Cinta Tulus Untuk Kupu-Kupu Malam
Suasana hingar bingar membuat Devan menyernyitkan keningnya. Ia benci suasana ramai dan menyesakkan semacam ini. Jika bukan karena paksaan kedua sahabat gilanya, mungkin saat ini Devan sedang bersantai di rumahnya. Membaringkan tubuhnya di atas matras super empuknya setelah lelah seharian bekerja.
Musik yang menghentak keras membuat telinganya terasa kebas, kedua matanya terasa nyeri akibat lampu disko yang berkedip warna-warni. Ia ingin sekali kabur dari tempat terkutuk semacam ini namun tidak bisa. Aron dan Hwan menahan dompet, ponsel serta kunci mobilnya. Terdengar gila memang, namun memang itulah yang mereka lakukan agar Devan tidak kabur dan meninggalkan tempat itu.
Saat ini Aron dan Hwan sedang menari di dancefloor, sedangkan Devan memilih duduk dan menikmati segelas Cocktail yang tadi Ia pesan. Tubuh tegap berbalut kemeja hitam yang lengannya telah di gulung sampai siku, dua kancing teratas yang Ia biarkan terbuka, vest hitam dan celana bahan hitam cukup membuat para gadis menahan nafas untuk beberapa saat.
Sejak duduk di konter bar sejak 30 menit yang lalu, setidaknya lebih dari 10 wanita cantik dan sexy yang mencoba menggodanya dan mengajaknya bermain. Jika itu Aron atau Hwan mungkin mereka akan langsung menerimanya tanpa berfikir panjang. Tapi ini Devan, manusia terdingin yang tak pernah tertarik dengan mereka yang di sebut wanita.
Bukan karena Devan tidak normal atau lelaki penyuka sesama jenis, dia hanya tidak tertarik saja. Buktinya saat masih duduk di bangku SMA dulu, Ia pernah satu kali dikabarkan berkencan dengan seorang wanita, tapi hubungan mereka tidak lebih dari 1 bulan karena gadis itu menduakan Devan secara diam-diam.
Akhirnya Devan memutuskan gadis itu dan hingga detik ini belum pernah terdengar kabar Ia dekat dengan wanita lagi.
Mata coklat sedingin malam itu menatap sekeliling, banyak hal menjijikan yang tertangkap oleh sepasang binernya. Banyak sekali pasangan yang dengan tidak tau malunya bercumbu di sudut ruangan, bahkan ada yang terang-terangan melakukannya di lantai dansa
"Cihh." Devan mendecih melihat pemandangan semacam itu. Suasana semakin terasa panas dengan adanya suara mengerikan yang bersaing dengan music sang DJ.
Namun Devan tidak mau terlalu ambil pusing, Ia kembali memfokuskan matanya pada gelas Cocktail yang baru terisi lagi.
Golden Bar memang terkenal sebagai surga malamnya para pecinta percintaan bebas, tempat berkumpulnya para wanita cantik dan sexy. Tempat di mana bisnis dunia malam berpusat, alkohol, bisnis narkoba, bisnis syahwat sampai bisnis pemacu adrenalin.
Jika ingin menemukan para bandar besar dan mencari psikotropika dan obat terlarang lainnya, memang di sinilah surganya.
Dan yang paling terkenal di Golden Bar adalah bisnis wanita, karena di sana menyediakan wanita-wanita cantik dan sexy yang sangat menjanjikan.
Mereka memang di latih khusus untuk mempuaskan hasrat para pelanggannya, tidak hanya dari kalangan biasa, namun juga dari kalangan artis sampai model dan mereka adalah pekerja malam yang cukup ekslusif. Tak ada paksaan apalagi pekerjanya gadis masih di bawah umur, mereka bekerja atas inisiatif sendiri dan majikan mereka memperlakukan mereka dengan baik layaknya sebuah keluarga.
Tak ada rasa iri ataupun dengki antara para wanita yang bekerja sebagai penjajah kenikmatan, mereka akur dan saling mendukung. Dan tidak ada larangan jika mereka merasa lelah kemudian memutuskan untuk berhenti, dan dengan tangan terbuka mereka di sambut jika ingin kembali.
Bisnis free fight golden bar lebih terkenal lagi. Karena selalu menyediakan tontonan gratis yang cukup menegangkan dari para bintang yang cukup bersinar di golden bar.
" Wow, Serra, pertunjukkanmu di atas tadi sangat luar biasa." Puji seorang bar tender saat melihat kedatangan darah jelita bersurai coklat terang bernama Serra. Gadis itu meraih gelas berisi wine yang di sediakan oleh bar tender yang baru saja menyapanya lalu meneguknya
" Huh, berhentilah memujiku, Chen, Aku sangat muak mendengarnya." Ujarnya.
