Selingan beberapa waktu semenjak Zain yang tidak tahu apapun meminumnya, mereka membiarkannya beristirahat untuk hari ini. Saat sesudah meminumnya, dia jelas penasaran dengan air apa yang dia minum sebelumnya.
Dia mengakui bahwa rasanya cukup unik dan aneh. Rasanya kecut, seperti asam cuka yang diberikan sedikit garam ataupun sejenisnya. Sebuah rasa yang Zain tidak dapat mengungkapkannya.
Alangkah mustahil jika Zain tidak penasaran dengan air itu, tentunya dia bertanya-tanya tentang apa itu. Ren tidak ingin menimbulkan masalah tidak perlu, alhasil dia mengatakan...
"Orang bijak pernah berkata, ketidaktahuan adalah emas. Ada kalanya kamu tidak perlu mengetahui sesuatu, Zain, dunia ini terlalu keras untukmu."
"Kenapa kamu berbicara seperti orang tua yang menasehati anaknya yang bodoh?"
Zain nampak bingung dengan senyuman masamnya. Dia merasakan sedikit rasa takut tentang air seperti apa itu.
"Untuk sekarang, lebih baik kamu istirahat, Zain, serahkan sisanya kepada kami! Cepatlah pergi sana, hus-hus," ujar Mirai yang mendorong Zain untuk bergegas.
Zain hanya bisa patuh dan kini beristirahat tanpa perduli akan dunia, sementara Ren dan yang lainnya berkumpul untuk melakukan pekerjaan lain.
"Oh, iya, Laura. Aku ingat kamu membawa sesuatu selepas habis dari pantai," ujar Ren yang mengingat kembali.
Laura hendak memberitahukan penemuannya pada saat itu, namun disayangkan bahwa dia tiba-tiba merasa pusing dan lemas karena kekurangan air.
Ren langsung mendekam Laura dan memberikan cairan di mulutnya kepadanya agar dia bisa bertahan sedikit lebih lama lagi. Untuk memberikan cairan di mulutnya, Ren harus merelakan first kiss-nya demi keselamatan Laura.
"Be-benar. Aku menemukan bintang laut saat menyelam di sekitar terumbu karang. Aku tidak tahu apakah ini dapat dikonsumsi atau tidak, jadi aku membawanya sebanyak yang bisa dikumpulkan."
Laura menyerahkan kain putih hancur yang dia gunakan untuk menampung sesuatu yang dia temukan di laut.
Alasan Ren menyuruh Laura ke lautan, dikarenakan dia berharap Laura akan menemukan sesuatu yang pantas ataupun bisa dimakan. Meskipun dia pergi ke hutan bersama Mirai, sejak awal Ren tidak mengharapkan banyak makanan yang bisa mengenyangkan, blueberry adalah contoh makanan yang tidak bisa mengenyangkan perut.
"Kamu tidak perlu khawatir, selain batu dan pasir, seluruh kehidupan di laut bisa dimakan."
"Tidak akan ada orang yang sebodoh itu untuk mengumpulkan batu dan pasir dengan harapan bisa dimakan, Ren," ujar Laura dengan senyuman geli.
Bahkan anak sekolah dasar tahu bahwa batu dan pasir tidak akan bisa dimakan. Mereka tidak akan mencoba untuk membawanya dengan harapan bisa dikonsumsi. Kemungkinan besar hanya orang bodoh diantara paling bodoh yang bisa memikirkan hal itu.
"Namun, aku entah mengapa dapat membayangkan Zain melakukannya jika aku menyuruhnya mencari sesuatu untuk dikonsumsi," ujar Ren tanpa sedikitpun keraguan.
Ren belum mengenal Zain sebelumnya, dia mengenalnya hanya pada saat terdampar belum lama ini. Meski begitu, entah mengapa dia dapat langsung memahami bahwa Zain orang yang memiliki otot di otaknya.
Zain memiliki kekuatan fisik yang besar, bahkan jauh beberapa langkah di atas Ren.
"Sepertinya aku juga sepemikiran dengan Ren. Sikap optimis Zain memang bagus dikondisi ini, namun saking bagusnya, bukannya mustahil dia mengumpulkan batu untuk dijadikan lalapan," Theresia sependapat dengan Ren.
"Lihatlah, dia tertidur lelap seperti bayi kecil tanpa dosa," Mirai menunjuk pemandangan di mana Zain tertidur di bawah pohon.
