Parish duduk di bangku taman kampus sambil membaca buku ketiga salah satu dari delapan buku yang dipinjamnya di perpustakaan beberapa hari lalu. Dua buku dapat dia selesaikan dalam waktu tiga hari. Sangat singkat untuk ukuran ketebalan buku yang menurut Starla sahabatnya bisa dipakai untuk melempar mangga. Parish masih bisa membayangkan bagaimana puasnya Starla bilang begitu.
Dua buku dapat selesai dengan cepat karena di rumah dia berlaku sok sibuk, selesai makan malam dia langsung pamit ke kamarnya. Padahal biasanya mereka bertiga bercerita dulu di ruang keluarga sambil Ayah ngeteh, dia dan Spanish menikmati secangkir coklat hangat favorit mereka.
Hal itu dia lakukan karena malas membahas tentang rencana pernikahan Ayahnya dan tante Jade. Entah kenapa kalau rencana itu mulai dibicarakan oleh Ayahnya atau siapapun, ada sesak dalam dadanya. Yang membuatnya ingin pergi. Tapi tidak bisa. Mengharuskan dia menghadapi situasi itu.
*
"hey gadis berponi kutu bukuku" Starla menarik rambut Parish lalu tersenyum manis di depannya.
"sakit tauuuu" Parish jutek.
Sahabatnya itu hanya tertawa melihatnya.
"ayo kita pergi" ajak Starla.
"kemana ?" tanya Parish tanpa melihat Starla, tatapannya fokus pada bukunya.
Starla heran. Bagaimana bisa sahabatnya itu melupakan hal ini. Dia selalu bersemangat untuk hal ini.
"kenapa ?" lanjut Parish memandang Starla.
"yakin kamu lupa ?" tanya Starla.
Parish mengerutkan dahi. Ada apa, pikirnya.
"sore ini pertandingan Meteor lawan kampus sebelah" jelas Starla.
Astaga... pikir Parish dalam hati. Dia lupa. Tapi, untuk apa juga dia ada disana. Toh Marsha sudah tidak bisa termiliki. Mereka akan jadi saudara. Hari-harinya akan ada Marsha tapi bukan seperti yang dia harapkan.
"hey.. kenapa ?" tanya Starla.
Parish menggeleng lemah.
"aku tidak enak badan. Aku duluan" katanya seraya berlalu meninggalkan Starla di taman yang masih memandangnya heran.
*
Parish pulang kerumah naik taksi. Tobby, penjaga pintu rumahnya heran sewaktu membuka pagar.
"nona kenapa pulang sendiri ?" tanyanya.
Parish hanya tersenyum. Rome, penjaga pintu patner Tobby pun bergegas mendekat. Sepertinya dia dari membuat kopi. Hal itu dapat terlihat dari dua gelas kopi di tangannya. Dia seolah ingin menanyakan pertanyaan yang sama tapi begitu melihat Tobby tidak direspon, dia menggurungkan niatnya.
"aku masuk dulu kak" ucap Parish sopan.
Kedua penjaga pintu yang merangkap keamanan rumahnya pun tersenyum maklum. Mereka menyingkir membiarkan nonanya lewat.
Rumah Parish mempunyai halaman yang luas dengan kolam air mancur di tengahnya. Dari tempat Parish berdiri, disebelah kirinya ada garasi. Sebuah mobil keluarga yang sering mengantar jemput dirinya terlihat disana. Sebelah kanan dari tempat dia berdiri, terdapat Gazebo untuk bersantai. Biasanya dia dan Spanish sering mencuri keluar tengah malam untuk melihat bintang-bintang. Kadang Parish berpikir, mungkin itu yang membuat dia dan Starla bisa dekat dan akrab sebagai sahabat karena Parish suka bintang. Nama Starla memiliki arti bintang.
"aku pulang" seru Parish membuka pintu rumah.
Dengan langkah buru-buru auncle Tom menghampirinya, "kenapa nona tidak telfon. Auncle bisa jemput"
"tidak apa auncle, aku saja yang tiba-tiba ingin cepat pulang" jawab Parish seraya menaiki anak tangga yg berada beberapa langkah di depan pintu utama.
"tapi nona, bukannya hari ini Spanish ada pertandingan. Biasanya nona ada disana" ujar auncle Tom.
Parish mendesah. Biasanya, kata itu lagi. Iya biasanya dia selalu ada disana tapi sekarang untuk apa berlaku seperti biasanya.
