Waktu telah menunjukkan pukul 01.30 dini hari. Terlihat tiga gadis masih lengkap dengan pakaian sexynya yang tersembunyi di balik mantel cantik yang membungkus tubuh indahnya. Berjalan beriringan meninggalkan bar, sudah ada dua pria yang telah menunggu kedatangan mereka. Dua di antaranya memisahkan diri dari sosok jelita berparas barbie yang tak lain dan tak bukan adalah Serra.
"Ra, pulanglah bersama kami." Kata Raina namun segera di tolak halus oleh Serra. "Tidak usah, aku naik taxi saja." Jawabnya. "Tapi, Ra----" Serra tersenyum lalu menggeleng
"Tidak apa-apa, aku baik-baik saja. Aku bisa menjaga diri, lagi pula sudah biasa aku pulang sendiri." Tuturnya.
Raina dan Mia terdiam untuk sesaat, sedetik kemudian kedua gadis itu tersenyum lalu mengangguk. "Baiklah, tapi berjanjilah untuk berhati-hati dan pulang dengan selamat dalam keadaan utuh. Dan segera hubungi aku atau, Raina, jika sudah tiba di apartemenmu." Ucap Mia tanpa ada jeda di dalam kalimatnya
Serra tersenyum lalu mengangguk. "Tentu." Jawabnya. Raina, Mia dan Serra berpelukan sebelum ketiganya berpisah.
"Kita duluan, Ra." Ucap seorang namja bertubuh jangkung 'Zain' sambil melambaikan tangannya. Sereaa tersenyum, membalas lambaian tangan Zain.
Selepas kepergian kedua sahabatnya yang pulang di jemput kekasih masing-masing, gadis berparas barbie itu melangkahkan kakinya cepat meninggalkan area bar dan menuju halte bus terdekat. Masih ada sekitar dua atau tiga taxi yang bisa Ia temui di jam segini. Dan saat berjalan menuju beberapa blok dari bar, terlihat segerombolan pria hidung belang menghadang dan menggodanya.
"Hai, Nona. Mau menemani kami?" Goda seorang pria dewasa yang setengah mabuk bersama beberapa temannya.
"Tidak mau." Serra menolak dengan ketus.
Greppp .. !!
Tangannya di cengkram dan di tarik oleh salah satu dari lima pria itu
"Lepaskan." Teriak Serra tak suka. Dengan kasar gadis itu menepis tangan pria itu dan kembali melangkah pergi. Tapi belum sampai 10 langkah, langkahnya kembali terhenti. Pria itu kembali menarik lengannya dan menghimpitnya pada tembok. "Sialan, lepaskan aku berengsek." Marahnya dengan tatapan membunuh.
Pria-pria itu menyeringai lebar. "Wow, kau sangat liar juga ya ternyata. Sangat menantang, aku semakin bernafsu untuk segera memakanmu. Aku ingin tau bagaimana rasanya menikmati seorang bidadari." Sabutnya dengan seringai yang sama. Serra menahan nafasnya saat pria hidung belang itu mengusap wajahnya yang putih dan sehalus kulit bayi.
"Jangan menyentuhku dengan tangan kotormu itu, berengsek." Teriaknya marah.
Bukannya menuruti, pria itu semakin menginginkan gadis itu. Dengan kasar Ia membuka mantel yang menutup tubuh Serra hingga terlihat tubuh indah yang terbalut gaun malam berwarna hitam. "Wow, ini benar-benar yang di namakan surga dunia."
Merasa ada bahaya yang mengancam dirinya, tanpa berfikir lagi Serra bersiap untuk berlari. Di injaknya kaki pria yang memegang tangannya hingga pegangan itu terlepas. Dan moment itu di manfaatkan oleh Serra untuk melarikan diri.
"Aarrggghhh, jangan lari kau jalang sialan. Apa yang kalian tunggu, cepat kejar jalang itu dan bawah dia kehadapanku." Teriak laki-laki itu penuh amarah.
"I-iya boss."
Di tengah malam Serra harus berlari menyelamatkan diri dari kejaran pada hidung belang yang menginginkan tubuhnya. Serra terus berlari sambil sesekali menengok kebelakang, beberapa pria mengejar di belakangnya. Ini bukan pertama kalinya semenjak Ia memutuskan untuk bekerja di bar, dan mungkin sebagian orang di luar sana memandangnya sebagai gadis rendah dan murahan karena pekerjaannya.
