Sudah hampir sebulan sejak kejadian itu. Hari itu Kaila kembali mencari sosok Alea. Berdasarkan informasi yang dia dapatkan dari rekan kerjanya, Rena. Alea tinggal di sebuah kontrakan tak jauh dari hotel. Namun, saat Kaila tiba disana ternyata gadis itu sudah pindah entah kemana.
Kaila benar-benar harus melupakan semuanya, dia harus ikhlas. Namun dia juga penasaran tentang kenapa Alea menjebaknya? Dan siapa madam Zee? Hanya itu yang ingin Kaila ketahui. Tapi sepertinya rasa penasarannya itu pun harus dia kubur dalam-dalam.
Kaila sudah kembali bekerja dengan normal di hotel pria yang sudah menodainya. Setiap hari gadis itu mengerjakan tugasnya dengan rajin. Merapikan dan membersihkan kamar demi menjaga kepuasan tamu. Dia juga sudah kembali menjadi dirinya sendiri, periang dan ramah terhadap tamu dan rekan kerjanya. Tapi dia masih perlu untuk selalu waspada. Jangan terlalu baik dan bersikap sewajarnya saja.
Siang ini, seperti biasa gadis itu selalu bergabung dengan rekan-rekan kerjanya saat waktu istirahat untuk makan siang tiba. Kaila juga selalu ikut dalam obrolan dan candaan mereka. Tapi saat ini berbeda, gadis itu lebih memilih diam, menyuap makanan ke dalam mulutnya sambil memperhatikan rekan kerjanya bercerita. Ada empat orang wanita. Dia tidak tertarik dengan topik yang sedang mereka bicarakan. Noah.
Malam itu, wajah pria itu memang buram, namun setelah Kaila mencari tahu, pria malam itu ternyata benar adalah CEO nya.
ʕ•ﻌ•ʔ
Silau cahaya matahari yang menerobos masuk melalui celah jendela kamar, mengganggu tidur Kaila yang terbaring nyaman di atas kasur dengan selimut biru pastel tebal menyelimuti tubuhnya. gadis itu mengeliat pelan saat sinar itu menyilaukan menembus retina matanya yang masih terpejam. Merubah posisi tidurnya membelakangi cahaya itu. Dia belum berniat untuk bangun, meskipun dia tahu hari ini dia harus bersiap untuk berangkat bekerja.
Tubuhnya terasa sangat berat untuk dia gerakkan, yang dia rasakan saat ini tubuhnya terasa panas di luar namun dingin di dalam. Kaila pun semakin menarik ke atas selimutnya, merapatkannya hingga menutupi seluruh badan. Dia kedinginan.
"Lila!!"
Seruan yang memanggil namanya itu terdengar samar dari luar kamar. Dia masih enggan untuk membuka matanya, rasanya masih seperti sedang bermimpi.
"Lila! Udah pagi Nak, apa kamu tidak bekerja?"
Sekali lagi Kaila mendengar ucapan itu, namun kali ini terdengar lebih nyata. Terpaksa gadis itu membuka matanya yang terpejam, namun pandangannya sedikit buram.
"Lila!!"
Mendengar kembali Budenya memanggil. Terpaksa dia harus bangun. Menyibak selimut yang menutupi tubuhnya
dan bangkit dari kasur yang nyaman.
"Iya, bude...."
Baru saja dia duduk ditepi ranjang, Kaila merasakan kepalanya sangat berat. Penglihatannya terasa berkeliling saat dia mengedarkan pandangannya di setiap sudut ruangan.
Meski begitu, gadis berparas rupawan bak malaikat itu memaksakan tubuhnya untuk berdiri. Tubuhnya terlihat sempoyongan saat berjalan ke arah pintu kamar, untuk membukanya.
Namun semakin dia bergerak, kepalanya semakin pusing. Badannya lemas dan perutnya sedikit mual.
"Lila, kok kamu buka pintunya lama sih? Kamu baru bangun?" Tanya bude ketika pintu kamar Lila akhirnya terbuka setelah wanita paruh baya itu berdiri beberapa menit di depan pintu kamar.