Kadang Parish juga heran. Kenapa dia bersikap begini. Dia mengharapkan Marsha tapi dia tidak ingin Marsha tau. Dia berharap rasa itu datang sendiri pada Marsha.
"tapi bagaimana Marsha bisa ada rasa kalo kamu tidak menunjukkan. Hanya melihat dia dari jauh. Gak berani negur" ujar Starla komplain sewaktu dia tau kalo Parish diam-diam suka pada Marsha, kakak tingkat, salah satu mahasiswa terbaik dalam bidang akademik dan juga salah satu pemain sepakbola terfavorit di kampusnya.
"ya dia bisa liat aku datang ke pertandingan. Aku cukup liat dia saja" sahut Parish pendek.
"ya bisa saja dia berpikir kamu ada disana karena ada kak Spanish. Bukan karena dia. Ya walaupun karena dua-duanya" balas Starla lagi.
Parish mendesah. Starla benar. Tapi sebagai cewek, dia tidak mau menunjukkan terlalu over.
"nona sudah makan ?" tanya aunty Lesly yang baru datang dari arah dapur.
"iya aunty, jangan khawatir" ujar Parish seraya terus menaiki tangga menuju kamarnya.
Sepasang suami istri yang sudah bekerja bertahun-tahun di rumah keluarga Mc. Millan itu hanya saling pandang. Mereka merasa beberapa hari ini ada yang berbeda dengan nonanya. Tapi mereka tidak bisa bertanya lebih jauh. Mereka tahu batasan mereka. Biasanya Parish akan bercerita sendiri. Orang tua Tobby dan Rome itu pun beranjak kembali ke dapur.
*
Parish membanting diri di tempat tidurnya, setelah melepaskan tasnya di lantai. Di kepalanya terus terngiang pertandingan Meteorclub melawan team dari kampus sebelah. Pasti seru, karena bisa di bilang dari dulu mereka saingan berat dalam meraih kemenangan Juara Sepabola Kota RedRose.
Membayangkan hal itu membuat Parish jadi terbawa pada masa-masa pertama kali bertemu Marsha. Cowok yang menghiasi mimpi indahnya.
*
Parish menginjakkan kaki di kampus ternama RedRose. Dia mengarahkan pandangan kearah penjuru kampus.
Ruang pembekalan dimana ya. Gumamnya dalam hati.
Tidak ada siapa-siapa.
Hmmm seharusnya dia menerima tawaran Spanish untuk menemaninya pembekalan. Sebagai Maba dia belum tahu suasana kampus.
Dulu pertama kali kesini, dia masih SMP. Saat itu dia menemani Ayahnya mengikuti pertemuan Dewan Kampus. Waktu itu mereka belum lama kehilangan Ibu. Dan Ayahnya masih minta untuk ditemani putri kesayangannya kemana-mana.
Parish merogoh kantongnya hendak mengambil ponsel. Dia ingin menghubungi Spanish. Tapi benda mungil itu tidak ada. Dia lalu mencari di dalam tasnya. Lalu... dia menepuk jidat, tanda melupakan sesuatu.
"peraturan pembekalan melarang membawa ponsel" katanya.
Dia mulai berpikir sudah lima menit telat dari jadwal di surat edaran. Nanti dia bisa di hukum. Parish sudah ngeri membayangkan di hukum di depan orang banyak yang mungkin hanya beberapa yang dia kenal karena satu SMA.
"kamu sedang apa disini ?" tanya seseorang.
Parish menoleh. Cowok tinggi, tegap, atletis, dengan mata coklat indah bersinar berdiri di depannya. Untuk beberapa saat, Parish merasa dunianya seraya di penuhi kelopak bunga yang berguguran di pagi hari, lalu berganti dengan balon warna warni yang terbang ke langit senja, lalu berganti lagi dengan lampu warna warni menghiasi malam seperti kelip bintang.
"hey" cowok itu membuyarkan khayalan Parish.
"maaf, aku Maba. Ruang pembekalan dimana ?" tanya Parish.
"dari sini naik tangga itu trus ke lantai dua. Ada ruangan besar dengan dua pintu tertulis aula. itu ruangannya" kata cowok itu seraya menunjuk menjelaskan.
Parish mengangguk mengerti. Tapi pandangannya tetap mengarah ke cowok itu bukan ke arah yang di tunjuk si cowok.
