha beralasan bahwa putrinya sakit dan tidak ada yang bisa dititipi. Ketua timnya mengerti, dan meminta Anastasha untuk lebih serius dalam bersikap. Jika bisa, Anastasha harus memilih pekerjaan atau urusan keluarga.
Dengan berat hati, Anastasha hanya bisa meminta maaf dan berharap diberi kesempatan lagi. Anastasha pun berjanji, besok akan bergabung dengan tim lain guna menutupi ketidakhadirannya pada malam ini.
*
Saat malam semakin larut, Anastasha masuk ke dalam kamar Dasha.
Kamar bernuansa putih dan cokelat dengan ornamen seadaanya, menggambarkan strata sosial ibu dan anak ini di depan alam semesta.
Putri kecilnya tampak sangat murni dalam tidur. Seketika, Anastasha tersadar betapa beruntungnya dia memiliki Dasha yang cerdas serta pemberani.
Melindungi Dasha adalah jalan yang telah dipilih Anastasha selama ini. Tapi, kini Anastasha merasa telah gagal atas niatan awalnya.
Anastasha mencium kening putri kecilnya. "Kau harusnya sikat gigi dulu sebelum tidur, kau marah karena aku membentakmu ya?" bisik Anastasha mengelus rambut Dasha.
Malam yang berlari menuju pagi akan menjadi waktu yang singkat bagi Anastasha untuk menyiapkan hatinya besok. Malam ini akan menjadi begitu panjang baginya, hanya untuk sekadar merenungi apa hal yang telah terjadi kepada Julian selama ini? Dan apa yang harus dia katakan pada Julian, saat Julian justru mengira mereka adalah saudara sepupu semata.
***
Dua hari setelah kedatangan Julian, tidak ada hal-hal aneh yang ditakutkan Anastasha. Semua hanya kekhwatiran tanpa alasan.
Anastasha pun berencana untuk memasukkan Dasha ke sekolah agar Dasha dan dirinya akan terikat di Izmir. Anastasha juga sudah membahas masalah dua pekerjaan yang dilakoninya kepada Esmeran dan dokter Park Mi Rae.
Di klinik.
Esmeran menggenggam tangan Anastasha, setelah mendengar cerita tentang keluarga Ainsley. Sementara Dasha duduk terdiam menatap ketiga wanita yang sedang berunding di dalam ruangan dokter Park Mi Rae itu.
"Esmeran benar, kau harus memilih salah satu di antara semua pilihan." Suara dokter Park terdengar tegas.
"Haruskah aku memilih?" Anastasha terdengar tidak bersemangat.
"Hidup adalah pilihan. Lihatlah, pilihan yang kau buat selalu indah!" Dokter Park melirik Dasha yang duduk di meja kerjanya.
"Ya, kumohon fokuslah bekerja di sini. Dengan fokus bekerja pada satu pekerjaan, kau bisa fokus menjaga Dasha. Aku khawatir yang kau ceritakan padaku tentang keluarga itu adalah hal yang buruk." Esmeran menambahkan.
"Benar sekali, surat dan kedatangan orang itu. Kau harus punya pikiran yang sehat dulu agar bisa berpikir jernih." Dokter Park menatap Anastasha.
"Anne, kau tidak cocok jadi penyiar. Percaya padaku," sela Dasha membuat Esmeran menggeleng.
"Aku percaya padamu!" sela dokter Park tertawa sambil mencubit pipi Dasha.
"Kau terlalu banyak ikut campur untuk anak seusiamu, Dasha," gerutu Esmeran tak bisa menahan tawanya.
"Maafkan putriku." Anastasha tersenyum getir.
"Oh, ayolah. Dia bahkan belum enam tahun. Bagaimana bisa dia selalu mengomentari percakapan orang lain?" Esmeran menatap Dasha yang sedang menjulurkan lidahnya ke arah Esmeran.
"Itu karena susu yang kuberikan." Dokter Park tersenyum sambil mengelus kepala Dasha.
"Akan kupikirkan lagi." Anastasha mengangguk. "Oh ya! Dokter Park, apa kau bisa membantuku?" lanjut Anastasha mendekati dokter Park Mi Rae.
"Tentu saja, tapi setidaknya tolong jangan panggil aku dokter saat hanya ada kita bertiga. Sudah kuberi tahu berulang kali tentang hal itu!"
"Maaf, aku lupa. Nyonya Park ...."
"Anastasha, katakan padaku apa yang bisa dibantu?" Dokter Park tersenyum sombong. Seolah dia akan selalu siap menyelesaikan masalah-masalah yang dibutuhkan Anastasha.
"Aku membutuhkan informasi tentang keluarga Ainsley. Aku tidak bisa diteror seperti ini. Dasha adalah putriku, mereka tidak berhak mengirimkan surat, ancaman atau bahkan seseorang yang sudah mati." Anastasha berucap dengan percaya diri. Akhirnya, setelah bertahun-tahun Anastasha akan mencoba mencari tahu kelemahan musuhnya dan memilih untuk tidak lari lagi.
"Ini baru wanitaku! Kau keren, Ann!" teriak Esmeran tidak sadar diri. Beruntung klinik sedang sepi.
"Tentu saja!" Anastasha sedikit malu dengan seruan Esmeran.
"Kita akan melindungi Dasha!" Esmeran mengulurkan tangannya. Dokter Park meletakkan telapak tangannya di atas tangan Esmeran. Keduanya menatap Anastasha. Anastasha pun memberanikan diri dan menambahkan telapak tangannya ke atas tangan dokter Park.
"Aku juga! Aku juga!" Dasha turun dari atas meja dan berlari menuju ke arah mereka bertiga. Dasha pun meletakkan tangan kecilnya di atas tangan ibunya.
Misi melindungi Dasha dimulai. Sebelumnya, Anastasha sudah takut, bimbang dan ragu tanpa alasan yang jelas. Tapi, kini dia akan menyelami kolam musuh untuk mengetahui apa yang sedang dipersiapkan musuhnya yang berada jauh di Swiss sana.
***
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Jungkookx Jihyo
Geng klinik rambut hahaha
2021-10-16
1
Dewinta Hasan
suka
2021-09-05
4
Nada Cika Cika
Esmeran lucu ya
2021-09-05
6