Tapi demi Tuhan, bekerja selama 3 tahun di bar belum ada satu pun pria yang berhasil menjamah tubuhnya apalagi mendapatkan mahkota berharganya. Interaksi yang Serra dan para tamunya lakukan tak lebih dari pegangan tangan atau semacamnya.. Semua tamu-tamu itu di buat tak sadarkan diri oleh Mia dan Raina sebelum berhasil mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Dan pekerjaan selanjutnya di selesaikan oleh Raina dan Mia. Mereka melepas pakaian para hidung belang dan membuat berserakan di lantai seolah pergulatan itu benar-benar terjadi. Kadang Mia dan Raina meninggalkan bekas merah di tubuh pria itu seolah-olah mereka dan Serra telah benar-benar melakukannya. Ya, yang mereka lakukan hanya untuk melindungi kesucian Serra
Beruntung Serra memiliki sahabat seperti Raina dan Mia, mereka memang sudah hancur dan mereka tidak akan membiarkan Serra ikut jatuh di dalam lubang yang sama.
Serra bekerja di bar bukan tanpa alasan, Ia harus membiayai pengobatan Ibunya dan dia masih memiliki adik yang masih sekolah. Tuntutan hiduplah yang membuat Serra harus rela mengambil pekerjaan kotor itu.
" Hei berhenti kau, jalang."
Serra menengok kebelakang dan orang-orang itu masih berusaha mengejarnya. Dalam hatinya Ia berdoa seseorang akan datang dan menyelamatkan dirinya. Dengan sisa tenaga yang Ia miliki Serra masih berusaha untuk berlari. Namun sialnya kakinya tersandung dan Serra berakhir di aspal dengan keras. "Sial." Umpatnya menggumam.
"Hahahah." Keempat pria itu tertawa terbahak melihat mangsanya tak berdaya di hadapannya, salah satunya maju untung menghampiri Serra.
"Mau lari kemana lagi kau cantik, ikutlah dengan kami. Boss kami sangat mendambakanmu." Serra mendelik marah dan menatapnya tak bersahabat
"Sialan, jauhkan tangan kotormu itu dari tubuhku. Berengsek." Teriak Serra dengan suara meninggi.
" Dasar jalang."
Plakkk ..!!
Satu tamparan keras melayang bebas di pipi kiri Serra, menghantarkan rasa panas dan peri di sudut bibirnya yang robek dan mengeluarkan sedikit darah. Mata bening itu berkaca-kaca, mungkinkah ini akhirnya?
Mungkinkah apa yang selama ini Ia jaga akan berakhir malam ini, mungkinkah kesucian itu akan terenggut darinya? Mungkinkah ,, mungkinkah ,,mungkinkah? Serra menggeleng kuat, Ia tidak siap dan tidak akan pernah siap. Jika Ia harus kehilangan kesuciannya, tapi setidaknya bukan di tangan seorang hidung belang seperti mereka.
"Hn."
Gumaman itu mengalihkan fokus empat pria itu. Keempatnya menegakkan tubuhnya kemudian berbalik dan mendapati seorang pria muda yang sangat tampan dan cantik di waktu bersamaan. Atau yang lebih akrab di sebut androghini.
"Siapa kau?? Berani-beraninya kau mencampuri urusan kami."
Pria itu maju satu langkah, di liriknya sosok Serra yang duduk sambil memeluk tubuhnya. Ada liquid yang membasahi wajah cantiknya, meskipun hanya sekilas. Namun keterkejutan tampak jelas di sorot matanya yang dingin
"Aku hanya tidak suka melihat ada yang melakukan kekerasan pada wanita." Ucapnya dingin.
"Ohh mau jadi pahlawan rupanya. Cari mati kau, kita habisi pemuda sombong ini."
"Begitukah.??"
Duaaakkk..
Dua dari keempat preman itu terkapar setelah mendapatkan pukulan telak dari pria berwajah stoic di hadapannya. Di susul dengan dua preman lainnya, Pria itu membereskan keempat preman tersebut tak sampai 10 menit. Keempatnya sudah kalang kabut dan berlari entah kemana.
"Kau tidak apa-apa?" Suara dingin itu menyadarkan Serra dari ketakutannya. Sontak Ia mengangkat wajahnya dan terkejut mendapati sosok pria tampan yang Ia temui di bar beberapa jam yang lalu berdiri di hadapannya.
Dengan ragu Serra menerima uluran tangan pria itu dan membantunya berdiri. Serra mengangguk. "Ya." Jawabnya gugup. Devan mengulurkan mantel berwarna pastel pada Serra yang Ia punggut saat hendak menyelamatkan gadis itu.
"Ini milikmu." Serra menatap mantel itu lalu mengangguk
"Ya." Serra mengambil mantel itu kemudian memakainya.