Pemandangan langka di mana seseorang dapat beradaptasi di pulau terpencil hanya dalam satu hari tinggal. Ren mengakui bahwa hal yang tidak dia miliki tapi dimiliki Zain adalah kemampuan beradaptasi dengan lingkungan baru dalam waktu yang singkat.
"Mari kita biarkan dia dan lihat apa yang didapatkan Laura..."
Ren membuka kain itu dan menemukan sesuatu yang mengejutkan. Jumlahnya cukup banyak, mungkin cukup untuk mengatasi kelaparan yang mereka alami.
"Itu..., bukankah itu bintang laut? Memangnya itu bisa dimakan?" ujar Theresia.
"Dari yang aku ingat, bintang laut memiliki tubuh yang cukup keras, memangnya kita bisa menggigitnya?" tanya Mirai dengan bingung.
Laura nampak sedikit kecewa dan sedih atas apa yang dia temukan. Dia merasa telah menaikkan harapan semua orang, lalu mengecewakan harapan mereka semua.
"Tidak juga, aku tahu sedikit tentang bintang laut ini. Ini bernama bintang laut Pasifik Utara. Aku pernah melihatnya di YouTube jadi ini bisa dikonsumsi, yang perlu kita lakukan hanyalah merebusnya selagi melakukan desalinasi."
Mereka sontak memiringkan kepalanya dengan bingung, tidak tahu apa yang dimaksud Ren dengan merebusnya. Bukannya tanpa alasan, keheranan mereka memiliki dasar.
Ren berkata merebus, yang artinya memasak bintang laut Pasifik Utara di air yang mendidih. Untuk membuat air mendidih maka perlu meningkatkan suhunya dan untuk meningkatkannya mereka harus...
"Merebus, katamu? Memangnya bagaimana bisa kita mendapatkan api di sini? Apa mungkin kamu ingin menggesek batu atau kayu untuk menghasilkannya?" tanya Theresia, memikirkan kemungkinan yang bisa dia pikirkan.
Ren mengambil botol kaca dan mengisinya dengan air laut untuk menciptakan permukaan tertentu yang dia inginkan. Theresia, Mirai dan Laura menatapnya dengan penasaran.
"Hal itu memang bagus, tetapi membutuhkan banyak tenaga dan waktu. Namun, ada sebuah cara yang lebih mudah. Sepertinya sedikit keberuntungan karena cuaca hari ini cukup panas."
Ren menunjukkan senyuman dan menunjukkan gigi putihnya yang tersusun rapih. Sekali lagi, Ren merasa bersyukur karena telah menjadi kutu buku yang mempelajari berbagai hal.
"Pertama, kita harus menggunakan botol kaca atupun plastik juga tidak masalah. Kita isi dengan air untuk membuat permukaan kaca cembung dan selanjutnya..., Laura, bisakah aku memotong baju lengan panjang hitam itu?"
Laura tertegun dan melihat pergelangan lengan bajunya yang panjang. Dia awalnya sama sekali tidak memahaminya, tetapi setelah menghubungkan cermin cembung, matahari, dan kain hitam.
"Cermin cembung dan matahari..., mungkinkah?"
"Seperti yang diharapkan dari anak IPA, dapat menebaknya dengan tepat. Jadi, bolehkah aku memotongnya?" Ren mengulang pertanyaannya.
"Ah, ya, silahkan saja. Lagipula lengan panjang cukup merepotkan untuk melakukan sesuatu."
Ren memotongnya sampai ke sikut dan menyimpannya. Selanjutnya dia menggali pasir, menumpuk batu dan menyiapkan kayu kering.
"Jadi, hal apa yang harus dilakukan selanjutnya?"
"Ini mudah, Mirai. Kita hanya perlu mengarahkan sinar matahari ke kain hitam menggunakan botol kaca yang sudah diisi dengan air."
Penjelasan Laura nampaknya tidak cukup untuk membuat Mirai dan Theresia memahami apa yang sedang dilakukan oleh Ren.
"Seperti kata Laura, cermin cembung dapat mengumpulkan cahaya dan memfokuskan cahaya ke satu titik, sehingga menyebabkan cahaya itu menjadi lebih panas. Ini sama halnya seperti kaca pembesar ketika memfokuskan cahaya."
