PLAAKK!!!
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Kirana sesaat setelah Tante Sherly melihat apa yang Tatiana berikan padanya.
“Jelaskan padaku, apa ini Kirana!!” teriakan Tante Sherly menggema di rumah itu. “Kamu hamil, hah?”
Tante Sherly dengan geram mengangkat test pack itu di depan wajah Kirana.
“Siapa ayah dari bayi itu?” tanya Tante Sherly yang terus memandang tajam ke arah Kirana.
Kirana hanya terdiam. Itu adalah pertanyaan yang akan selalu ia tanyakan seumur hidupnya. Bagaimana ia bisa tahu siapa ayah bayi yang dikandungnya. Ia bahkan tidak tahu harus mulai mencari dari mana.
Tante Sherly tertawa sinis. “Kamu bahkan tidak tahu siapa ayah dari bayi di dalam perutmu itu? Benar-benar wanita murahan!”
Satu lagi tamparan keras mendarat di pipi Kirana. Semenjak Kirana hanya hidup bersama ibu tiri dan saudari tirinya, hidup Kirana berubah total. Kehidupan bahagia yang pernah ia rasakan dulu hilang menguap tidak bersisa sedikitpun. Setiap hari hanya ada hinaan dan perlakuan kasar yang Kirana terima dari ibu tiri dan saudari tirinya.
Kirana masih bisa bertahan karena ada Mbok Inah, seseorang yang selalu berada di sampingnya dan sudah merawatnya sejak kecil.
Tante Sherly yang tidak mau mendapatkan malu karena Kirana yang hamil di luar nikah dan tidak tahu siapa ayah bayi itu, memberikan pilihan pada Kirana. Tetapna bisa tetap tinggal di rumah itu dan menggugurkan kandungannya, atau tetap mempertahankan bayinya, tetapi ia harus keluar dari rumah itu.
Walaupun Kirana tidak siap dengan kehadiran bayi yang tidak ia rencanakan, Kirana tetap tidak ingin membunuh anaknya sendiri. Kirana memilih untuk pergi dari rumahnya sendiri dan ikut dengan Mbok Inah yang memutuskan untuk ikut pergi dari rumah itu.
Kehidupan yang dijalani Kirana tidak mudah. Ia harus belajar untuk hidup sederhana dengan Mbok Inah. Tidak ada lagi kemewahan seperti yang biasa ia dapatkan.
Kirana pun mulai bekerja untuk memenuhi kebutuhannya walaupun Mbok Inah sudah melarangnya karena Kirana sedang hamil. Kirana menolak menggunakan tabungan Mbok Inah selama ia bekerja merawat Kirana. Ia ingin menata hidupnya kembali dari keringatnya sendiri.
“Non Kirana … Apa tidak sebaiknya Non berhenti bekerja dulu? Kehamilan Non sudah jalan sembilan bulan dan Non bisa melahirkan kapan saja. Saya khawatir, Non,” keluh Mbok Inaah untuk kesekian kalinya.
“Tidak apa-apa, Mbok Inah. Aku belum merasakan tanda-tanda apa pun kok. Lagi pula pekerjaanku juga tidak berat. Aku hanya menjadi kasir di mini market saja.” Kirana coba menenangkan Mbok Inah yang sudah sebulan ini selalu meminta Kirana untuk segera berhenti dari pekerjaannya.
“Non ….”
“Iya, Mbok?”
“Apa Non tidak mau mempertimbangkan Den Bagas?” Sebuah pembahasan yang sedang sering Mbok Inah utarakan sebulan belakangan ini.
“Maksud Mbok?” Kirana mengambilkan sepiring nasi untuk Mbok Inah yang baru saja duduk di meja makan berhadapan dengannya.
Kirana bukannya tidak tahu kalau Bagas, seorang pria yang ia ketahui bekerja di gedung tempat mini marketnya bekerja, menaruh hati padanya. Bagas bahkan tidak mundur ketika Kirana memberitahunya kalau Kirana sedang mengandung dan Kirana tidak tahu siapa ayah dari bayinya.
“Non pasti tahu, kan? Den Bagas itu sudah jelas menaruh hati pada Non.”
Kirana tersenyum mendengar kata-kata Mbok Inah. Tidak pernah terpikirkan oleh Kirana untuk menanggapi ataupun membalas perasaan Bagas. Bagi Kirana, akan tidak adil membawa Bagas masuk ke dalam kehidupannya yang rumit.
Bagas adalah seorang pemuda yang berparas tampan dengan tubuh tinggi tegap yang sudah pasti diincar oleh banyak wanita di sekitarnya. Apalagi Bagas cukup ramah dengan orang-orang di sekitarnya. Ia bahkan kenal dengan para tetangga Mbok Inah yang sudah pasti selalu berjajar di depan pagar setiap kali Bagas berkunjung.