Mata coklat dingin itu menatap Serra sedikir tajam. "Bagaimana kau bisa berurusan dengan mereka?" Serra kembali mendongak dan menatap wajah pria penolongnya.
"Aku hendak pulang tapi tiba-tiba gerombolan pria itu datang dan berusaha untuk melecehkanku." Jelasnya. Muncul perempatan siku-siku di dahi Devan, otaknya mencoba berfikir keras
'Bukankah dia murahan, lalu mengapa takut di lecehkan??' Pikirnya.
"Terimakasih, Tuan. Anda tidak terluka bukan." Akhirnya kata itu keluar dari mulut Serra.
"Di mana rumahmu." Alih-alih menjawab ucapan Serra, Devan justru berbalik bertanya. Serra menjawab lirih. Berfikir sejenak, menatap Serra dengan pandangan datar seperti biasanya. "Ikutlah denganku. Aku akan mengantarkanmu."
"Tidak usah, Tuan, aku akan pulang menggunakan taxi saja----"
"Dan membiarkan gerombolan preman mengganggumu lagi." Ucapnya telak. Serra membeku. "Ikutlah denganku, dan aku tidak menerima penolakan. Tenang saja, aku tidak mungkin memakanmu." Sambungnya. Serra tidak memiliki pilihan selain menuruti ajakan Devan.
"Eemm, baikah."
🌹🌹🌹
Setelah mengantar Serra pulang keapartemennya. Devan tiba di rumah mewahnya hampir setengah tiga. Seluruh tubuhnya terasa lelah, namun sebelum pergi kekamarnya untuk beristirahat. Devan menyempatkan diri dulu untuk pergi kekamar adik kembarnya yang letaknya bersebelahan dengan kamarnya.
Di dalam ruangan yang tidak bisa di katakan sedang, terlihat dua orang pemuda yang tidur nyenyak di matras yang terpisah. Ya, mereka adalah Rio dan Rico. Dan mereka berdua adalah satu-satunya keluarga yang Devan miliki. Kedua orang tuanya meninggal 5 tahun yang lalu dalam kecelakaan tunggal.
Meskipun sudah dewasa, tapi Rio dan Rico tidak mau tidur di kamar yang terpisah. Mereka ingin melakukan apapun termasuk tidur dan mandi secara bersama-sama, mungkin karna ikatan mereka terlalu kental. Dan Devan tidak keberatan dengan keinginan kedua adiknya itu.
"Ohh, Hyung, kau baru pulang.??" Ucap Rio dengan suara seraknya. Rico merubah posisinya dengan mata setengah terbuka saat melihat Devan memasuki kamarnya.
"Apa aku membangunkan kalian?" Devan bertanya seraya mengusap kepala coklat kedua pemuda itu. Pemuda tampan itu menggeleng.
"Tidak sama sekali. Hyung, kau pasti lelah. Pergilah ke kamar dan lekaslah istirahat, aku sangat mengantuk." Devan terkekeh kemudian mengangguk
"Baiklah." Jawabnya dan pergi begitu saja.
Devan merebahkan tubuhnya yang terasa lelah di atas tempat tidur king size mikiknya. Namun matanya belum mau terpejam apalagi segera pergi kealam mimpi, ada sesuatu yang sangat menganggu fikirannya. Entah kenapa Ia menjadi begitu penasaran pada sosok Serra, gadis penghibur yang Ia temui beberapa jam yang lalu.
Tidak ada yang istimewa dengan pertemuan mereka, tidak ada percakapan berarti meskipun Devan telah menyelamatkannya dari para hidung belang yang mencoba menggoda dan berusaha melecehkannya. Devan juga sempat mengantarkannya pulang, namun sepanjang perjalanan tidak ada percakapan. Kebersamaan mereka di isi dengan keheningan.
Devan mendesah untuk yang kesekian kalinya, matanya masih enggan terpejam meskipun tubuhnya merasakan lelah yang luar biasa. Ia segera menepis semua fikiran konyolnya. Bagaimana pun caranya Ia harus segera tidur. Ia tidak ingin telat datang kekantor, apalagi besok Ia harus menghadiri rapat penting. Devan berusaha membuat dirinya rileks dan segera pergi menuju alam mimpi.
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
𝐬𝐚𝐟𝐫𝐢𝐚𝐭𝐢
pahlawan macam ini sdh banyak aku temui, tp yg ini Tulus gk Modus👍
2022-05-18
0
Chika
Devan penasaran sama Serra ya
2021-08-14
1
Sesilia
Babang Devan datang ke pahlawan
2021-08-14
0