Dasha, Hadiah Terindah

Dasha mendekati Anastasha yang terdiam di teras samping. Dengan lembut memandangi wajah ibunya.

Beberapa kali gadis bergaun motif bunga itu ingin mendekati Anastasha, tapi kaki kecilnya seolah berat. Anne-nya jarang terlihat sedih atau terkejut, membuat Dasha merasa aneh. Perut kecilnya geli, karena tidak tahu cara untuk menghibur Anastasha.

"Anne, kau tidak akan memasak hari ini? Sepertinya kau tidak bisa menemaniku melukis." Ucapan Dasha menyadarkan Anastasha.

"Ya? Tidak, kita akan memasak. Aku akan menemanimu, sayang." Anastasha tersenyum hingga gigi putihnya nampak.

"Itu apa?" Dasha menunjuk surat di tangan Anastasha.

"Bukan apa-apa." Anastasha memasukkan surat yang dibacanya bersama amplop-amplop lain yang belum sempat dibukanya ke dalam kotak paket itu.

"Kau selalu begitu." Dasha menunduk. "Sebagai ibuku, kau selalu bertindak seperti bukan ibuku." Dasha tiba-tiba melakukan protes.

"Bukan begitu, sayang." Anastasha berdiri dan menghampiri putri kecilnya.

Dasha kemudian menatap ibunya, memasang wajah sedih. Minta dikasihani. Anastasha tersenyum dan menarik Dasha ke dalam pelukannya.

"Itu hanya sebuah surat." Anastasha tersenyum.

"Surat, ah yang sering digunakan orang jaman dulu untuk berkomunikasi," sambut Dasha mendadak cerah. Anak ini selalu bersikap memaksa dengan cara yang cantik. Sama seperti seseorang yang pernah Anastasha kenal.

"Benar sekali. Ooh, Dasha semakin pintar!" puji Anastasha mengusap rambut pirang putrinya.

"Wah, kalau begitu aku juga akan memberimu surat ...." Dasha menunjuk Anastasha kemudian berlari ke meja dan menatap kotak.

"Lakukan!" ucap Anastasha mengikuti Dasha ke meja

"Surat dari siapa ini?" Dasha kelihatan sangat-sangat penasaran. Matanya berbinar, rona wajahnya mendadak dipenuhi tanda tanya.

Anastasha menatap Dasha dalam-dalam. Merasa belum waktunya untuk memberitahukan tentang keluarga Ainsley. Tapi, Dasha berbeda. Dia adalah anak yang selalu punya cara untuk memaksa, dan membuat apa yang diinginkannya jadi kenyataan.

"Dari keluarga ayahmu." Anastasha mengembuskan napas berat.

"Kau bilang aku tidak punya ayah. Kau bilang dia sudah meninggal. Keluarga ayah? Apa itu seperti nenek dan kakeknya Zahar?" Dasha memiringkan kepalanya. Membuatnya kelihatan imut berkali-kali lipat di mata Anastasha.

"Hmm, yang mengirim surat adalah keluarga ayahmu." Anastasha merangkul Dasha yang duduk di kursi sambil menyentuh kotak pelan-pelan.

"Apa kata mereka? Apa mereka akan membawaku? Aku tidak mau!" Dasha mendongak menatap wajah Anastasha.

"Tidak. Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi." Anastasha meyakinkan Dasha.

"Anne, aku tidak butuh ayah. Aku hanya membutuhkanmu!" Dasha tiba-tiba memeluk Anastasha.

"Aku juga hanya membutuhkanmu! Aku tidak akan pernah membiarkan kau pergi." Anastasha mempererat dekapannya.

"Aku tidak akan banyak makan Sarma, aku berjanji!" Ucapan polos Dasha membuat Anastasha tertawa dan melupakan sejenak isi surat yang datang dari Swiss itu.

***

Swiss, akhir Juni 2014.

Meja operasi menjadi saksi tekad Anastasha hari itu. Usai berbaring di meja untuk melakukan tindakan Kuretase, dalam benaknya justru terbayang wajah Julian.

"Aku harus menggugurkanmu! Kau tidak diinginkan oleh semua orang!" gumamnya meyakinkan diri sendiri.

Temannya yang menjadi asisten dokter di ruangan itu berbisik. "Kau tidak perlu melakukannya bila tidak ingin."

Anastasha menatap temannya itu, keduanya seolah meyakinkan melalui mata satu sama lain. Anastasha menggeleng ragu.

"Kau akan dibius, Nyonya Andromeda," ucap perawat lainnya yang kini berdiri di sebelah Anastasha.

"Tunggu sebentar!" Anastasha semakin meragu. Apa dia benar-benar harus menyingkirkan anak ini?

"Kenapa? Dokternya sudah datang." Perawat tersebut bertanya karena tidak tahu konflik batin Anastasha.

"Olivia!" Anastasha memanggil teman sekaligus rekan kerjanya sesama perawat. Olivia mendekatinya. "Aku tidak bisa melakukannya, anak ini satu-satunya bukti bahwa Julian pernah hidup dan mengisi hatiku," lanjutnya mulai menangis di sela-sela keringat yang mengucur di kening, leher, dan ketiaknya menjadi basah.

