"Ting"
"Akhirnya"
Jun segera melangkahkan kakinya lurus, menuju pintu besar yang ada di hadapannya.
Braak
"Randall .... ka..."
Teriakannya tergantung di langit. Bingung yang dia hadapi bukan yang dia inginkan, hanya jajaran bangku kosong melingkar meja besar di lengkapi dengan audio canggih. Matanya melotot terkejut, tangannya mengepal kuat.
"Siiiiaaaaal.. haaaaa.....!!!" Jun berteriak meluapkan
amarahnya yang sudah di ubun-ubun.
"Haaa,..!!!"
Satu persatu bangku melayang ke arah meja besar dan tembok yang ada di ruangan meeting tersebut.
Bruak .. Bruak.. braaak
Tiap kursi sudah tak berbentuk lagi. puas dengan furnitur disana Jun berniat turun ke lantai bawah lagi
Pyaarr
Satu pot bunga besar tak luput dari kakinya yang berapi sejak tadi. Lagi, Pria itu harus menunggu lift itu turun ke lantai satu.
"Dimana ruangan Randall?" sentak Jun dengan tersengal menahan amarah yang sudah di tenggorokan, tangannya sudah mencengkeram pinggiran meja, dengan mata yang hampir keluar dari tempatnya.
"Di lantai 32 Tu...uan Jun" jawab resepsionis dengan tergagap. Mukanya pucat pasi, ia takut laki-laki di hadapannya akan mengamuk dan menghajarnya.
Braak..
Jun mengebrak meja untuk menutupi rasa malunya. Pria itu membalikkan badannya dan melangkah menuju lift.
"Jika Tu..u..an butuh saya lagi.. Tu..uan bisa pang ..gil saya lewat intercom yang ada di setiap ruangan," meskipun dengan ketakutan si resepsionis itu, tetap memberikan informasi pada Jun.
Jun menoleh, melempar pandangan tajam pada sang resepsionis, tentu untuk menutupi rasa malunya. Betapa bodohnya ia setelah 10 tahun menjalankan W corp, baru pertama kalinya dia di permalukan seperti ini. Jun segera masuk ke dalam lift dan menekan angka lantai yang dia tuju.
Ting.
Pintu lift terbuka. Dengan bersungut-sungut Jun melangkah lebar ke arah pintu jati besar yang ada di hadapannya.
Braaak
Pintu itu di buka dengan kasar.
"Randall.apa yang kau perbuat pada Ella?" sudah tak sabar Jun ingin menghajar Randall, tapi melihat dua body guard yang besar di belakang Randall, dia hanya mengebrak meja kerja untuk meluapkan emosinya.
"Hemm.. tidak ada, aku hanya mengatakan pekerjaanmu di rumahku Tuan Jun," jawab Randall tenang, di iringi dengan smirk yang mengejek. Tangannya yang semula memegang pena kini di lipat untuk menopang dagunya.
"Kau! bajingan, Brengsek.. karna kau Ella sekarang meninggal..ini balasan mu atas pengabdian kami pada keluarga mu heh!!"
"Pengabdian," ulang Randall dengan nada mengejek.
"Hahahaha." Randall tertawa lepas. Namun, terdengar menakutkan.
"Pengabdian mu, untuk membuat ayahku kecelakaan dan mati, untuk meracuni ibu ku perlahan, oh dan untuk mendorong ku di tebing saat usia dua tahun."ucap Randall dengan menatap tajam pada pria menyedihkan yang ada di hadapannya.
Mata Jun terbelalak mendengar setiap perkataan Randall. Pria itu melihat Randall dengan terkejut
"Bagaimana aku tahu semua ini.. itu yang ada di pikiran mu bukan?" ucap Randall tepat di wajah Jun. lidah Jun kelu, rasanya dia sulit untuk bernafas, keringat dingin mulai meluncur dari tiap pori pori kulit nya.
Randall bangun dari kursi kebesarannya, Pria bertubuh tegap itu berjalan perlahan memutari mejanya, mendekati Jun yang mulai beringsut mundur.
Randall meraih kerah baju yang di pakai pria paruh baya itu, dengan satu tangannya Randall mengangkat tubuh Jun dan melemparkannya ke lantai. Bukan tanpa perlawanan tapi tenaga Jun tak sepadan untuk melawan pria di hadapannya.
Randall mengerakkan dagunya, memberi kode pada dua anak buahnya. Dua orang itu mengangguk, melangkah mendekat ke arah dengan seringainya.
"Apa yang kalian lakukan, pergi. Jangan mendekat!" Pekik Jun dengan ketakutan.
Bruugh
"Aaaghhh," Jun mengerang saat sebuah bogem mentah mendarat di perutnya.
Bruugh
Bruugh
Dua orang kekar itu mendaratkan pukulan di tubuhnya secara membabi buta.
Bruugh
"Uhuk...uhuaak....!!"
Darah segar mengalir dari mulut Jun, setelah sebuah tendangan di Randall menghempaskan tubuhnya di sofa, menikmati pemandangan yang sungguh menyenangkan baginya.
Pukulan demi pukulan terus mendarat di tubuh Jun. Sampai tubuh itu tak lagi bergerak. Melihat Jun sudah tak berdaya kedua anak buah Randall berhenti, lalu melangkah mundur.
Randall bangun dari duduknya, mengayunkan kakinya mendekat ke arah tubuh yang bersimbah darah dan lebam. Randall menarik rambut Jun, membuat sang empunya terpaksa mendongakkan kepalanya.
"Hmm, sayang sekali lantai ku terlalu mahal untuk di kotori darah penghianat seperti mu."
Randall menghempaskan kepala Jun dengan kasar.
"Seret dia keluar dari gedung ini!" titah Randall pada kedua pengawalnya.
"Baik .. Tuan."
"Aku akan membalas mu Ran," gumam Jun lirih dengan mulut yang penuh darah.
"Aku tunggu." jawab Randall enteng.
Dua orang pria itu segera menyeret Jun keluar dari ruangan Tuannya.
"Tuan," ucap Vin yang baru saja masuk dengan membungkuk hormat.
"Vin kirim tua Bangka itu kembali kenegaraan" ujar Randall, sambil memijit pelipisnya.
"Baik Tuan." Jawab Vin patuh.
"Vin bagaimana tugas yang aku berikan padamu.. apa kau sudah menemukannya."
"Maaf Tuan .. agak sulit untuk itu," jawab Vin gugup melihat raut wajah tuannya yang berubah masam.
"Ck...cepat cari dia dasar lamban, waktumu hanya satu Minggu Vin," tegas Randall dengan tatapan yang seolah menembus kepala Vin.
"Baik Tuan.. kalau begitu saya permisi." Vin membungkuk hormat lagi.
"Hmm"
"Dasar Tuan muda tidak berperasaan, satu minggu aku bisa dapat apa? Dia hanya tau nama, yang bahkan hanya nama panggilan, bukan nama asli gadis itu." gerutu Vin dalam hati, tentu mana berani dia bicara seperti itu. Ia bisa jadi tuna dalam kaleng kalau sampai terdengar oleh Randall.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
💝💝pemuja Rahasia💖💖
sabar ya vin... randall mmg semau2nya
2025-02-01
0
Isna Maria Prianti
siapakah yang dicari randall sebenarnya?
2024-04-01
0
Realrf
makasih kak 😘😘😂
2021-12-10
0