5 ( Akan Gugat Cerai )

Ghaliza mengerjapkan mata saat cahaya matahari masuk melalui celah gorden jendela di kamarnya. Karena sedang kedatangan tamu bulanan, maka Ghaliza sengaja bangun agak siang. Setelah melihat jam di dinding kamarnya menunjukkan angka enam lewat sepuluh menit, Ghaliza pun bergegas mandi dan bersiap pergi ke sekolah.

Sejak menjadi wali kelas, tugas Ghaliza memang bertambah. Ia harus memperhatikan semua siswa di kelas 8E dan bertanya pada setiap guru mata pelajaran yang mengajar di kelas tersebut tentang kemajuan siswanya. Namun Ghaliza menjalaninya dengan senang hati. Selain gajinya bertambah, Ghaliza juga bisa makin dekat dengan siswanya.

Bulan ini adalah bulan ketiga dia menjadi wali kelas artinya sudah tiga bulan pula Ghaliza menyandang status sebagai istri.

Saat tiba di sekolah terlihat kesibukan yang tak biasa. Rupanya para guru sedang mempersiapkan diri untuk membagikan raport bayangan pada para siswa. Ghaliza memang sudah mempersiapkan semuanya. Jika kelas lain menghendaki raport bayangan diambil oleh orangtua siswa, Ghaliza memilih pendekatan persuasif kepada para siswanya.

" Ibu akan langsung membagikan raport bayangan kepada Kalian. Ibu harap Kalian bisa memperbaiki diri setelah ini. Ibu ga mau Kalian mendapat tekanan dari orangtua Kalian untuk melakukannya. Jadi yang nilainya masih kurang, ayo semangat memperbaiki diri. Untuk yang nilainya sudah baik, pertahankan kalo perlu tingkatkan. Kita bersaing sehat dengan kelas lainnya untuk mendapat nilai yang memuaskan. Bagaimana...?" tanya Ghaliza sambil berdiri di depan kelas.

Semua siswa kelas 8E nampak saling menatap. Mereka mengangguk dan setuju dengan cara yang ditawarkan oleh Ghaliza.

" Baik Bu, setuju...!" sahut siswa bersahutan.

Ghaliza tersenyum mendengar jawaban muridnya. Lalu Ghaliza mulai membagikan raport bayangan satu per satu. Ghaliza senang karena bisa memberitahu siswa secara personal, mata pelajaran apa saja yang perlu ditingkatkan. Semua siswa nampak puas karena tak harus menghadapi omelan dari orangtua mereka saat melihat nilai mereka yang rendah.

Di lantai dasar terlihat beberapa orangtua murid sedang memarahi anaknya. Mereka tak puas dan kecewa dengan nilai yang diperoleh sang anak. Sebagian orangtua malu karena mendapat 'teguran' dari wali kelas anaknya.

" Untung Wali kelas Kita ga kaya gitu ya. Kita selamat karena ga harus dimarahin di depan umum. Kan malu banget rasanya...," kata seorang siswi sambil tersenyum.

" Iya. Untung banget Bu Ghaliza jadi Wali kelas Kita ya. Mana orangnya asyik banget, seru...!" kata siswa lainnya.

Obrolan para siswa terdengar oleh Raja yang kebetulan baru saja tiba di sekolah. Ia sengaja datang untuk melihat perkembangan belajar mengajar di sekolah. Raja nampak tersenyum tipis mendengar pujian para siswa untuk Ghaliza yang notabene adalah istrinya itu.

Hengki sedikit terkejut melihat kehadiran Raja. Karena sudah lama Raja tak menampakkan diri di sekolah itu.

" Mari silakan duduk Pak...," kata Hengki.

" Ada apa hari ini, kok Saya liat banyak orangtua murid di luar sana...?" tanya Raja.

" Pembagian raport bayangan Pak...," sahut Hengki cepat.

" Oh ya. Kalo gitu Saya ingin semua Wali kelas melaporkan perkembangan siswa hari ini...," kata Raja tiba-tiba.

" Baik Pak. Saya umumkan di grup dulu biar para Wali kelas berkumpul di ruang rapat nanti...," sahut Hengki yang diangguki Raja.

Saat membaca pesan di grup sekolah, Ghaliza nampak berdecak sebal. Selama ini Ghaliza bersyukur karena tak harus bertemu langsung dengan Raja. Namun saat seperti ini tak mungkin ia hindari.

" Kalo boleh milih mending kabur aja deh. Tapi dia kan pemilik sekolahan, wajar kalo minta laporan perkembangan siswa yang sekolah di sini kan. Mudah-mudahan dia udah ga masalahin soal tamparan waktu itu...," batin Ghaliza sambil merapikan mejanya.

\=====

Dan kini semua wali kelas dari kelas 7 hingga 9 nampak berkumpul di ruang rapat. Ada 15 orang wali kelas yang hadir beserta Hengki dan Raja.