"Buatlah keputusan yang tepat, aku mendukungmu." Olivia menggenggam tangan Anastasha. Sebagai teman, dia hanya bisa mendukung apapun keputusan Anastasha. Olivia tahu betul, kehidupan Anastasha sudah berat walau tanpa anak sekalipun. Gaji perawat di rumah sakit ini tidak terlalu besar untuk mengasuh anak tanpa suami. Tapi, Olivia juga paham akan konflik batin Anastasha.

"Aku tidak bisa melakukannya!" Anastasha bangun dan langsung berdiri.

Anastasha pun tidak jadi menggugurkan bayi dalam kandungannya. Sebuah kesalahan seharusnya bukan dihilangkan, akan tetapi dihadapi.

***

Tujuh bulan kemudian, tepat pada malam Natal, lahirlah bayi cantik berambut pirang cerah. Dengan mata Hazel cenderung pucat, bibir tebal seperti milik ayahnya. Dasha Andromeda, menjadi hadiah terindah dari kesalahan terindah yang pernah Anastasha lakukan.

Mengetahui bahwa Anastasha memilih melahirkan bayi dalam kandungannya, keluarga Ainsley mendadak mendatangi Anastasha. Mereka memaksa Anastasha untuk segera meninggalkan Swiss, jika tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada bayinya.

Dengan berat hati, berbekalkan uang pesangon dan uang pemberian kakaknya Julian. Anastasha pun pergi meninggalkan segala kenangannya tentang keluarga Ainsley dan memilih merajut kehidupan baru di Izmir.

***

Dua hari setelah kedatangan surat misterius, Anastasha tidak fokus bekerja. Di klinik dia beberapa kali membuat kesalahan, sampai dimarahi oleh dokter Park Mi Rae. Seorang dokter asal Korea Selatan, yang bersekolah, hidup dan bekerja di Turki selama 15 tahun.

Anastasha pun memutuskan untuk pergi meninggalkan pekerjaannya dan menyusul Dasha di taman kanak-kanak.

Dari luar sekolah, Anastasha mondar-mandir tidak jelas. Sampai seorang guru menyapa dan mengajaknya masuk.

Karena sudah telanjur datang ke tempat ini, Anastasha mencoba berbasa-basi bahwa dia datang karena ingin tahu perkembangan putrinya selama beberapa kali datang ke sekolah ini.

"Kau seharusnya mendaftarkan Dasha ke sekolah kami. Daripada hanya menitipkannya karena kau sibuk bekerja. Dia adalah murid berpotensi," ucap guru wanita berkemeja kuning cerah seperti jeruk yang baru dibelikan Anastasha untuk Dasha kemarin.

"Aku tidak ingin mengikatnya dengan sekolah. Saat sudah waktunya masuk sekolah dasar, aku akan menyekolahkannya tepat waktu." Anastasha tersenyum menanggapi permintaan gurunya Dasha.

"Dasha anak yang cerdas, dia mampu menyelesaikan puzzle lebih cepat dibandingkan anak lainnya. Lukisannya juga semakin kulihat semakin indah. Dia benar-benar berbakat, terakhir kali dia memenangkan piagam perak karena lukisannya tentangmu. Sebagai guru yang menanganinya, aku sangat bangga," ungkap guru panjang lebar.

"Aku rasa dia mewarisi semua itu dari Ayahnya, karena aku sama sekali tidak berbakat dalam seni. Aku hanya penyiar radio yang bekerja sambilan di klinik transplantasi rambut." Anastasha tertawa.

"Kau terlalu merendah. Oh ya, sebentar lagi kelas akan usai, kau mau melihat Dasha di kelasnya. Hari ini mereka ada pelajaran bahasa Inggris dan seperti biasa Dasha melakukannya dengan baik, karena ibunya," tawarnya sambil memuji.

"Tentu saja, aku datang untuk melihatnya." Anastasha berdiri mengikuti guru dan berjalan menuju kelas.

Setelah memperhatikan Dasha, Anastasha menyadari bahwa anaknya mungkin jauh lebih cerdas dari apa yang dibayangkan orang-orang. Sifat lembut Dasha yang mudah berempati membuatnya bahagia, karena merasa telah berhasil membesarkan anak dengan baik. Walau tanpa sosok ayah dan suami.

***

Anastasha dan Dasha pulang dengan berjalan kaki ke rumah mereka.

Begitu sampai di depan pagar rumah. Kaki Anastasha terhenti, mendadak matanya membulat. Napasnya tersengal, Anastasha tidak bisa menyembunyikan kaget yang tertulis di dahinya.

Sebuah pemandangan aneh, sedang terpampang nyata. Sosok berambut hitam dengan mata keabu-abuan menatap keduanya penuh rasa penasaran.

Wajah yang tidak asing, wajah yang pernah dirindukannya. Wajah dari lelaki yang memberikan Dasha, hadiah terindah dalam hidup Anastasha.

"Julian?" Mulut Anastasha bergerak, tubuhnya merinding karena melihat hantu di siang hari. Hantu berwajah tampan yang sedang tersenyum ke arahnya, membuat Anastasha sejenak kehilangan pikiran jernih.

***

Bersambung.

Terpopuler

Comments

Alya Yuni

Alya Yuni

Kebodohnmu Anas

2022-10-02

1

Dewinta Hasan

Dewinta Hasan

bagus

2021-09-05

6

Nada Cika Cika

Nada Cika Cika

hah masih idup

2021-09-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!