"Apa kamu sudah selesai? Aku mau pulang sekarang," tanya Wildan tidak sabar.
"Sudah, kamu boleh pulang duluan. Aku yang akan kunci pintunya."
"Oke, terserah kamu," ucap Wildan berjalan ke arah pintu.
Dengan wajah cemberut, Wilona mematikan lampu di ruang laboratorium. Ia menyusul Wildan yang sudah menunggu terlebih dahulu di depan pintu. Sebelum pergi, Wilona mengunci pintu lalu mengecek ulang untuk memastikan semua tugasnya selesai dengan baik.
Wildan mendahului Wilona menuruni tangga menuju ke lantai bawah.
Tanpa saling bicara, mereka berjalan sendiri-sendiri menuju ke ruang guru.
"Bu, kami sudah selesai. Ini kuncinya," ucap Wilona mengembalikan kunci laboratorium Sains kepada Bu Erna.
"Terima kasih, kalian boleh pulang."
Suasana di lorong sekolah mulai sepi ketika Wilona berjalan menuju ke kelasnya.
Pak Yus pasti sudah menungguku dari tadi,
pikir Wilona cemas.
Wilona buru-buru masuk ke dalam kelasnya untuk mengambil tas. Ruangan itu tampak kosong dan sunyi tanpa kehadiran teman-teman sekelasnya.
Tidak ingin berlama-lama, Wilona langsung berjalan ke kursinya yang ada di deretan ketiga dari depan. Namun langkahnya terhenti, ketika melihat sesuatu berwarna coklat yang bergerak-gerak. Ia memicingkan mata untuk mengamati benda yang berada di bawah kaki kursinya itu.
"Whoaaa...," teriak Wilona ketakutan.
Wildan yang baru memasuki kelas, terkejut mendengar suara teriakan Wilona.
"Kenapa kamu teriak-teriak begitu? Memangnya kamu lihat hantu?"
Wilona mengarahkan jari telunjuknya ke bawah kursi.
"Gak, i...itu ada kecoa..."
Wildan menggeleng-gelengkan kepalanya sambil mendesis.
"Hheizzz, kamu teriak sekencang itu hanya karena melihat kecoa??? Untung aku ini sehat. Kalau tidak, aku bisa mati kena serangan jantung."
"Sorry, aku gak tau kamu ada di belakangku."
Wildan mengambil tas ranselnya sendiri dari kursi tanpa mempedulikan perkataan Wilona.
Aduh, bagaimana ini? Aku takut kecoa itu akan bergerak mendatangiku kalau aku berani mendekat. Tapi mau gak mau aku harus mengambil tasku,
pikir Wilona panik.
Wilona memang memiliki fobia terhadap serangga yang bernama kecoa. Ia tidak bisa melupakan pengalaman masa kecilnya saat masih berusia lima tahun. Tanpa disengaja, dia pernah memakai sepatu yang berisikan kecoa di dalamnya. Kecoa itu merayap di kakinya, menimbulkan sensasi geli serta jijik. Sejak peristiwa itu, Wilona selalu ingin lari jika bertemu seekor kecoa.
"Tunggu, Wil,..." ucap Wilona mencegah Wildan meninggalkan ruangan kelas.
Karena tidak ada pilihan lain, Wilona terpaksa merendahkan diri untuk meminta bantuan Wildan.
"Bisakah kamu membantuku? Tolong ambilkan tasku di kursi itu."
Wildan membalikkan badannya. Ia menatap Wilona dengan geram.
"Apa??? Kamu menyuruhku mengambilkan tasmu? Apa kamu gak punya tangan sendiri untuk mengambilnya?"
"Wil, tolong bantu aku kali ini. Aku takut kecoa itu akan berjalan menghampiriku," ucap Wilona memohon.
"Kenapa kamu suka sekali merepotkan aku? Kecoa itu gak akan menggigitmu. Baru kali ini aku bertemu dengan seorang juara kelas yang konyol sepertimu."
"Kumohon, Wil. Aku akan membalas kebaikanmu nanti."
Dengan wajah kesal, Wildan berjalan ke arah kursi yang dimaksud Wilona lalu menginjak kecoa itu hingga tak bergerak. Tangan kanan Wildan bergerak cepat dan meraih tas milik Wilona dari atas kursi.
"Terima kasih," ucap Wilona merasa lega karena Wildan bersedia menolongnya.
"Eiitts, kamu pikir aku akan menyerahkan tasmu semudah itu? Sepanjang hari ini kamu sudah membuat aku susah," ujar Wildan sembari menahan tas Wilona.
"Aku minta maaf, Wil. Sekarang tolong serahkan tasku. Aku sudah ditunggu ojek di gerbang sekolah."
"Aku akan memberikan tasmu, asalkan kamu mau menuruti perintahku selama satu hari penuh. Itu sebagai bentuk permintaan maafmu padaku."
"Aku janji, Will. Tapi jangan memintaku melanggar peraturan sekolah."
"Bagus, aku pegang janjimu. Sampai jumpa besok."
Setelah melemparkan tas yang dipegangnya ke tangan Wilona, Wildan tersenyum tipis lalu berjalan keluar dari ruang kelas. Sikapnya menunjukkan bahwa ia sangat menikmati kesempatan untuk membalas Wilona.
Sementara Wilona hanya bisa menahan amarahnya, menyaksikan tingkah laku Wildan yang menyebalkan itu.
