“Ma, papa kandung Dylan itu sebenarnya siapa, sih?” Pertanyaan itu sudah dua kali terlontar dari mulut Dylan dalam minggu ini dan pertanyaan itu muncul setelah ia kembali dari taman bermain di dekat rumah mereka bersama Mbok Inah.
“Memang Dylan tidak cukup memiliki Papa Bagas?” Dan pertanyaan itu juga yang selalu Kirana katakan setiap kali Dylan bertanya mengenai ayah kandungnya.
Kirana belum menemukan bagaimana cara menjelaskannya pada Dylan dan juga Bagas yang selalu menemaninya, tidak keberatan untuk menggantikan sosok ayah yang tidak Dylan miliki. Bagas bahkan mengizinkan Dylan untuk memanggilnya papa, hanya saja Kirana memberi syarat kalau Dylan harus memanggilnya dengan sebutan Papa Bagas agar orang tidak salah sangka dan Dylan pun tahu kalau ia sebenarnya masih memiliki ayah kandung.
“Aku suka Papa Bagas. Papa Bagas tidak sepelit Mama.” Mata Kirana langsung mendelik, tetapi Dylan langsung memberikan senyuman terbaiknya sehingga Kirana langsung luluh. Dylan memang tahu betul letak kelemahan ibunya.
“Papa Bagas selalu membelikan barang-barang keren buatku, tetapi kalau aku melihat di taman anak lain memanggil seseorang dengan Papa, aku ingin juga memanggil Papaku sendiri.” Tiba-tiba saja wajah Dylan menjadi murung. Jauh di dalam hatinya ia memang ingin merasakan ada sosok ayah yang selalu ada di dekatnya setiap hari dan bisa menemaninya tidur bersama dengan Kirana.
Bagas sudah sangat memenuhi kriteria seorang ayah untuknya, tetapi Bagas tidak dapat menemaninya setiap saat, dan juga ibunya tidak terlihat tidak memberikan Bagas kesempatan untuk menjadi bagian dari keluarga mereka.
“Maafkan Mama ya, Dylan? Mama tidak bisa memberikan kamu keluarga yang lengkap.” Kirana memeluk Dylan erat. Perasaan bersalah itu memang tidak pernah hilang dari diri Kirana. Mungkin hal itu juga yang membuat Kirana begitu egois tetap membiarkan Bagas menjaga mereka meskipun Kirana tidak bisa menerima Bagas untuk menjadi bagian dari keluarga mereka.
“Bagaimana kalau besok Papa Bagas menemani Dylan berjalan-jalan di taman?”
Tiba-tiba saja sosok Bagas muncul dari balik pintu. Seperti biasa, Bagas hampir setiap hari makan malam bersama dengan mereka. Terkadang Kirana merasa keberatan karena khawatir Bagas menjadi tidak memiliki dunianya sendiri karena selalu bersama mereka, tetapi Bagas begitu keras kepala. Baginya Kirana dan seisi rumah itu sudah seperti keluarganya sendiri.
Bagas bahkan pernah mengajak mereka pindah ke rumah miliknya yang berada di sebelah rumah yang kini ia tempati, tetapi tentu saja Kirana langsung menolaknya.
“Papa Bagaaass!!” Dylan langsung saja turun dari pangkuan Kirana dan langsung lari ke dalam pelukan Bagas. “Papa Bagas serius besok mau temani Dylan main di taman? Papa Bagas memang tidak kerja?”
Mata berbinar Dylan langsung terlihat. Selama ini ia selalu ingin menjadi seperti anak-anak lain yang bisa menggandeng ayahnya bermain di taman. Apalagi sosok Bagas pun sangat membanggakan untuk ia pamerkan sebagai ayahnya.
“Papa Bagas besok akan ambil cuti khusus untuk temani Dylan bermain di taman.” Bagas mencubit hidung Dylan.
Walaupun Dylan adalah anak dengan kepintaran jauh di atas rata-rata normal, tetapi sisi kekanakan Dylan jelas sangat terlihat, bahkan mungkin bisa melebihi anak lainnya ketika ia merajuk.
“Bagas, jangan memanjakan Dylan,” pesan Kirana pada Bagas yang selalu saja menuruti keinginan Dylan. “Dan hati-hati kalau berjanji sama dia. Kamu tidak ingat apa yang terjadi tempo hari waktu kamu mengatakan tidak bisa memenuhi janji kamu untuk makan malam bersama?”
Bagas langsung tertawa. “Iya, bagaimana mungkin aku bisa lupa. Bocah jenius ini memporak-porandakan kantorku.”
