Dengan tangan yang berada disaku celana, vano melangkah memasuki lobby rumah sakit dengan gagah.
Seluruh orang yang berada disana memandang vano penuh kagum sedangkan ia hanya terus berjalan dan tidak memperdulikan mereka, karna baginya itu adalah hal biasa.
Saat pintu lift tertutup vano menekan angka empat.
Tingg
Pintu lift terbuka, vano keluar dan berjalan ke sebuah ruangan yang tertempel tulisan ‘Doctor room’.
Tanpa mengetuk vano langsung masuk kedalam dan menutup pintu. Kemudian ia mengedarkan pandangannya ke semua sudut ruangan, diliatnya tidak ada penghuni diruangan tersebut.
Dia memutuskan duduk di sofa dengan posisi kedua kaki diluruskan diatas meja, tangan berada dibelakang kepala dan menempel pada sofa serta memejamkan mata.
Setelah 10 menit menunggu, terdengar suara pintu yang terbuka dan masuklah pria berjas putih dengan stetoskop yang menggantung dilehernya.
Ya dia adalah Rava dokter serta sahabat vano, sama seperti vano rava pun digemari oleh banyak wanita.
“Sejak kapan kau disini? kenapa kau tak menelpon ku dulu” Ucap rava sambil menutup pintu
“Aku tak sempat menelponmu” Jawab vano masih dengan posisinya yang sama
“Apa ruanganku sangat bau? Sebelumnya sudah ku spray dengan pengharum ruangan” Sindir rava, walaupun sebenarnya ia tau betul vano sangat tidak menyukai aroma rumah sakit sekalipun ruangan itu sudah disemprot oleh pengharum ruangan
“Kau tau betul alasan ku memakai masker, jadi tidak akan pernah ku lepaskan masker ini” Ucap vano sambil membuka matanya dan menatap tajam rava
Rava berjalan, tiba-tiba ia menggeser kaki vano yang berada dimeja dengan salah satu kakinya hingga jatuh kelantai.
“Tidak sopan” Tegur rava datar
Menyadari hal itu, vano sedikit tersentak dan berdecak sebal, namun bagaimanapun ia tidak bisa marah karna memang ia sedang tidaka da didalam ruangannya. Selang beberapa detik kemudian vano meneggakkan tubuhnya.
“Hal apa yang membuatmu datang kesini?Rava meletakkan stetoskop dimeja, kemudian dia duduk disamping vano sambil meregangkan seluruh tubuhnya untuk menghilangkan sedikit rasa lelahnya.
“Lihatlah” Vano menjulurkan tangannya yang tergores
“Aku tau tanganmu berotot, jadi tidak perlu kau tunjukkan” Otot yang lebih jelas terlihat dibanding dengan goresan luka membuat rava berargumen bahwasannya vano hanya ingin menunjukkan itu
“Ck, bukan itu yang ku maksud. Tidakkah kau melihat ada goresan di tanganku?” Vano menyuruh rava untuk lebih jelas melihatnya.
Setelah mengatakannya, rava pun melihat apa goresannya
“Kau berobat untuk luka sekecil ini, kau gila van, kau bahkan bisa mengobatinya sendiri tanpa harus datang padaku” Rava menghempas pelan tangan vano, kemudian dia menyandarkan tubuhnya ke sofa sambil memejamkan matanya
“Ck, Cepatlah obatiku, ini sangat perih” Ucap vano
“Kau bisa ambil kotak P3K disebelah sana, izinkan aku untuk memejamkan mata sebentar” Tunjuk rava sambil memejamkan matanya
“Kau tidak pulang?” Vano berdiri dan berjalan kearah letak P3K
“Tidak, aku jaga semalaman, ada beberapa operasi yang ku lakukan membuatku tak ada waktu untuk istirahat” Ucap rava
Vano mengerti akan hal itu, oleh karnanya ia mengambil sendiri P3K. Setelah diambil ia duduk kembali meletakkan kotak tersebut dimeja.