Bu Desi melihat keponakannnya seperti baru bangun tidur, tidak seperti biasanya Lila bangun terlambat seperti ini.
Namun Kaila bergeming. Alih-alih menjawab pertanyaan budenya. Gadis itu malah diam seperti menahan sesuatu. Rasanya dia ingin muntah saat itu juga. Kepalanya menjadi sangat berat, pandangannya semakin berputar. Dalam hitungan detik tubuhnya langsung melemas, tenaganya seperti terkuras habis.
Bude yang masih berdiri di depan Kaila, melihat gelagat aneh dari keponakannya itu. Tiba-tiba saja bude khawatir.
"Sayang, kenapa?"
Bukan sebuah jawaban yang bude dapatkan, melainkah tubuh Lila yang tiba-tiba saja ambruk tepat di hadapannya.
"Astaga, Lila."
ʕ•ﻌ•ʔ
Beberapa menit yang lalu, pakde tiba di rumah dengan membawa seorang mantri yang tinggal tidak jauh dari sekitar rumahnya.
Dengan raut wajah yang sangat cemas, pakde dan bude hanya berdiri di sisi ranjang Kaila. Mereka sangat khawatir dengan keadaan keponakannya itu, pasalnya baru pertama kali ini setelah Lila beranjak dewasa dia sakit. Gadis itu tidak pernah seperti ini sebelumnya, bahkan mereka baru menyadari sekarang jika ternyata tubuh keponakannya kesayangannya itu sudah sangat kurus.
Sementara Pak Mantri masih sibuk mengeluarkan beberapa peralatan dari dalam tas medisnya. Dia mengeluarkan stetoskop, memeriksa detak jantung wanita berwajah manis itu. Kemudian dia mengeliarkan alat pendeteksi tensi darah digital lalu memeriksa tekanan darahnya. Terakhir pria berjas putih itu meletakkan emoat jarinya di nadi Kaila. Memeriksa detak denyut nadi gadis itu dengan seksama. Setelah hampir sepuluh menit dia memeriksa dan memastikan. Kini Pria itu beranjak berdiri menghadap pada dua manusia paruh baya itu, untuk menjelaskan diagnosanya.
"Bagaimana, Pak? kondisi keponakan saya?" Bu Desi tampak tak sabar karena sudah sangat cemas.
"Tekanan darahnya rendah, detak jantunganya juga berdetak tidak normal, itu mungkin karena dia terlalu kelelahan dan kekurangan gizi. Jadi saran saya, untuk beberapa bulan ke depan, jangan biarkan dia kelelahan dan perhatikan makanan bergizi untuk kesehatannya dan juga janin yang ada di dalam kandungannya."
JEDAAAARRR!!!
Pakde tercengang, sementara bude seketika melemah saat mereka mendengar pernyataan sang mantri yang mengatakan jika Kaila sedang hamil. Otak mereka seketika lumpuh, menolak pernyataan itu.
"Ha-hamil, pak?" Bu Desi berucap dengan terbata-bata.
"Ini hanya diagnosa awal saya saja bu. Untuk lebih jelasnya dan hasilnya lebih akurat lagi, kalian bisa membawanya ke dokter obygin untuk pemeriksaan yang lebih mendetail lagi." jelas pak mantri.
Dada Bu Desi sesak, tubuhnya seketika ambruk ke lantai. Dia masih belum bisa menerima apa yang baru saja pria itu katakan. Air matanya pun menetes menatap Kaila yang masih terbaring dengan matanya yang terpejam. Dia tidak menyangka keponakannya yang dia didik menjadi wanita terhormat malah hamil di luar nikah.
Pria yang berprofesi sebagai mantri itu pun menatap Bu Desi dengan bingung. Kenapa wanita itu menangis saat anaknya hamil, apa karena terlalu bahagia atau karena gadis ini hamil di liar nikah. Entahlah.