Pria yang di panggil Chen itu malah terkikik geli mendengar kalimat yang sama setiap kali Ia memuji Serra. "Oya, Ra, malam ini banyak tamu yang mencarimu." Ucap Chen tanpa mengalihkan perhatiannya dari sosok jelita di hadapannya.
Serra mengerutkan dahinya. "Berapa banyak.?" Tanyanya penasaran. Chen tampak berfikir sebelum menjawab pertanyaan Serra. "Sekitar 5-10 orang." Jawabnya. Serra tertawa renyah dan kembali meneguk winenya.
" Hahaha, sepertinya malam ini aku harus berpesta." Chen mendelikkan matanya bosan mendengar ucapan Serra. "Pesta katamu? Jelas-jelas, Mia dan Raina yang selalu melakukannya. Beruntung kau memiliki dua sahabat yang selalu siap melindungimu."
Lagi-lagi Serra terkekeh mendengar nada kesal yang keluar dari mulut Chen. "Hm, tapi setidaknya aku sudah melakukan tugasku." Jawabnya.
Dan perbincangan dua orang berbeda gender itu menarik perhatian Devan yang sedari tadi ada di sana. Ia dan Serra hanya berjarak dua meter saja, meskipun suara musik sangat keras. Namun telinganya cukup tajam untuk mendengar pembicaraan mereka berdua.
Devan tak dapat meluputkan pandangan matanya dari sosok Serra. Gadis itu memiliki paras yang sangat cantik, wajah putih mulus tanpa sedikit pun bekas goresan luka, kulit seputih susu, hidung mancung, bibir tipis menggoda, surai coklat terangnya yang panjangnya melebihi pinggang, kaki jenjang yang indah, bentuk tubuh yang profisional.
Devan tidak tau jika di dunia ini benar-benar ada wanita yang nyaris sempurna. Devan fikir hal itu hanya ada dalam mitologi Yunani, tapi nyatanya tidak. Sosok seperti itu benar-benar nyata ada di hadapannya. Di tambah dengan balutan gaun hitam yang kontras dengan kulit putihnya, yang panjangnya hanya satu jengkal di atas lutut bermodel kemben semakin menyempurnakan penampilannya
Namun ada satu hal yang mengganjal fikiran Devan. Devan mendengus panjang saat menyadari sesuatu. Mendadak Ia merasa jijik."Cih, lagi-lagi wanita murahan." Dengus Devan membatin.
Sedangkan Serra yang merasa di perhatikan terus menoleh kearah pria itu. Dia kaget melihat Devan memandangnya lekat, sementara Ia sendiri tidak tau siapa pria itu. Coklat dan Hazel bertemu. Serra tak dapat mengalihkan pandangannya dari mutiara coklat milik Devan. Entah kenapa Ia merasakan ada desiran aneh di dalam tubuhnya saat mata coklat itu menatapnya tajam.
Serra pun memberanikan diri untuk bertanya pada sosok pria yang membuatnya tertarik sejak pertama menatap manik coklatnya sejak beberapa detik yang lalu. Serra menarik sudut bibirnya. "Ada apa, Tuan? Kenapa Anda menatap saya seperti itu? Apakah ada yang aneh di wajah saya?" tanyanya ramah.
Wajah stoic itu menatap paras ayu Serra dengan tatapan dingin miliknya. "No," Devan menjawab singkat, yang kemudian di sikapi senyum ramah oleh Serra.
"SERRA...."
Teriakan itu mengalihkan perhatian Serra, Chen juga Devan. Tampak sosok jelita berkaki jenjang menghampiri Serra kemudian duduk di sampingnya.
"Malam ini kau kosong, jatahmu aku dan, Raina, ambil alih." Serra tersenyum kemudian mengangguk.
"Tidak masalah. Lagi pula aku merasa malas untuk menemani mereka." Jawabnya santai. Mia memutar matanya jengah.
"Ralat, bukan menemani tapi bermain-main. Toh, masih belum ada satu pun tamumu yang berhasil menjamah apalagi menyentuh kulitmu hingga sejauh ini." Ujarnya, Serra rersenyum tipis mendengar ucapan Mia. Sungguh betapa Ia sangat beruntung memiliki sahabat seperti Mia dan Raina.
Serra tersenyum getir, tangannya memainkan gelas kristal yang ada di genggamannya. Tatapannya berubah sendu. "Aku hanya berusaha menjaga apa yang seharusnya aku jaga."
Meskipun hanya sekilas, keterkejutan terlihat jelas di mata Mia. Ia tau arah dari ucapan Serra, mencoba mencairkan suasana. Mia tersenyum kemudian merangkul bahu Serea yang terbuka.