“Obat mana yang harus ku gunakan lebih dulu?” Vano menaikkan satu satu benda yang ada didalam kotak tersebut sejajar dengan matanya
“Huhh, berikan obat itu pada ku” Rava terpaksa membuka matanya dan meneggakan tubuhnya menghadap vano karna jika tidak vano akan terus bertanya dan itu hanya akan mengganggu istirahat rava.
“Kemarikan tanganmu” Suruh rava. Vano memberikan tangannya.
Ia langsung mengobati vano dengan membersihkan terlebih dahulu goresan ditangan vano. Rava meneliti luka goresan pada tangan vano.
“Kau habis bertengkar dengan perempuan mana? Kau tau, kau kalah dengan perempuan adalah hal terlangka hahaha” Tawa rava
“Diamlah” Ucap vano kesal
“Apa yang terjadi sebenarnya?” Rava mengambil salep dan mengoleskannya
“Seseorang menabrak mobilku, tapi dia justru berteriak dan menuduhku seorang penculik hingga mengundang banyak ibu-ibu yang membuat sampai seperti ini” Jelas vano
“Hahahaha tidak kusangka ternyata ada yang lebih cerdik dari mu van” Goresan ditangan vano telah selesai diobati.
Saat rava memasukkan kembali semua obat kedalam kotaknya kembali, vano mencegahnya
“Yang ini belum” Vano menunjuk pipinya yang tergores
Rava melihat pipi vano sekilas, kemudian ia benar benar menutup kotak P3K tersebut.
“Itu hanya goresan kecil, besok pasti mengering, kalau kau malu dengan luka itu, kau bisa memakai plester” Rava mengambil plester dari dalam saku jasnya dan menaruh dimeja
“Tak perlu, plester itu hanya akan membuatku semakin jelek” Ucap vano
“Kau sudah mencari tau pelakunya?” Tanya rava dan vano hanya menjawabnya dengan menganggukkan kepalanya
“Apa pelakunya laki-laki atau perempuan? kalau kau sudah tau pelakunya, kenapa kau tidak langsung menyuruh anak buah mu untuk menangkapnya?” Cecar rava
“Kau berisik sekali, lain kali akan ku ceritakan padamu, aku harus kembali” Vano melirik jam tangannya sekilas, kemudian ia berdiri dari duduknya
“Kau berhutang penjelasan padaku” Ucap rava sambil sedikit berteriak, hingga vano menutup pintunya
drrttttttt
Ponsel rava bergetar dari dalam saku jasnya, ia mengambil dan menyalakan ponselnya. Sebuah notifikasi muncul dilayarnya berisi bahwa vano telah mengirim kan sejumlah uang yang menurut rava tidak masuk akal.
“Selalu saja seperti ini, aku hanya mengoleskan salep ditangannya dan dia langsung mengirim uang 10 juta, tidak habis pikir aku dengannya” Rava menekan tombol power off hingga seluruh layar ponselnya menghitam, kemudian ia meletakkan ponsel nya dimeja dan melanjutkan istirahatnya yang sempat tertunda.
Rava tau tidak akan ada gunanya jika ia kembali mengirim uang tersebut ke vano, karna jikalau itu terjadi vano akan kembali mengirim uang tersebut 2x lipat dari sebelumnya.
Rava tidak pernah menggunakan uang tersebut, ia akan mengumpulkannya selama yang vano beri dan akan dikembalikan saat vano membutuhkannya.
Tapi apakah mungkin vano membutuhkannya, entahlahh …
Sesampainya dimobil, vano melepaskan maskernya kemudian dia melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.
Vano mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan menekan tomboll call pada nomor seseorang.
Ketika bunyi tutt….. tutt…. sudah berganti dengan suara, ia menempelkan ponsel ke telinganya.
“Bawa wanita itu besok ke hadapanku!” Titah vano pada anak buahnya
“Baik tuan” Ucap pria diseberang sana.
Pip
Vano mematikan teleponnya. Dia meletakkan kembali ponselnya di dashboard kemudian melajukan mobilnya.
.........
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments