Gadis Buta Tuan R
Seorang gadis cantik berjalan anggun dengan payung hitamnya, ya pagi ini memang suram sedari tadi gerimis tak henti menguyur kota C.
Splash..
Sebuah mobil hitam melaju kencang melewati sebuah genangan air yang cukup besar.
"Hmmp.. sialan," umpat gadis itu lirih. Dia berhenti, tangan pucatnya mengelap lengan baju dan rambut hitam panjangnya yang basah.
Wanita dengan rambut panjang yang tergerai itupun mempercepat langkah, dengan tongkat yang menjadi komandonya. Gadis itu berjalan menuju sebuah toko bunga tak jauh dari ia berdiri sekarang.
Ting..Ting.
Lonceng besar berwarna emas berbunyi, tiap kali pintu kaca itu terbuka. Gadis bergaun abu-abu itu mendorong, perlahan pintu kaca dengan tangannya yang pucat.
"Selamat datang," sambut seorang perempuan berperawakan tinggi.
"Ah .. kamu Rea, kenapa kamu basah kuyup gitu?" tanya seorang perempuan sambil berlari kecil kearah sahabatnya. Melihat wanita itu basah kuyup, ia meraih handuk yang ada di gantungan pintu kasir kemudian memberikannya pada gadis itu.
"Keringkan rambutmu, dan cepat pergilah ke kamar atas aku akan membuatkanmu coklat hangat," ujar Mella.
"Hmm." jawab Rea singkat. Meraih tongkatnya, Rea berjalan perlahan menyusuri ruangan menuju tangga di lantai atas.
"Mel.. tolong kau ambil payungku tertinggal di luar," Rea berteriak tanpa menghentikan langkah menuju ke kamar.
"Iya iya bawel."
Gadis berperawakan tinggi itu meletakkan cangkirnya kembali. Dengan berlari kecil dia pergi ke luar toko bunganya.
Mella mengibaskan payung hitam itu sebelum memasukkannya kedalam rak payung yang ada di belakang pintu. Setelah itu ia pun kembali ke dapur kecil, untuk meracik dua coklat hangat.
Dengan perlahan Rea menuruni anak tangga. Walaupun gadis itu tidak bisa melihat. Namun, ia bisa dengan baik melakukan setiap hal layaknya orang normal pada umumnya.
Mella meletakkan dua gelas coklat hangat di atas meja lalu menghampiri Rea yang sedang berjalan ke arahnya. Dengan lembut gadis itu menarik tangan sahabatnya.
"Duduklah," ujar Mella sambil menarik kursi dengan satu tangannya.
"Terima kasih, Mel." Rea meraba kursi itu, kemudian mengenyakkan bokongnya.
"Hem." Mella menyeruput coklat hangat, yang menghangatkan tubuhnya.
Tangan lentik Rea yang pucat itu meraba meja dihadapannya, sampai ia akhirnya menyentuh cangkir yang terasa hangat. Dengan perlahan Rea mendekatkan gelas itu ke hidung mancungnya. Aroma coklat yang manis menyeruak masuk ke dalam Indra penciumannya, seulas senyuman terbit di bibirnya yang mungil.
"Man, apa kamu ga punya baju warna lain? apa kamu ga bosan? kamu kaya nenek nenek kalau pake warna itu terus!" sindir Mela sambil menyeruput coklat hangat miliknya.
Mandy memang sudah ganti bajunya. Akan tetapi dia memakai warna yang sama, dengan baju yang tadi ia pakai. Hanya detail renda di bagian bawah mini dressnya dan kerutan di bagian lengan saja yang membedakan. Abu abu warna itu yang selalu Mandy kenakan.
"Aku ga akan pernah bosen Mella. Ini adalah identitas ku agar dia menemukan ku." ujar Mandy dengan senyum termanis yang dia punya. Mella memutar matanya jengah.
"Ya ya aku harap dia akan segera menemukan mu, kau sudah menunggu selama 12 tahun
entah siapa yang kau tunggu," ucap Mella setengah sebal dengan sahabatnya yang keras kepala ini.
Mandy hanya diam dan menikmati alunan dari setiap butir tetes air langit yang seolah mewakili harinya. Harapannya untuk bertemu sang pangeran kecil tak pernah surut, meskipun dalam keterbatasan dirinya sekarang.
*****
Di tempat lain seorang lelaki duduk di kursi kebesarannya, memandang keluar di temani segelas wine di tangan nya. Entah apa yang ada di pikirannya.
ceklek
"Tuan. Nyonya besar sudah meninggal," ucap seorang laki laki memakai jas hitam pekat khas orang berduka.
"Baguslah, lalu apa lagi?" jawab Pria itu datar. Senyum miring terbit di bibirnya.
"Tuan besar, ingin bertemu dengan Anda." lanjut sang asisten tanpa merubah posisi kepala nya yang menunduk.
"Ck.. jangan panggil dia dengan sebutan itu. Dia tak lebih dari lintah,menjijikkan!" sentak pria itu.
Pria itu mengeraskan rahangnya. Dadanya bergemuruh setiap dia mendengar nama dari seorang penghianat yang selama ini di peliharaannya.
"Ma..maafkan saya Tuan." jawab sang asisten dengan tergagap.
"Biarkan dia menemui ku. Aku ingin tau apa yang sampah itu ingin katakan " ucapnya sang Tuan.
"Baik Tuan. kalau begitu saya permisi." ujar sang asisten dengan membungkuk hormat, lalu pergi meninggalkan ruangan itu.
Pria itu menyandarkan tubuhnya di sofa, sambil membuang nafas kasar. Randall meneguk wine yang sedari tadi tidak tersentuh oleh tangan nya.
"Kita lihat siapa yang akan hancur, Jun Matsumo kau atau aku."
Sorot matanya kian menajam, merah dan penuh amarah. Gelas wine kini sudah remuk dalam genggamannya. Mungkin jika ada yang melihat dia sekarang akan mati berdiri karna sorot mata yang begitu gelap penuh amarah dan kebencian.
"Randall.. Randall .... keluar kau brengsek!" seorang pria yang sudah tak muda lagi berteriak, mengamuk di depan sebuah kantor. Dia yang tak lain adalah Jun Matsumo.
Beberapa satpam sudah menahannya.Akan tetapi dia terus meronta tenaganya cukup kuat. Hingga para satpam pun merasa merasa kewalahan.
"Lepaskan.. dia biarkan dia masuk." perintah Vin.
Satpam pun melepaskan pegangan mereka. Merapikan jasnya Jun pun melesat masuk, setengah berlari menuju lift langsung menekan angka 31. Sebuah lantai yang di khususkan untuk Presdir, dan para petinggi perusahaan. Lift itu terasa lambat untuknya, ia menghentakkan kakinya tak sabar, mata yang memerah dan sembab, rambut yang acak acakan, penampilan yang luar biasa kusut, sungguh seperti bukan Jun.
"Cepatlah dasar lift Brengsek," umpat Jun, pada kotak besi berjalan itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Isna Maria Prianti
lanjut makkkkkk
2024-04-01
0
Icha Akim
ngenteni jomblo karatanmu akeh up e aku tal moco iki wae sek yo mak
2022-01-24
1
re
Mulai
2022-01-07
0