"Ngomong-ngomong aksimu di atas sana sangat memukau, kau tau. Para fansmu berteriak histeris menyeruhkan namamu, rupanya gelar DJ terpopular masih belum mau lepas darimu." Serra tertawa lepas mendengar ucapan Mia
Sahabatnya yang satu ini memang tidak pernah bosan dalam hal memujinya " Berhenti tertawa, Jung Serra." Mia mendelik kesal kearah Serra.
"Hahaha, baiklah, baiklah. Di mana, Raina, sudah hampir jam 1 sebaiknya kita pulang." Serra bangkit dari duduknya di ikuti Mia yang kemudian berjalan di sampingnya. Dari jarak 5 meter Serra dan Mia melihat Raina yang sudah menunggu mereka.
"Aku perhatikan dari tadi kau tak melepas tatapanmu darinya, apa kau tertarik padanya. Tuan, Alvaro?"
Pertanyaan Chen membuyarkan lamunan Devan akan Serra, kemudian Ia mendongak dan menatap datar bartender di hadapannya.
"Tidak." Jawab Devan sekenannya.
Chen tersenyum tipis. "Benarkah? Tapi aku melihat itu di matamu? Atau kau penasaran dengannya?" Imbuh Chen di tengah kesibukan meracik minuman untuk pelanggannya.
" Jangan sok tau." Ketus Devan. Chen terkekeh.
"Baiklah, tapi aku ingin memberi taumu satu hal." Chen menjeda kalimatnya. Devan memicingkan matanya. "Temanku itu sepertinya memiliki ketertarikan padamu, jika keyakinanku benar. Bisa jadi kau akan mendapatkan hal paling berharga yang selama ini dengan sepenuh hati dia jaga."
Dan untuk sesaat Chen melupakan bagaimana caranya bernafas melihat tatapan Devan yang tajam penuh intimidasi. Chen menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Lupakan apa yang baru saja aku katakan. Anggap saja aku tidak mengatakan apa-apa, hehehe." Ucap Chen sebelum beranjak meninggalkan Devan.
Sebelum pergi, Ia melambaikan tangannya pada seseorang. Dan posisi Chen di gantikan oleh bartender lain.
"Aku hanya berusaha menjaga apa yang seharusnya aku jaga."
Entah kenapa kata-kata itu begitu membekas di ingatan Devan. Devan merasa ada sejuta rahasia yang tersembunyi di balik wajah cantik itu yang selalu menyunggingkan senyum ramah. Yang menghantarkan Devan pada rasa penasaran yang begitu besar. Mungkinkah pria sedingin Devan memiliki ketertarikan pada gadis penghibur, atau hanya sebatas rasa penasaran saja.
"Chen." Suara indah yang tertangkap gendang telinganya mengalihkan fokus Chen dari gelas kristal yang sejak tadi ada di genggamannya. Melakui ekor matanya, Devan melihat dengan jelas sosok Serra yang berdiri di samping kanannya. "Mino.?"
"Oh... Hai, Ra." Sapa Mino, bartender yang baru saja menggantikan posisi Chen. Pemuda itu menatap Serra sedikit bingung. "Aku pikir kau sudah pulang, oya kau mencari, Chen? Dia baru saja memulai aksinya."
" Oh benarkah?? Aku fikir dia tidak tampil malam ini." Ucapnya.
Serra melirik sekilas pada sosok tampan yang diam-diam memperhatikannya. Wajah itu begitu dingin, persis seperti beberapa menit yang lalu. Serra menarik sudut bibirnya, menunjukkan senyum ramah sebelum menghilang dari hadapan Devan.
"Aku kembali hanya untuk mengambil ponselku yang tertinggal. Aku pulang dulu, bye, Mino." Dengan ceria Serra melambaikan tangannya pada Mino dan berlalu begitu saja.
Di tengah langkahnya, Serra berpapasan dengan dua pria yang merupakan sahabat Devan. 'Aron dan Hwan'. Kedua pria itu tersenyum, menyapa yang hanya di sikapi senyum tipis oleh Serra. "Wow, bukankah itu, Serra Jung?? Primadona di bar ini." Seru Aron, pandangannya masih tak lepas dari sosok Serra hingga sosoknya menghilang di balik lorong gelap.
.
.
.
BERSAMBUNG.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Kendarsih Keken
Hallo author aq mampir stlh mendapat notif
2023-02-27
1
𝐬𝐚𝐟𝐫𝐢𝐚𝐭𝐢
Kisah nya menarik.
Bkn hanya Devan yg penasaran aku juga ikut penasaran🤔🤔
2022-05-18
0
Sisca Wilujeng
mampir kak...
2021-12-22
0