"Namun, apa hubungannya dengan kain hitam dari lengan baju Laura? Mengapa harus milik Laura? Bukankah ada cukup banyak kain yang terdampar di pulau?" tanya Theresia yang masih tidak mengerti.
Untuk menunjukkannya, Ren memfokuskan cahaya ke kain hitam yang berada di tumpukan kayu kering dan dedaunan. Perlahan, api mulai muncul dan membakar kain serta dedaunan kering.
"Warna hitam menyerap panas lebih banyak dari warna lainnya, karena itulah akan lebih mudah menggunakan kain berwarna hitam jika kita menyalakan api dengan kain hitam, alhasil apinya akan cepat muncul."
Bersamaan dengan itu, api membakar kayu dan dedaunan dengan cepat. Theresia dan yang lainnya terkesima, bahkan Laura yang mengetahui caranya tetap saja kagum.
Mereka sekali lagi berdecak kagum atas luasnya pengetahuan Ren dan betapa terampil dirinya. Tidak perlu lagi diragukan bahwa keberadaan Ren di pulau ini sangatlah berharga, bila mereka tetap ingin bertahan hidup.
Pengetahuan yang dimiliki Ren tidak terduga akan digunakan secara langsung. Tidak sekalipun dia akan tahu bahwa dirinya benar-benar akan terdampar di sebuah pulau tak berpenghuni.
"Meskipun kita bisa menggunakan rumput kering, namun sayangnya butuh waktu untuk mengeringkan mereka. Jika menggunakan dedaunan saja, aku tidak terlalu yakin akan berhasil."
Karena itulah dia memilih kain berwarna hitam untuk membuat api. Daripada mencoba sesuatu tidak pasti yang akan membuang waktu, alangkah baiknya melakukan sesuatu yang sudah pasti berhasil.
Begitu meletakkan panci dan merebus bintang laut,. Ren tidak lupa meletakkan sebuah gelas untuk menampung air yang menguap dan menjadi air siap konsumsi.
Waktu yang dibutuhkan tidak sebentar, meskipun bintang laut mereka siap dihidangkan, Ren tidak mematikan api dan berniat membiarkan apinya mati sendiri selagi menguapkan air laut.
"Apa saja yang telah kalian lakukan selama aku tidur? Aku melihat nampaknya kamu menyalakan api, apa mungkin ada pemantik atau korek?"
Zain yang bangun dari tidurnya sangatlah bertepatan dengan bintang laut yang siap dimakan. Dia mengusap matanya yang berair, segera dirinya menunjukkan wajah segar.
"Akan merepotkan untuk menjelaskannya. Abaikan saja itu dan mari kita makan," ujar Laura yang menghidangkan bintang laut dan blueberry yang sudah dibagi rata untuk tujuh orang, sesuai keinginan Ren.
"Umm, bukankah ini bintang laut? Bagaimana cara memakannya?" tanya Zain, meratapi bintang laut ditangannya dengan heran.
"Jika kita balik dan membukanya, alhasil ada sesuatu yang menyerupai telur ikan. Bagian seperti telur ikan itulah yang akan kita makan, silahkan coba."
Mengikuti instruksi Ren, mereka melihat satu sama lain dan segera mencobanya. Mereka nampak terkejut dengan rasanya, mungkin tidak mengharapkan rasa yang enak.
"Ini jauh dari bayanganku, ini enak!" ujar Mirai.
"Ya! Meskipun terkesan sedikit kering dan kasar, ini enak!" Zain setuju.
"Bukankah ini mirip seperti telur ikan mas?" tanya Theresia.
"Jika dipikir-pikir lagi, kamu ada benarnya. Tekstur dan rasanya tidak terlalu berbeda dengan ikan mas," ujar Laura.
Ren hanya tersenyum dan menikmati bintang laut. Dia merasa bersyukur bahwa tidak ada yang kecewa dengan makanan yang tidak bisa dibilang bagus.
"Kamu menyisihkan blueberry dan bintang laut untuk porsi dua orang lagi, kepada siapa akan kamu berikan?" tanya Theresia.
"Ah~, aku akan memberikannya kepada Clarissa dan Anastasia. Meskipun mereka memiliki persediaan makanan yang banyak, bukan berarti tidak terbatas."
"Tunggu! Mengapa kamu mau melakukannya? Mereka seharusnya kita biarkan saja, lagipula mereka tidak ingin bekerja sama dengan kita!" Mirai dengan tegas menentangnya.
