Resepsi pernikahan yang melelahkan itu akhirnya berakhir juga. Wilona menunggu di kursinya hingga seluruh tamu undangan meninggalkan acara itu. Karena mamanya menikah dengan seorang CEO, Wilona bisa melihat secara langsung para pebisnis dan pejabat penting yang hadir sebagai tamu undangan. Selama ini dia hanya bisa menyaksikan wajah mereka lewat layar televisi.
Ny. Kalea dan Tuan Adrian bergandengan tangan sambil berjalan menghampiri kedua anaknya.
"Papa lega karena acaranya berlangsung dengan lancar. Kita semua bisa istirahat sekarang. Malam ini kita akan menginap di hotel ini," kata Tuan Adrian memberitahu Wildan dan Wilona.
"Pa, aku mau pulang saja ke rumah," jawab Wildan menolak keinginan papanya.
"Wil, jangan mengecewakan Papa dan Mama. Papa sudah memesankan kamar khusus twin bed untukmu dan Wilona. Kalian pasti akan suka."
Wilona dan Wildan sama-sama terkejut mendengar perkataan papanya.
"Kamar twin bed? Apa aku harus sekamar dengannya?" tanya Wildan menunjukkan jarinya ke arah Wilona.
"Iya, memangnya kenapa? Kalian sekarang bersaudara. Mama mengatakan kepada Papa kalau Wilona belum terbiasa tidur sendirian. Jadi Papa ingin kamu menemani Wilona."
"Om...maksudnya Pa, Wilona tidak perlu ditemani. Wilona akan tidur di rumah saja," ucap Wilona merasa keberatan harus sekamar dengan Wildan.
Ny. Kalea membelai rambut Wilona.
"Wilo, Mama tau kamu takut kalau tidur sendirian di tempat yang baru. Kamu tidak perlu khawatir karena ada Wildan yang akan menemanimu. Lagipula ini hanya untuk semalam, besok kita sudah pulang ke rumah."
"Wildan kamu tidak keberatan khan menemani Wilona?" tanya Ny. Kalea dengan lembut kepada anak tirinya.
"Iya," jawab Wildan singkat.
"Ma, tapi bagaimana dengan bajuku?"
Tuan Adrian tersenyum mendengar pertanyaan Wilona.
"Tenang saja, Papa sudah menyuruh Bi Rani dan Pak Jan untuk mengantarkan baju kalian kesini. Ayo kita ke kamar sekarang. Kalian pasti sudah lelah."
Seorang pria berusia empat puluh tahunan yang berpenampilan sangat rapi, menyambut Tuan Adrian di depan pintu keluar ballroom. Dari sikap dan senyumannya yang ramah, Wilona bisa menebak jika pria itu adalah sang Manager hotel.
"Tuan Adrian, mari saya antarkan ke kamar Anda."
"Terima kasih, Tuan Peter."
Dengan berat hati, Wilona terpaksa mengikuti kedua orang tuanya. Dari samping, Wilona bisa melihat ekspresi kesal yang tersirat di wajah Wildan.
Sebelum mereka masuk ke dalam lift, seorang pria berjas hitam menghampiri Tuan Adrian.
"Tuan, jam berapa Anda minta dijemput besok? Apa ada yang Anda butuhkan lagi?" tanya pria itu penuh hormat.
"Besok akan kukabari lagi, Victor. Sekarang kamu boleh pulang."
"Baik, Tuan. Saya permisi."
hxagi
Setelah pria itu pergi, Tuan Adrian mengajak keluarga barunya menaiki lift untuk menuju ke lantai tujuh.
"Wilona, itu tadi Victor, asisten Papa. Dia akan sering ke rumah untuk mengurus keperluan kantor dan keperluan keluarga kita. Kamu tidak perlu sungkan padanya."
"Iya, Pa."
Manager hotel mengantarkan mereka hingga sampai ke depan pintu kamar.
"Tuan, Nyonya, ini kamar 703 untuk Anda, kamar spesial bulan madu. Dan kamar untuk anak, kami siapkan di 707. Selamat istirahat Tuan dan Nyonya Sanjaya," ucap Manager hotel itu mempersilahkan mereka untuk beristirahat.