Pria itu menatap wajah pucat Kaila yang terlihat sangat menenangkan itu, dia jadi tidak yakin jika gadis ini hamil tanpa suami.
Sementara Pak Mukhlis sejak tadi hanya mengeraskan kepalan tangannya. Marah. Malu. Kecewa dan Sedih itulah yang pria paruh baya itu rasakan saat ini.
"Baiklah, kalau begitu saya permisi untuk pulang." Pak mantri yang baru saja selesai mengepak peralatan medisnya pun berpamitan.
"Saya akan mengantar anda," cetus Pak Mukhlis setelah sadar dari pikiran marahnya.
"Baiklah."
Pak Mantri pun beranjak keluar dari kamar Kaila. Pak Mukhlis terlihat mengelus pundak istrinya yang masih terduduk di lantai lalu berjalan keluar mengikuti pak Mantri.
"Jawab Lila!!!"
Teriakan Pak Muklis menggelegar di dalam ruangan, kamar Kaila. Emosinya memuncak, dia benar-benar marah dan sangat kecewa pada Kaila.
Dia sudah bertanya dengan lembut tentang siapa yang sudah melakukannya pada Kaila, tapi gadis itu hanya diam saja membuat Pak Mukhlis kehilangan kesabarannya.
"Sabar pak. Diagnosa pak Yoga juga belum pasti, apakah Kaila benar hamil atau tidak? Bisa saja diagnosanya salah."
"Lalu bagaimana kalau ternyata itu benar bu. Kita bisa malu. Sangat malu... Bagaimana mungkin, gadis yang terlihat sangat polos dan lugu ternyata...." Rahang pak Mukhlis terkatup kuat, giginya bergelematuk marah. Sungguh dia tidak bisa lagi mengatakan apa-apa saat ini, dia sangat kecewa.
"Kita ke rumah sakit besok. Kalau ternyata kamu hamil. Beritahu pakde siapa laki-laki yang sudah menghamilimu." Pakde pun melangkah besar meninggalkan kamar Lila lalu menutup pintu kamar dengan kasar.
BRAKKK...
Bu Desi yang masih berdiri di sisi ranjang Kaila pun terkejut lalu menggelengkan kepalanya. Dia sangat mengenal bagaimana watak suaminya ketika sedang marah, emosinya tak terkendalikan.
Wanita paruh baya itu lalu beralih menatap Kaila yang terbaring di kasur seperti mayat hidup. Tatapannya kosong menatap langit-langit kamar, air matanya terus mengalir di sudut matanya.
Beberapa menit yang lalu setelah gadis itu sadar dari pingsannya, dia sangat syok saat mendengar pernyataan pakde dan budenya yang mengatakan jika dia tengah berbadan dua. Pantas saja bulan lalu dia tidak menstruasi. Kaila fikir siklus datang bulannya berubah, ternyata dia berisi. Sungguh cobaan yang sangat berat. Dia sudah bisa menerima kesuciannya direnggut secara tidak adil oleh pria itu. Dia ikhlas, berusaha untuk melupakan setiap kejadian menjijikkan itu dan ketika dia sudah merasa baik-baik saja, kenapa masalah baru datang lagi? Kenapa dia harus mengandung anak dari pria itu?
Masalah kesucian yang sudah hilang, itu akan menjadi aib yang bisa dia simpan seorang sendiri, tapi hamil? Masalah ini bukan hanya berdampak pada dirinya adalah tapi juga pada keluarganya.
Pakde dan Budenya akan sangat malu, jika orang lain mengetahui dirinya tengah hamil tanpa suami. Mereka akan di hina dan dicerca karena dirinya.
"Sayang." Bude mengusap air mata yang terus mengalir di sudut mata Kaila.
"Diagnosa Pak Mantri belum tentu benar, kita tunggu sampai besok. Besok kita ke rumah sakit untuk mengecek kebenarannya dan bude percaya sama kamu. Kamu gadis baik-baik, kamu tidak mungkin melakukan hal seperti itu, di luar ikatan yang belum sah." Bude mengelus tangan Kaila, bermaksud menenangkan gadis itu, meski pada kenyataannya hatinya juga ragu, pasalnya selama beberapa waktu belakangan ini, dia melihat perubahan pada tubuh gadis itu.