Aura dingin terasa menghimpit saat kedua mata Raja menatap satu persatu guru di depannya. Tak ada senyum manis di sana. Suasana seperti itu membuat Ghaliza tak nyaman.

" Gapapa Bu Ghaliz, ga usah tegang. Buat Kita kaya gini mah udah biasa. Emang terkesan formil banget, tapi sebenernya Pak Raja itu baik kok. Cuma emang agak kaku aja orangnya...," bisik Tiwi yang diangguki Ghaliza.

Raja mendengarkan laporan para wali kelas dengan seksama. Tentang kendala yang mereka hadapi dan solusi yang mereka berikan. Saat tiba giliran Ghaliza, semua nampak menatap kearahnya dan berharap Ghaliza akan menceritakan kesulitannya menghadapi siswa kelas 8E yang terkenal rusuh itu.

" Ibu Ghaliza...," panggil Hengki.

" Iya Pak...," sahut Ghaliza.

" Apa Ibu ga akan mengatakan kesulitan atau kendala yang dihadapi saat mengajar siswa kelas 8E. Apalagi setau Saya Bu Ghaliza ga mengundang Wali murid untuk datang mengambil raport bayangan mereka. Kenapa Bu...?" tanya Hengki.

" Mmm, mohon maaf sebelumnya Pak Hengki. Saya ga menemui banyak kesulitan saat menjadi Wali kelas 8E. Hanya sedikit dan itu wajar kok. Tentang pembagian raport bayangan, Saya memilih memberikannya pada siswa langsung dengan berbagai pertimbangan. Saya yakin akhir semester satu nilai mereka akan meningkat...," sahut Ghaliza mantap.

" Ga bisa gitu dong Bu Ghaliz. Itu di luar kebiasaan Kita. Orangtua siswa harus tau dan itu kewajiban Kita memberitau tentang perkembangan Anak mereka yang dititipkan di sini...," kata Anton tak suka.

" Saya tetap akan memberitau itu, tapi nanti saat pembagian raport semester satu. Apa itu salah Pak Anton...?" tanya Ghaliza sambil menatap Anton.

Raja melihat interaksi Ghaliza dan Anton yang terlihat tak bersahabat itu. Raja pun berusaha melerai dengan mengakhiri rapat itu.

" Cukup. Bu Ghaliza, Anda temui Saya usai rapat ini. Sekarang silakan Bapak dan Ibu membubarkan diri. Terima kasih atas kerja kerasnya. Bonus untuk Anda akan Saya kirim nanti...," kata Raja sambil tersenyum.

" Baik, terima kasih Pak Raja...," sahut para guru lalu segera keluar dari ruang rapat.

Hanya tinggal Raja dan Ghaliza di ruangan itu. Raja menatap tajam kearah Ghaliza yang nampak sedikit gugup. Diam-diam Raja mengagumi penampilan Ghaliza hari itu. Mengenakan out fit setelan celana panjang dan blazer warna biru langit dengan blouse warna putih, membuat penampilan Ghaliza terlihat elegan.

" Apa kabar Bu Ghaliza...?" sapa Raja sambil tersenyum.

" Alhamdulillah baik Pak. Maaf soal tadi, Saya bisa jelaskan...," kata Ghaliza.

" Gapapa Bu, Saya mengerti cara berpikir Anda. Setiap Wali kelas punya wewenang khusus bagaimana cara menangani siswanya. Dan mungkin cara itu lebih tepat untuk siswa kelas 8E. Bukan begitu Bu Ghaliza...?" tanya Raja dengan tatapannya yang mengintimidasi.

" I, iya Pak. Maaf, jika sudah tak ada lagi yang harus dibicarakan, Saya permisi dulu...," kata Ghaliza gugup.

" Kenapa buru-buru. Apa Saya sangat menakutkan untuk Anda Bu Ghaliza...?" tanya Raja tak suka.

" Bukan begitu. Maafkan Saya Pak Raja. Mungkin ini bukan saat yang tepat, tapi Saya harus bilang kalo Saya sudah menikah dan ga layak berduaan dengan pria lain di luar konteks pekerjaan Pak...," sahut Ghaliza sambil mengangkat telapak tangannya ke depan wajahnya untuk memperlihatkan cincin pernikahan yang melingkar di jari manisnya.

Sesaat Raja nampak terkejut, namun kemudian ia tersenyum.

" Jadi data yang Saya terima tentang Anda beberapa bulan yang lalu itu salah Bu Ghaliza...?" tanya Raja.

" Mmm, itu. Saya menikah tiga bulan lalu Pak. Tidak ada perayaan karena hanya keluarga inti yang hadir. Jadi maaf, Saya tidak mengundang Bapak dan rekan guru lain ke pernikahan Saya. Dan rekan guru lain pun hanya tau jika Saya bertunangan dengan seorang pria...," sahut Ghaliza sambil menundukkan wajahnya.