"Wil, ajak Wilona masuk ke kamar. Papa dan Mama juga akan tidur. Besok kita bertemu jam delapan pagi untuk sarapan."
Ny. Kalea memeluk Wilona sebelum masuk ke kamarnya.
"Sayang, tidur yang nyenyak ya. Jangan memikirkan apa-apa."
Wilona menganggukkan kepalanya, meski sesungguhnya ia merasa sangat kehilangan mamanya. Biasanya setiap malam, dia tidur dalam pelukan mamanya. Namun malam ini, ia justru harus sekamar dengan Wildan yang sangat menyebalkan itu.
Wilona menunggu hingga mamanya masuk ke dalam kamar bersama papa barunya.
"Hei, kamu mau berdiri disitu dan gak tidur semalaman? Cepat masuk, aku sudah ngantuk," ajak Wildan tidak sabar.
Dengan enggan, Wilona mengikuti Wildan masuk ke dalam kamar mereka. Ia melihat ke sekeliling kamar. Ada dua buah tempat tidur single yang terpisah, sebuah layar televisi besar, dan satu kamar mandi. Pada masing-masing tempat tidur diletakkan sebuah koper kecil. Wilona mengambil koper yang berwarna pink dan membuka isinya.
"Benar, ini bajuku," gumam Wilona merasa lega.
Ia mengambil setelan baju tidur dan perlengkapan mandinya. Hampir seharian, Wilona merasa tidak nyaman karena harus mengenakan gaun pesta panjang dan make up yang tebal. Ia ingin cepat-cepat membersihkan diri dan mengganti bajunya.
Wilona buru-buru menuju ke kamar mandi agar tidak didahului oleh Wildan.
"Kamu mau mandi?" tanya Wildan menghentikan langkah Wilona.
"Iya."
"Jangan terlalu lama di dalam atau aku akan menggedor pintunya. Aku juga ingin ganti baju."
"Iya, tunggu aja disini."
Belum juga aku mandi, dia sudah mengancamku,
batin Wilona kesal.
Wilona tidak mempedulikan omelan Wildan dan melangkah masuk ke kamar mandi. Ia mengisi bathtub dengan air hangat. Wilona mencampurkan sabun aroma terapi yang disediakan oleh pihak hotel dan mulai berendam. Aroma yang harum ditambah air hangat, membuat tubuhnya yang pegal kini terasa begitu segar.
"Hei, cepat keluar!" terdengar suara Wildan memanggil Wilona sambil mengetuk pintu kamar mandi.
Dasar pengganggu! Apa dia tidak bisa membiarkan aku senang sebentar?
gerutu Wilona.
Wilona berusaha mengabaikan panggilan Wildan. Tapi tiba-tiba terpikir olehnya, mungkin Wildan sedang sakit perut atau ingin buang air kecil. Tidak baik jika ia bersikap egois dengan berada di dalam kamar mandi terlalu lama.
Wilona mengeringkan tubuhnya dengan handuk lalu memakai baju tidurnya.
"Aku sudah selesai," ucap Wilona sambil menutup pintu kamar mandi.
Namun Wilona terkejut saat melihat Wildan sedang membuka bajunya.
"Hei, cepat pakai bajumu," pekik Wilona menutup matanya.
Wildan menoleh ke arah Wilona dengan wajah memerah.
"Kenapa kamu tiba-tiba muncul? Mengagetkan saja."
"Ganti bajumu di kamar mandi sana," ujar Wilona menyuruh Wildan menyingkir.
"Ini semua salahmu! Kamu terlalu lama di kamar mandi, jadi aku terpaksa berganti baju disini. Kamu memang pembuat masalah."
Wildan buru-buru mengambil bajunya dan masuk ke dalam kamar mandi.
Sementara Wilona memutuskan untuk menonton TV demi melupakan kejadian memalukan tadi.
Kenapa filmnya gak ada yang bagus,
keluh Wilona di dalam hati.
Akan tetapi, Wilona berpura-pura asyik menonton TV ketika Wildan keluar dari kamar mandi.
"Matikan TV dan lampunya, aku mau tidur," kata Wildan naik ke atas tempat tidurnya.