"Tidurlah lagi, Nak. Berhentilah menangis, kamu itu masih sakit."
Bu Desi menepuk pelan lengan Kaila, lalu beranjak. wanita itu meninggalkan kamar Kaila tanpa menoleh sedikitpun ke arah gadis itu.
Kaila menangis sejadi-jadinya. Menumpahkan rasa sakit hatinya melalui air mata. Dia benar-benar marah pada takdirnya yang selalu saja mencoba mempermainkannya. Kenapa dia selalu saja bernasib menyedihkan seperti ini. Dia sudah menderita hidup tanpa orang tua, menumpang hidup dengan orang lain tidaklah mudah, dia harus tahu diri.
Tinggal bersama orang lain tidak seleluasa saat bersama orang tua. Dia harus menjadi wanita yang mandiri, segala keperluan dan kebutuhannya saat dia sekolah pun dia tanggung sendiri, dia tidak ingin menyusahkan pakde dan budenya yang kesulitan dalam ekonomi. Saat berkuliah, gadis itu harus berusaha sendiri dengan mengandalkan otaknya untuk mendapat beasiswa hingga dia lulus dan akhirnya mendapat pekerjaan.
Dia punya prinsip, tidak ingin menyusahkan orang terdekatnya terutama pakde dan budenya yang sudah mengurusnya, menggantikan orang tuanya merawat dan menyayanginya, memberinya rumah untuk dia bernaung, memberinya makan untuk dia bertahan hidup.
Dia merasa seperti anak yang tidak tahu diri sekarang, kedua orang tua itu sudah berjasa dalam hidupnya. Kaila ingin sekali membalas kebaikan mereka dengan membahagiakan dan membantu perekonomian mereka, namun yang terjadi sekarang, dia malah menambah penderitaan dan beban pada mereka. Dia hamil tanpa suami, ini seperti melempar kotoran ke wajah pakde dan budenya. Sangat tidak tau diri.
Kaila terus menangis terisak, tanpa suara. Sungguh dia sangat lelah, selama ini dia sudah menjadi wanita yang baik-baik. Tapi kenapa seolah takdir sangat menghinakannya. Kesuciannya di renggut dan sekarang dia harus mengandung anak dari pria yang memperkosanya. Dia harus bagaimana sekarang? Pakde dan budenya sudah sangat kecewa padanya.
Kaila semakin terisak, bulir demi bulir mengalir deras hingga dia kelelahan. Air matanya mulai berhenti seiring dengan tatapannya yang mulai sayu. Terdengar isakan kecil saat mata gadis itu perlahan mulai terpejam. Dia menangis hingga larut malam.
ʕ•ﻌ•ʔ
"Katakan sekarang juga!!!"
Pakde kembali mengangkat suaranya dengan keras di ruang tengah rumahnya, sekembalinya mereka dari rumah sakit satu jam yang lalu. Pria paruh baya itu sudah sangat marah, ketika mengetahui hasil pemeriksaan ternyata positif.
Wajahnya merah padam, tatapannya tajam menatap Kaila yang terduduk menunduk di kursi kayu di ruang tengah itu. Air matanya tak terbendung lagi.
Dia sangat ingin mengatakan siapa pria yang sudah menghamilinya, tapi dia merasa semuanya percuma saja jika dia melakukannya, terlebih dirinya di jebak oleh rekan kerjanya. Kaila sangat yakin, jika Alea sudah mendapat bayaran yang setimpal atas kesuciannya. Jadi, meskipun dia menuntut pertanggungjawaban pun percuma, pria itu berada di kasta yang tinggi, memiliki kekuasaan yang sangat besar sementara posisinya dirinya berada di kasta paling bawah. Dia sadar diri.
"Jawab!!!"
Tubuh Kaila tersentak saat suara pakdenya semakin meninggi.