Bodoh, kenapa aku harus menuruti kemauannya?
sesal Wilona di dalam hati.
...****************...
Hari Jumat adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh anak-anak di kelas sembilan. Mereka merasa bersemangat karena esok harinya akan menikmati libur weekend. Di semester pertama, mereka masih punya sedikit waktu bersantai sebelum menghadapi persiapan ujian kelulusan yang menguras pikiran.
"Anak-anak, kita akan berlatih basket hari ini. Pertama kita akan melakukan passing dan catching berpasangan. Kemudian satu per satu kalian bergiliran menembak bola ke dalam ring. Terakhir, kita akan berlatih melakukan gerakan lay up. Sekarang pilih partner kalian masing-masing," ucap Pak Bram memberikan instruksi.
Seperti biasanya, Wilona memilih berpasangan dengan Gabby, sahabatnya sejak di kelas tujuh.
"Wilo, apa kemarin tugasmu di lab berjalan lancar? Kamu gak berantem dengan Wildan, khan?" tanya Gabby penasaran.
"Lancar semua. Kami bekerja sendiri-sendiri, jadi tugasnya cepat selesai."
Wilona melemparkan bolanya ke arah Gabby, tapi temannya itu malah melihat ke arah lain.
"Gabby, kenapa gak tangkap bolanya? Bola kita jadi menggelinding jauh tu," ucap Wilona berlari untuk mengejar bolanya.
"Sorry, sorry. Aku lagi lihat permainan lempar tangkap Wildan dan Nelson. Nanti aku pengen menyaksikan mereka melakukan lay up. Pasti keren banget. Mereka berdua terpilih jadi team basket inti sekolah kita, sama-sama jago."
"Iya terserah kamu. Tapi sekarang kita harus fokus melakukan latihan kita."
Tak berapa lama, Pak Bram membunyikan peluitnya sebagai tanda gerakan berikutnya akan segera dimulai.
"Anak-anak sekarang berbaris, urut dari nomer absen satu, tembakkan bolanya ke ring. Setelah itu langsung lanjut ke lay up. Ayo cepat cepat," seru Pak Bram.
Dengan patuh, mereka mengikuti perintah dari Pak Bram, guru olah raga mereka.
Ketika tiba giliran Wildan menunjukkan aksinya, teman-teman sekelas Wilona tampak terpukau. Sekali tembakan, ia berhasil memasukkan bola basket ke dalam ring. Ia juga mampu melakukan gerakan lay up dengan sangat sempurna. Para gadis saling berbisik kagum memandang keahlian Wildan di lapangan basket.
"Wuih, hebat," teriak Thomas bertepuk tangan.
"Bagus, Wildan! Anak-anak kalian bisa berlatih lagi di rumah untuk melakukan lay up yang benar seperti Wildan. Minggu depan saya akan mengambil nilai untuk shooting dan lay up."
"Baik, Pak," seru anak-anak serempak.
"Sekarang kalian boleh ganti baju dan kembali ke kelas. Oh ya, giliran siapa hari ini yang bertugas mengembalikan bola ke ruang peralatan?"
Wildan sengaja berdiri mendekati Wilona dan memberikan isyarat dengan matanya. Ia mengarahkan pandangannya ke bola basket lalu menggerakkan jarinya kepada Wilona.
Apa dia menyuruhku untuk menggantikannya mengumpulkan bola?
batin Wilona menebak makna isyarat yang diberikan Wildan.
Wildan mengulangi isyaratnya sekali lagi sambil menatap Wilona dengan sorot mata tajam.
"Saya, Pak. Saya yang bertugas mengembalikan bola basketnya," ucap Wilona maju ke depan.
"Baik, Wilona. Kalau begitu tolong kerjakan sekarang. Yang lain boleh kembali ke kelas."
Gabby yang melihat Wilona menerima tugas itu, tampak keheranan.
"Wilo, bukannya giliran kamu masih dua minggu lagi? Seingatku hari ini Wildan yang bertugas."
"Aku lupa kapan giliranku. Biar aku yang mengerjakannya sekarang," jawab Wilona pura-pura lupa.
"Oke, aku tunggu di kantin ya dengan Ovi. Aku mau ganti baju dulu."
"Iya, Gab. Daag," ucap Wilona sembari memasukkan bola-bola ke dalam keranjang.
Wilona mengangkat keranjangnya dan berjalan menuju ke ruang penyimpanan alat olah raga. Namun di tengah jalan, Wildan tiba-tiba muncul dan mencegatnya.
"Setelah kamu selesai menyimpan bola, pesankan aku mie ayam dan es jeruk di kantin. Aku malas mengantri bersama yang lain. Lalu belikan aku sebotol air mineral dingin."
"Iya nanti aku pesankan."
"Bagus, jangan sampai ada yang terlewatkan," ucap Wildan dengan santai.
Ekspresinya tampak begitu puas bisa mempermainkan Wilona.
Wilona mengayunkan kepalan tangannya ke arah Wildan yang sudah berbalik meninggalkannya.
Dasar anak tukang perintah. Lain kali aku akan membalasmu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Bintang kejora
Semangat Thor...
Wilona & Wildan sptnya nti bakal tumbuh rs cinta ini.
Lanjuuuut Thor...
2021-08-04
0
Dena
remajanya jgan banyak2 thor🤭, lebih suka cerita dewasa maklum dah tuwir saya🤣🤣🤣
2021-08-03
1