Tawa bangga langsung terlihat di wajah Dylan. Membuat sebuah gedung kehilangan daya listrik untuk sesaat hanyalah sebuah selingan untuk Dylan. Hanya butuh beberapa detik untuknya melakukan hal itu.
“Besok kalau Papa Bagus melanggar janji, aku akan membuat brankas di gedung itu terbuka dengan sendirinya.”
“Dylan ….” Kirana langsung memperingatinya dengan halus.
“Iya, Papa Bagas janji. Besok Papa bagas akan kesini pagi-pagi, oke?”
Dylan mengangguk senang.
Bagas pun duduk sambil memperhatikan Kirana yang sudah beranjak ke dapur dan membantu Mbok Inah memasak. Dylan yang masih berada di pangkuannya terus memperhatikan arah pandangan Bagas.
“Mama itu bukannya tidak suka sama Papa Bagas. Mama merasa kalau Papa Bagas itu seharusnya mendapatkan seseorang yang jauh lebih baik, walau Dylan tidak mengerti siapa yang lebih baik dari mama.”
Bagas pun mengangguk setuju. “Kita memang selalu sepakat kalau mama kamu itu adalah yang terbaik.”
“Papa Bagas hebat. Tidak pernah menyerah ataupun meninggalkan mama.”
Bagas tersenyum. Dylan itu terkadang memiliki pemikiran yang sangat dewasa dan bisa mengimbangi apa yang orang dewasa pikirkan. Seperti saat ini. Bagas bisa berbicara santai dengan Dylan mengenai perasaannya kepada Kirana.
“Dylan setuju ga kalau Papa Bagas menikah sama mama kamu?”
“Asal Dylan dapat akses membeli kinder joy tanpa batas, Dylan akan mendukung Papa Bagas seribu persen.” Dylan langsung mengacungkan jari telunjuknya ke arah Bagas.
Kinder Joy. Coklat favorit Dylan ini menjadi salah satu senjata Bagas untuk mengambil hatinya. Dan hal ini sering membuat Bagas terkena omelan panjang dari Kirana.
Bagas memang cukup memanjakan Dylan. Baginya Dylan sudah seperti anaknya sendiri. Bagas menjadi saksi bagaimana Kirana dulu mengandung Dylan sampai Bagas jugalah yang ada di samping Kirana ketika Dylan lahir dan hingga kini setiap momen penting hidup Dylan, Bagas ada di sana.
“Papa Bagas, hari ini Dylan belum dapat kinder joy.” Dylan berbisik pada Bagas, karena kalau sampai Kirana tahu Dylan menagih janji Bagas yang akan selalu membawakannya kinder joy setiap berkunjung, maka Kirana akan mengeluarkan ceramah panjang lebarnya sampai Bagas sendiri tidak tahu lagi apa yang sedang Kirana katakan padanya.
Tetapi saat seperti itu justru Bagas semakin jatuh cinta pada Kirana. Bagas sendiri tidak mengerti mengapa ia begitu mudah jatuh cinta pada Kirana dan terus menantinya hingga hari ini.
Mungkin akan banyak yang mengatakan kalau ia pantas mendapatkan yang lebih baik, atau memandang sebelah mata pada Kirana karena statusnya, tetapi Bagas tidak pernah sedikitpun mempermasalahkan hal itu.
Bahkan ketika Kirana mengatakan semua hal itu pada Bagas, yang Bagas terka adalah cara Kirana untuk membuatnya mundur, Bagas justru bertahan dan semakin ingin menjaga Kirana.
“Nanti, ya. Mamamu masih mengawasi kita.” Memberi kode dengan matanya kalau Kirana masih sesekali menoleh ke arah mereka dengan tatapan curiga.
“Papa Bagas ….” Dylan meraih tengkuk Bagas dan menariknya mendekat. “Aku mau menunjukkan sesuatu, tetapi jangan bilang mama,” bisik Dylan di telinga Bagas.
“Bilang apa?” tanya Bagas sambil ikut berbisik.
“Aku rasa, aku menemukan ayah kandungku ….”
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Hai, selamat datang di novel terbaruku. Semoga kalian suka, ya?
Jangan lupa tinggalin jejak dengan komen, vote atau jadikan novel ini favorite kalian ya supaya ga ketinggalan update bab barunya.
Enjoy!
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Kenzi Kenzi
yahhhh.bagas ada saingan deh dy
2022-02-12
0
Sudirman Sudirman
thor harusnya ada part diawal yg masuk cerita bpk kandungnya mohon maaf ini sekedar pemikiran saya pribadi
2022-02-11
0
Phoenix
wih mantap ceritanya
2021-09-29
0