"Maafkan Lila pakde, hiks," lirih Kaila.
"Tidak perlu meminta maaf Lila, kami hanya butuh pengakuan kamu tentang siapa pria itu." Bu Desi ikut bersuara dengan suara datarnya.
"Dia tidak akan mau bertanggung jawab. Lila di jebak, pria itu pasti sudah memberi bayaran yang sangat mahal pada orang yang menjebak Lila. Setelah dia menghabiskan uang sebanyak-banyaknya, sangat rugi jika dia menikah dengan Lila yang miskin ini. hiks."
"Apa dia pria kaya?"
Kaila mengangguk lemah.
"Siapa yang menjebakmu?" Tanya Pakde.
"Alea. Rekan kerja Lila."
"Apa!!! Dia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya ini, beritahu pakde alamat rumahnya." Pakde beranjak dari duduknya dengan tangan terkepal kuat.
"Percuma pakde, dia sudah pergi. Aku sudah mencoba mencari dia." Kaila menggeleng, "dia sudah melarikan diri."
Suasana hening, hanya deru nafas yang tidak beraturan dari Pak Mukhlis dan isakan tangis Kaila yang terdengar.
"Gugurkan kandungan itu."
Kaila mengangkat wajahnya, menatap pakdenya, panik. "Apa maksud pakde?"
"Sudah jelas. Pria itu tidak ingin bertanggung jawab, jadi untuk apa kamu mempertahankan anak haram itu."
Hati Kaila terluka mendengar ucapan pakdenya yang mengatakan anak yang dikandungannya itu adalah anak haram. Ada rasa tidak suka saat mendengar penghinaan dan itu membuat rasa protektif dalam diri Kaila muncul. Dia menginginkan anaknya, dia ingin melindungi dan membesarkan anaknya. Terlebih saat Kaila kembali teringat dengan perkataan dokter yang mengatakan 'terlebih lagi ada kemungkinan ibu mengandung tiga bayi'. Dia sudah hidup sendiri tanpa keluarga, lagipula hidupnya sekarang sudah hancur meskipun dia menggugurkan bayi ini, dia akan tetap hancur. Jadi sekalian saja dia semakin hancur.
"Nggak!" Kaila beranjak dari duduknya, bersuara lantang.
"Aku tidak akanenggugurkan bayi ini. Dia anak aku. Dia bukan anak haram. Jika dia tidak punya ayah, setidaknya dia memiliki seorang ibu yang bertanggung jawab. Jika aku membunuh anak yang tidak berdosa ini lalu apa bedanya aku dengan ayahnya yang brengsek."
Pasangan suami istri itu tampak terkejut dengan keputusan Kaila.
"Jangan bodoh Lila, tetangga akan tahu kondisi kamu jika kamu mempertahankan anak itu!" Kesal Bu Desi.
"Dan kami yang akan malu." Tambah Pak Mukhlis.
"Lila tidak akan membesarkan anak Lila disini, tapi di tempat lain. Di tempat yang sangat jauh, hingga kalian tidak akan malu." Tandas Kaila.
Gadis itu pun berlari menaiki tangga dengan perasaan yang sangat hancur. Dia berharap keputusannya ini tidaklah salah. Dia sudah kehilangan ayah dan ibunya, sekarang dia tidak ingin kehilangan ketiga anaknya.
Kaila mengusap air matanya dengan kasar lalu masuk ke dalam kamar, menguncinya rapat-rapat lalu menghempaskan tubuhnya ke kasur, meringkuk dan kembali menangis.
...Happy Reading❤...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Diana Hayani
apa artinya triple twins ?
kl kembar dua disebut twins..
kembar tiga disebut triplet...
jangan di gabung jd rancu artinya..
2023-03-03
0
Bunda Lope Attartila
Karena uang bs merubah seseorang. . Sahabat ? ?
2021-09-09
0
° 。☬R▼ェzel_Yuichi 🗡️
fau fer dan far ini nama kenapa ginibamat ya
2021-09-06
0