“Kasihan Bagas nanti, Mbok. Dia seharusnya mendapatkan seseorang yang jauh lebih baik dari saya. Bagaimana dengan keluarganya nanti kalau tahu Bagas memilih seorang wanita yang hamil di luar nikah dan tidak tahu siapa ayah bayinya?” Jawaban ini sudah berulang kali diungkapkan oleh Kirana setiap kali Mbok Inah mencoba menjodohkannya dengan Bagas.
Bagas memang pintar. Ia mendekati Mbok Inah sebagai salah satu taktiknya mendapatkan hati Kirana. Bahkan Bagas sering berkunjung ke rumah Mbok Inah selagi Kirana bekerja.
“Aduh, Mbok!” Kirana tiba-tiba saja memegang perut bawahnya yang terasa ngilu dan mulas.
“Kenapa, Non?” Mbok Inah mulai panik. Hari kelahiran bayi Kirana memang minggu-minggu ini, tetapi Kirana belum merasakan mulas sedikitpun, sampai malam ini.
“Aduh! Sakit, Mbok!” Kirana mulai meringis. Air mulai mengucur dari kedua kakinya. “Mbok, sepertinya kita harus ke rumah sakit.” Kirana meremas baju tidur yang ia gunakan untuk menahan sakit.
“Mbok telepon Den bagas, ya Non.”
Tanpa persetujuan Kirana, Mbok Inah sudah menghubungi Bagas dengan nada panik yang pastinya akan membuat Bagas segera meluncur menjemput Kirana.
Benar saja tidak membutuhkan waktu lama bagi Bagas untuk sampai di rumah Mbok Inah. Bagas langsung menggendog Kirana dan membawanya ke mobil.
“Bagas nanti mobilmu basah, bangkumu di lapisi kain dulu.” Kirana malah mengkhawatikan mobil Bagas di saat genting seperti ini.
Bagas mengabaikan kata-kata Kirana dan langsung mendudukkan Kirana di bangku belakang dan Mbok Inah duduk di sebelahnya.
“Aaaawww!!” Ringisan Kirana membuat Bagas sedikit panik. Ia semakin mempercepat laju mobilnya.
Rasanya seakan Bagas sedang berpacu dengan waktu untuk menanti kelahiran anaknya sendiri. Ia berjalan mondar-mandir di depan ruang bersalin yang tidak dapat ia masuki. Kirana berada di dalam sedang berjuang untuk membawa seorang bayi ke dunia ini di temani oleh Mbok Inah yang tidak pernah pergi dari sampingnya.
Bagas semakin gelisah ketika mendengar teriakan kesakitan Kirana yang bisa ia dengar dari balik pintu. Dan ketika suara bayi terdengar, Bagas merasa sedikit lebih tenang.
Suara langkah terdengar keluar dari balik pintu. “Ibu Kirana sudah melahirkan seorang putra. Keduanya dalam keadaan sehat.”
Wajah Bagas langsung berubah bahagia. Segala kegelisahannya sirna. Bagas pun menunggu Kirana di pindahkan ke ruang perawatan untuk terus mendampinginya selayaknya seorang suami yang saat ini tidak ada di samping Kirana.
Tiga tahun berlalu. Dylan kini sudah tumbuh menjadi seorang anak lelaki yang berbeda dari anak-anak seusianya. Bila anak-anak seusianya bermain mobil-mobilan atau mainan untuk anak seusianya, di dalam kamar Dylan justru penuh dengan buku-buku science, berbagai alat percobaan dan juga sebuah laptop andalannya, pemberian dari Bagas yang sampai sekarang selalu di tentang oleh Kirana.
Dylan sering membuat Kirana kewalahan. Dylan bahkan baru saja membuat kehebohan dengan mematikan aliran listrik di kantor Bagas dari laptopnya karena ia kesal Bagas membatalkan janjinya untuk makan malam bersama di rumah Mbok Inah.
Dan sekarang di sinilah Bagas, duduk di sampingnya menikmati makan malam bersama.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Hai, selamat datang di novel terbaruku. Semoga kalian suka, ya?
Jangan lupa tinggalin jejak dengan komen, vote atau jadikan novel ini favorite kalian ya supaya ga ketinggalan update bab barunya.
Enjoy!
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Ibuk'e Denia
aq mampir thor ke karyamu
2023-08-16
0
Aqiyu
keren
2022-08-29
0
Ika flow Ika flowers
hebat ceritanya simpel gak bertele2 jd enak baca nya.....
2022-02-13
1