Ghaliza nampak menggigit bibirnya. Air mata hampir jatuh saat mengenang proses pernikahannya yang tak lazim itu. Namun Ghaliza berusaha tegar.

" Apa pernikahan Anda baik-baik saja. Apa Anda bahagia dengan pernikahan Anda. Jika tidak...," ucapan Raja menggantung saat Ghaliza memotong cepat.

" Pernikahan Saya adalah urusan pribadi Saya dan ga ada hubungannya dengan pekerjaan Saya. Bahagia atau tidak itu bukan urusan Bapak. Jadi Saya mohon Bapak bisa menghargai itu. Permisi...," kata Ghaliza lalu bergegas keluar dari ruangan itu sambil mengusap titik air di sudut matanya.

Raja nampak mengepalkan tangannya. Ia marah pada dirinya sendiri karena telah membuat istrinya menangis.

" Maafkan Aku Ghaliza. Aku tau, pasti berat menjalani pernikahan seperti ini. Tapi percayalah, Aku akan membuatmu bahagia nanti. Bersabarlah sedikit lagi Istriku Sayang...," kata Raja sambil menatap kepergian Ghaliza.

Sementara itu Ghaliza kembali ke ruang guru. Tak ada seorang pun di sana karena semua guru sudah pulang ke rumah masing-masing. Ghaliza duduk di kursinya lalu menundukkan wajahnya. Ghaliza menangis.

" Breng*ek. Kenapa dia harus tanya soal itu. Apa haknya tanya kaya gitu. Aku memang cuma Istri di atas kertas. Bod*hnya Aku kalo berharap Suamiku datang dan menghiburku di saat seperti ini...\," batin Ghaliza sambil terisak.

Tiba-tiba pintu diketuk. Seorang security berdiri di ambang pintu sambil memberikan sebuah bingkisan kepada Ghaliza.

" Ini ada paket untuk Ibu. Saya terima barusan di depan...," kata security.

" Untuk Saya, terima kasih Pak...," kata Ghaliza.

" Sama-sama Bu...," sahut sang security sambil berlalu.

Ghaliza membuka paket itu dan tercengang. Ada sebuah gelang cantik di sana dan sebuah kartu ucapan. Ghaliza membaca tulisan yang tertera di kartu itu.

" Gelang cantik untuk Istri cantikku. Maaf, jika membuatmu kecewa. Bersabarlah sedikit lagi. Aku pasti datang untuk menjemputmu. Terima kasih telah menjaga diri untukku...,"

Ghaliza pun kembali menangis usai membaca tulisan di kartu itu. Ghaliza merasa jika suaminya sedang menghiburnya dengan hadiah itu. Tanpa ia sadari, Raja berdiri di balik pintu sambil memejamkan mata saat mendengar isak tangisnya.

Setelah puas menangis, Ghaliza bersiap untuk pulang. Ia mengenakan gelang itu di tangannya sambil tersenyum.

" Aku akan bersabar untukmu Suamiku...," gumam Ghaliza lalu melangkah keluar dari ruang guru.

Dari kejauhan Raja mengantar kepergian Ghaliza dengan senyum di wajahnya karena melihat Ghaliza mengenakan gelang pemberiannya tadi.

\=====

Ghaliza sedang berbaring di atas tempat tidurnya sambil menatap gelang pemberian suaminya. Ia tersenyum, meski pun wajahnya basah dengan air mata.

" Aku ga tau kenapa Kamu lakukan ini. Tapi Aku percaya Abah dan Ummi ga mungkin salah memilih. Kenapa harus seperti ini jalan cerita pernikahan Kita. Aku bahkan ga tau harus memanggilmu apa. Namamu aja Aku ga tau...," gumam Ghaliza.

Ghaliza mencoba bertanya pada kedua orangtuanya tentang jati diri suaminya. Namun Harun dan Suci berusaha menutupi jati diri menantunya itu.

" Kalo Abah sama Ummi ga kasih tau, Aku bakal gugat cerai ke Pengadilan Agama dengan dalih Aku diabaikan oleh Suamiku selama tiga bulan...!" ancam Ghaliza hingga membuat kedua orangtuanya terkejut.

Mereka bertiga saling menatap tanpa bicara sepatah kata pun. Harun dan Suci tampak bingung mendengar ancaman Ghaliza. Satu sisi ingin jujur tapi mereka juga tak ingin Ghaliza celaka seperti pesan Raja.

bersambung

Terpopuler

Comments

May Yadi

May Yadi

apa nya yg gx sesuai norma? rukun nikah sah klo ada 5 syarat

2021-08-19

1

Asih Yusneni

Asih Yusneni

so sweet banget tau cerita yg ini👍👍👍

2021-08-18

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!