"ayo aku antar" cowok itu menarik tangan Parish.
Parish mengikuti saja kemana cowok itu membawanya.
*
Mereka sampai di depan ruang aula.
"kamu sudah terlambat. Pasti kamu di hukum" ucap cowok itu.
Parish mengangguk. Hal itu yang dia takutkan sampai bangun sejam lebih awal dari biasanya, dandan tetap biasa saja karena dia memang tidak suka dandan yang bagaimana-bagaimana, sarapan buru-buru, bahkan sampai menyuruh auncle Tom untuk lebih cepat, sangat cepat dari biasanya.
Tiba-tiba pintu ruang aula di buka dari dalam. Cowok tinggi, hampir samalah tinggi dan perawakannya dengan cowok di sebelahnya.
"kamu Parish Mc. Millan ?" tanyanya.
Parish mengangguk.
"aku baru saja mau cari kamu. Spanish tadi menanyakan kamu, aku cek di daftar hadir tapi kamu belum datang" jelasnya. Sepertinya dia panitia orientasi.
"maaf kak, aku tidak tau ruangannya. Untung ketemu kakak ini" ucap Parish.
Cowok itu memandang Marsha.
"untung ada kamu Mars, bisa jantungan si kapten kalo adik kesayangannya sampe ilang" katanya seraya tertawa.
Marsha hanya tersenyum.
"ayo masuk" ajak cowok panitia itu.
"terima kasih kak" ucap Parish pada cowok yang tadi seraya ikut masuk ke dalam ruang aula mengikuti langkah kakak panitia.
Parish melihat sekilas, cowok yang tadi hanya tersenyum. Tidak menjawab apa-apa.
*
Parish merasakan ada tangan lembut meraba dahinya. Perlahan dia membuka mata untuk memastikan siapa yang ada di sebelahnya.
Mark Mc. Millan tersenyum, "maaf Ayah membangunkanmu sayang"
Parish menggeleng.
"kamu mau Ayah telfon dokter ?" tanyanya.
"untuk apa ? aku baik-baik saja" ujar Parish.
"tadi Ayah ketemu Starla di pertandingan. Katanya kamu pulang karena tidak enak badan"
Ooo jadi Starla tetap nonton. Pikirnya.
"jadi bagaimana pertandingan tadi Yah ?" tanya Parish.
Ayah mengangkat bahu.
"sebagai kapten baru, Marsha tadi kurang maksimal. Hampir saja tadi kena kartu kuning" jelas Ayah.
Parish berpikir keras. Selama ini setiap pertandingan Marsha selalu bagus. Dia dan Spanish perpaduan yang serasi sebagai ujung tombak Meteorclub.
"mungkin kak Marsha lagi kurang fit Yah" komen Parish.
"iya Ayah dan Spanish berpikir begitu juga" ucap Ayahnya.
"sekarang kamu mandi air hangat, trus turun kebawah. Aunty sedang menyiapkan makan malam" lanjut Ayahnya lagi.
Parish mengangguk setuju.
Mark Mc. Millan mencium kening putrinya dengan penuh sayang. Menepuk pipi putrinya dengan lembut. Lalu menuju pintu, keluar dari kamar Parish.
Parish terdiam untuk beberapa saat. Ayahnya sangat menyayanginya. Begitu juga sebaliknya. Dia sangat menyayangi Ayahnya. Apalagi semenjak Ibunya tiada, Ayah berusaha selalu ada untuk dia dan Spanish di sela kesibukannya yang padat mengurus perusahaan. Berusaha menjadi Ayah sekaligus Ibu untuk mereka berdua.
Tidak terasa air mata menetes dari binar mata coklatnya. Parish sudah bertekad. Dia yang harus melepaskan. Dia yang harus mengakhiri walaupun ceritanya belum di mulai.
"demi kebahagiaan Ayah" ucapnya lirih.
Dengan bergegas dia menuju ke kamar mandi. Segera mandi, bersiap, berhias minimalis lalu menuju ke lantai bawah. Makan malam bersama Ayah dan kakaknya.
"Selamat datang new family" ucapnya berhenti di anak tangga.
Parish menghela nafas panjang lalu tersenyum. Keputusan yang harus dicoba. Karena semua harus dihadapi.
Kebahagiaan itu mungkin bukan untuk dia. Mungkin nanti. Pada saatnya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments