“Selamat datang kembali, Ren, Zain. Apa yang kalian temukan?” tanya Laura yang membawa panci logam dan tutup kaca.
Tidak hanya itu, Mirai juga membawa botol plastik berisi sedikit air bersih dan beberapa botol kaca. Mereka menemukan sesuatu yang bagus rupanya, membuat Ren menunjukkan senyumannya.
“Ya, kami kembali. Sepertinya kalian mendapatkan barang bagus, ya? Berbeda dengan kami yang hanya mendapatkan beberapa saja.”
Meskipun dia berkata beberapa, barang bawaannya cukuplah besar. Barang yang dia bawa adalah dua papan besar bekas sekoci yang mungkin hancur. Memang tidak ada harapan untuk memodifikasinya, tetapi bisa menjadi shelter yang bagus jika digunakan.
Selain papan, barang yang mereka temukan hanya dua besi yang cukup panjang untuk dijadikan tombak yang dibawa oleh Zain dan sebuah pisau yang dibawa Ren.
Dia tidak ingin membiarkan Zen ataupun yang lainnya memegang pisau, dengan kekhawatiran akan terjadi penusukan.
“Ya, lumayan. Kami mendapatkan beberapa botol berisikan air, meskipun hanya sedikit.”
Ren dan Zain terentang di tepi pantai dengan lelah. Tenggorokan mereka mulai kering dan bahkan Zen tidak memiliki air liur untuk ditelan.
“Baguslah, bisakah beri aku dan Zain yang paling sedikit? Ini cukup melelahkan, terutama dengan panasnya matahari.”
“Setuju..., itu lebih jauh dari yang aku kira.” ujar Zain berbaring di pasir dingin dan membiarkan tubuhnya diterpa ombak.
Laura memberikan mereka air yang sama banyaknya dan hanya dua kali tegukan saja. Meskipun merasa tidak puas, Zain dan Ren harus bersabar karena situasi mereka tidak mendukung minum air sepuasnya.
“Ya, ya, kerja bagus. Jadi, barang seperti apa yang kalian dapatkan?” tanya Mirai, diikuti Theresia di belakangnya.
“Papan kayu, besi panjang dan sebuah pisau. Mengenai pisau, cukup hanya aku saja yang memegangnya. Di tempat seperti ini, kelelahan akan bertumpuk dan membuat manusia menjadi lebih tempramen. Aku yakin bisa menjaga emosiku, bagaimana?”
Tidak ada seorangpun yang menolak gagasan Ren dan dia patut bersyukur untuk itu.
“Meskipun kita mendapatkan sedikit air, aku tidak yakin itu akan cukup untuk kita semua.” Theresia terlihat khawatir dengan persediaan air mereka yang kecil.
Ren melihat botol air dan mengakui bahwa Theresia benar. Jumlah sedikit itu tidak akan bisa mereka bagi rata. Dilain sisi, Anastasia yang juga pergi ke lautan membawa koper plastik yang terlihat berat.
Clarissa dengan semangat membukanya dan ternyata itu berisi banyak makanan dan minuman layak konsumsi.
“Kerja bagus, Anastasia! Dengan jumlah ini, aku yakin kita dapat bertahan seminggu, ahahaha!” Clarissa tertawa seperti ibu tiri yang jahat.
“Ya, nona Rissa! Aku ingat perkataan kapten kapal tentang koper yang berisikan makanan dan minuman. Aku mencarinya dan bersyukur ini masih bisa diselamatkan.” seru Anastasia dengan gembira.
“Itu bagus! Kita bisa ber—” perkataan Ren dipotong oleh Clarissa dengan tatapan tajamnya.
“Aku tidak akan pernah sudi berbagi makanan dengan sekumpulan udik seperti kalian! Lebih baik bagiku melihat kalian mati secara perlahan selama satu minggu ini, ahahaha!”
“Apa katamu?!” Zain naik pitam, tetapi Ren menghentikannya.
“Sudahlah, Zain. Setiap orang memiliki kebijakan masing-masing. Kita akan mengatasi masalah makanan dan air kita sendiri.”
“Tetapi, Ren. Hal itu terlalu—” Zain berhenti di tengah karena tahu bahwa Clarissa tidak berniat berkompromi lebih lanjut.
“Yeah, mari kembali ke topik. Mengenai air, aku pikir kita bisa mengatasinya sedikit. Berikan aku panci dan tutupnya.”
Ren mengambil panci di tangan Laura dan mengisi setengahnya dengan air laut. Dia meletakkan gelas kaca di tengahnya dan menutup panci, lalu membiarkannya terkena panasnya sinar matahari.