"Aku setuju, lagipula bukannya berarti kita akan mendapatkan apapun darinya. Orang arogan seperti itu, tidak akan menunjukkan kebaikan hatinya," ujar Zain yang berada di pihak Mirai.
"Ya, lebih baik orang sepertinya mati kelaparan," ujar Theresia.
"Sudah-sudah, tenang dulu. Aku yakin Ren memiliki alasan tersendiri untuk melakukannya," Laura menenangkan dan berada di pihak Ren.
"Aku memahami perasaan kalian, namun aku akan menanyakannya. Jika kita membiarkan mereka mati kelaparan, apakah kalian akan merasa tenteram dan damai, saat tahu ada mayat di pulau yang sama?"
Tentu saja tidak. Tidak akan ada hal bagus dari tinggal di pulau yang ada mayatnya, belum lagi mereka tahu siapa itu. Zain dan yang lain saling memandang dengan bermasalah. Ren menyela dan melanjutkan.
"Selain itu, aku berniat meluluhkan hatinya, dengan harapan mereka mau bekerja sama. Pada situasi sulit seperti ini, sebisa mungkin kita harus menghindari konflik tidak berguna apapun."
Tidak ada lagi yang menentang setelah mendengar penjelasannya dan Ren segera bergegas pergi ke perkemahan Clarissa dan Anastasia. Sesampainya di sana, dia menemukan hal yang mengejutkan.
"Boleh juga, aku tidak menyangka mereka membangun Shelter. Tempatnya membangun juga tidak buruk, namun terlalu rapuh dan dapat hancur jika terkena angin laut."
Shelter adalah sebuah tempat untuk melindungi mereka dari hujan dan terik matahari. Kelompok Ren belum membuatnya, namun dia sudah berencana untuk membuatnya.
Ren juga melihat wadah yang diletakkan di tepi pantai, nampak jelas untuk menampung air hujan jika ada. Dia menemukan sebuah tiang panjang dan berdiri tegap yang sengaja dibangun untuk tujuan tertentu.
"Sudut shelter mereka dengan tiang itu..., kira-kira 45° yang artinya tiang itu adalah penangkal petir, ya!"
Sekali lagi Ren terkagum-kagum dengan apa yang dia temukan. Meskipun sekarang tidak ada hujan ataupun petir, kelompok Clarissa telah melakukan antisipasi yang sangat bagus. Nampaknya, tidak hanya Ren, tetapi Clarissa ataupun Anastasia juga tahu tentang cara-cara bertahan hidup.
"Ini hebat! Wadah untuk menampung air dan penangkal petir, aku bahkan sama sekali tidak memikirkannya!"
Jika begitu, maka kekhawatiran Ren sedikit berkurang. Dia tidak ingin membuat masalah dan meletakkan makanan yang dia bawa lalu kembali ke kelompoknya.
***
Selingan beberapa menit, gadis kaya raya dengan gaun mewah yang tidak cocok digunakan di hutan tidak berpenghuni kembali ke perkemahannya. Dia menemukan sesuatu yang asing, tidak pernah ingat dia miliki di tempatnya.
"Anastasia, apakah buah dan bintang laut ini kau yang menyediakannya?"
"Eh? Aku tidak ingat melakukan itu, nona Risa. Mungkinkah pria bernama Ren itu yang memberikannya? Aku memang menduga, dari caranya menjelaskan situasi kita kemarin dia pasti memiliki wawasan tentang cara bertahan hidup," pikir Anastasia yang menyentuh dagunya.
Clarissa menunjuk dengan jari telunjuknya dan memasang wajah sedikit jijik dengan makanan yang disediakan Ren.
"Berani sekali orang udik itu menyediakan sampah menjijikkan kepadaku! Barangkali mereka berniat meracuni, lebih baik dihancurkan saja!"
Tanpa menunggu konfirmasi dari Anastasia, Clarissa menginjak-injak bintang laut dan blueberry yang disediakan Ren. Dia dengan segera meludahi makanan itu dengan rasa jijik yang sama sekali tidak berkurang.
"Pria tampan narsis yang menjijikan, apakah dia berniat mencari perhatian dariku? Dasar orang udik yang kampungan!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Lee
seharusnya ana dan Clarissa ga usah di kasih.
2023-01-01
0
Karebet
👍👍👍😁
2022-05-18
0
la beneamata
ya iyalah like kurang,1 karakter anjinggg,najis kasih like
2022-05-05
0