Wilona mematikan TV lalu bergelung di dalam bed covernya.
"Kenapa terang sekali? Kamu gak matikan lampunya?" tanya Wildan bergerak turun dari tempat tidur.
"Jangan matikan semua lampu. Aku takut kalau tidur tanpa cahaya sama sekali," jawab Wilona mencegah Wildan.
Wildan menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Aku heran banyak sekali yang kamu takutkan. Usiamu empat belas tahun, sebentar lagi lima belas, tapi kelakuanmu itu seperti anak TK. Kamu takut kecoa, takut tidur sendirian, dan sekarang takut gelap. Apa lagi yang kamu takutkan?"
"Sudah, jangan marah-marah. Aku malas mendengar omelanmu. Sisakan saja lampu tidurnya," bentak Wilona.
"Heh, ada juga gadis seperti ini. Malah berani membentakku padahal jelas dia yang selalu membuat hidupku susah," gumam Wildan sembari naik ke tempat tidurnya.
Wilona memalingkan tubuhnya membelakangi tempat tidur Wildan. Ia sudah tidak punya tenaga untuk melanjutkan perdebatan dengan saudara tirinya itu. Wilona hanya berharap malam ini ia bisa tidur dengan nyenyak tanpa ada gangguan lagi.
...****************...
*S*udah jam enam lewat tiga puluh. Lebih baik aku mandi sekarang sebelum anak cerewet dan pemarah ini bangun,
pikir Wilona bergegas bangun dari tempat tidurnya.
Wilona berjalan perlahan-lahan tanpa suara menuju ke kamar mandi. Kali ini ia berusaha mandi dengan cepat agar tidak terjadi keributan di pagi hari.
Wilona keluar dengan memakai dressnya yang berwarna kuning cerah. Ia duduk di depan meja sambil menyisir rambutnya. Sekilas ia memandang ke arah Wildan yang masih tertidur pulas.
Dia masih tidur padahal sudah jam tujuh. Apa aku harus membangunkannya? Ah, jangan dia akan marah-marah nanti. Tapi kalau aku tidak membangunkannya, kami bisa terlambat untuk sarapan.
Di antara kebimbangannya, Wilona memutuskan untuk coba membangunkan Wildan.
"Wil, bangun. Ini sudah jam tujuh," panggil Wilona mendekati Wildan.
"Wil, bangun...Wil," panggil Wilona beberapa kali. Namun Wildan sama sekali tidak bergerak.
Wilona akhirnya maju di samping tempat tidur Wildan dan memanggilnya.
"Wil, ayo bangun."
Karena usahanya tidak kunjung berhasil, Wilona dengan ragu-ragu menyentuh Wildan menggunakan ujung jarinya.
"Wil, bangun, Papa dan Mama menunggu kita jam delapan. Wil..."
Anak ini tidur seperti orang pingsan. Aku harus menggoyangkan badannya supaya dia bangun.
batin Wilona hilang kesabaran.
"Wil, bangun!," ucap Wilona menggoyangkan tubuh Wildan menggunakan ujung jarinya.
"Hmmm," gumam Wildan mulai bergerak dan membuka matanya.
Wildan mengumpulkan kesadarannya dan terkejut melihat Wilona.
"Kamu? Kenapa berani mengganggu tidurku?"
"Aku membangunkanmu karena kita harus sarapan."
"Lain kali jangan berani menyentuh aku lagi, paham!"
"Oke, terserah kamu. Aku juga menyesal sudah membangunkanmu," ucap Wilona berjalan meninggalkan kamarnya.
Ia tidak menduga jika niat baiknya justru akan ditanggapi Wildan dengan kemarahan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Dee
Assalamualaikum kak.
Aku suka ceritanya..
Mampir juga di novelku
-PEREMPUAN DAN LANGIT
-LUCA
Mari saling mendukung dalam berkarya.
2021-10-15
1
🐌KANG MAGERAN🐌
sudah mampir ya, semangat
2021-09-21
0
Bintang kejora
Gimana seh saudara tiri kog tdrnya barengan? Wildan-Wilona, mrk kls 9, usianya 14th. Ini mama papanya yg ngaco atau gimana ya??
2021-08-07
0