“Apa yang kau lakukan? Bukankah kamu sendiri yang mengatakan untuk tidak meminum air laut?” tanya Mirai dengan bingung.
Tidak satupun diantara mereka yang mengerti apa yang sedang dilakukan Ren. Ren mulai memejamkan mata dan melakukan posenya dengan bangga.
“This is a desalination! Sebuah cara mendapatkan air, dengan menguapkan air laut dan mengumpulkan uapnya di gelas yang aku letakan di dalam.”
Tentunya ada cara yang lebih mudah seperti mengambil air dari buah kelapa, memeras pelepah pisang dan yang rencananya akan dia lakukan, mencari sumber mata air. Namun untuk situasi saat ini, desalinasi solusi awal.
“Benar juga, itu memang ide brilian! Tetapi, bukankah akan memakan waktu lama untuk itu?” tanya Mirai yang memiringkan kepalanya.
“Memang benar, tetapi itu bergantung dengan seberapa panas matahari. Karena sekarang mungkin sekitar tengah hari, saat sore tiba setidaknya ada cukup banyak yang terkumpul. Karena hal itu, Theresia, maukah kamu menjaganya?”
“Ba-baiklah, serahkan saja padaku!” dia dengan antusias jongkok dan mengawasinya.
Pemandangan Theresia yang terlihat seperti anak kecil yang menantikan membuka hadiah menghangatkan hati mereka.
“Theresia memang paling imut jika ingin mengerjakan sesuatu.” ujar Mirai dengan gemas.
“Meskipun aku juga ingin melihatnya lebih lama, tapi kita tidak bisa berdiam diri saja. Mari kita kumpulkan semua sampah yang berserakan dan menyusunnya menjadi SOS besar di tepi pantai.”
Tidak ada satupun yang menolak usulan Ren. Semuanya kecuali Theresia yang mengawasi air, mulai memunguti sampah dan menyusunnya. Karena Clarissa dan Anastasia menolak bekerja sama, alhasil hanya mereka berempat yang melakukannya.
Waktu berlalu dengan cepat, angin dingin mulai menyapu pantai, bulan menggantikan matahari untuk menyinari langit. Mereka semua berbaring di pasir yang menjadi hangat saat malam. Mereka menggunakan sampah yang terdampar sebagai bantal.
“Langit yang indah. Ini kali pertama bagiku tidur di luar, ditemani bintang dan rembulan yang bersinar terang.”
Laura menatap langit dalam hening, matanya berkaca-kaca dan memantulkan sinar bintang dan rembulan melalui matanya.
“Kira-kira, berapa lama waktu yang akan kita habiskan di pulau ini? Dengan segala keterbatasannya, aku berpikir tidak akan pernah bisa bertahan lebih dari tiga hari.” ujar Mirai yang sama-sama menatap langit.
“Ya, beruntunglah ada seseorang seperti Ren di sini yang mengetahui cara-cara bertahan hidup. Terima kasih Ren, mau repot-repot melakukannya untuk kita semua.” ujar Zain dengan senyuman cerianya.
“Tidak juga. Justru aku yang berterima kasih kepada kalian, karena tanpa bantuan kalian, aku sendiri tidak merasa yakin bisa bertahan.”
Memiliki orang lain di sisinya adalah poin bagus untuk dipertimbangkan. Berbicara dan bertukar kata dengan orang lain dapat meringankan beban psikologis yang akan dia terima.
“Yeah, apapun itu, sebaiknya kita tetap bersama, melindungi satu sama lain dan keluar dari pulau ini dengan selamat.” ujar Laura dengan senyuman lembutnya.
“Sepertinya ini tidak akan menjadi hal mudah untuk dilalui, tetapi aku bersyukur bahwa tidak sendirian.” Theresia meneteskan sedikit air matanya, menggantikan kesedihan dengan senyuman.
Ren menatap langit, menemukan bintang terang di langit malam. Kebetulan dia menyukai bintang dan mempelajarinya, untuk bintang paling terang yang dia lihat namanya adalah ...
“Polaris, bintang di mana aku meletakkan mimpi, bintang yang bersinar terang di langit malam.” gumamnya dalam keheningan.
Mimpinya sejak kecil, menjadi orang hebat sampai namanya dikenal luas dan suatu saat dia akan mencari mereka, sesuatu yang sudah dia ingin cari semenjak kecil.
Namun sayang, sepertinya itu tidak akan terwujud dengan cepat, ya.
Setetes air mata jatuh, hanya setetes, namun berisikan seribu satu kesedihan akan mimpinya yang seakan menjauh perlahan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Karebet
👍👍👍👍
2022-05-18
0
Karebet
👍👍👍👍
2022-05-18
0
Karebet
👍👍👍👍
2022-05-18
0