Malam ini, untuk kesekian kalinya Arin duduk termanggu di luar ruang perawatan intensif (ICU) no 4 sebuah rumah sakit ternama di Jakarta. Matanya berkaca-kaca dan nampak lelah. Sekarang sudah jam 10 malam tapi dia belum berniat pergi dari tempat yang disediakan rumah sakit seperti sebuah ruang tamu untuk menjenguk ataupun menginap menemani pasien yang dirawat didalam ruangan intensif tersebut.
"Rin, balik yuk! Udah malam banget nih. Besok kita bisa balik lagi. Elo harus istirahat." Ares mengusap pelan rambut Arin,
"Res!"panggil Arin lirih
"Ehm??"
"Apa dia akan tidur seperti ini terus? Apa dia nggak bakalan bangun Res?" Airmata yang sedari dia tahan akhirnya menetes. Ares menggenggam tangan Arin, seolah memberi aliran kekuatan untuk sahabat baiknya itu.
"Rin, dia pasti akan bangun. Percaya sama gue. Sekarang kita pulang ya!" Arin mengangguk perlahan, lalu berdiri mendekati pintu ruang rawat dan menatap kedalam melalui kotak kaca yang kecil berukuran 10×35. Melihat seseorang dengan peralatan komplit diseluruh tubuhnya.
"Sayang, bunda pulang dulu ya nak. Aleesha cepat sembuh, bunda kangen nak!" Arin lalu berlalu bersama Ares, yang juga sempat membisikkan sebuah kata perlahan dan hanya dia yang bisa mendengarkannya.
kring..kring..kring...
Karui Calling
Ponsel Arin berdering sejangkah sebelum dia keluar dari ruangan, tertera nama Karui disana.
"Siapa?"
"Rui. Sebentar ya Res" Ares mengangguk.
"Speaker!" Arin menangguk memenuhi perintah Ares.
"Halo Rui, ada apa?"
"Kak Arin kenal yang namanya Maira??" Alis Arin dan Ares serempak mengerut. Terkejut sekaligus heran dengan pertanyaan spontan yang diajukan oleh Rui.
"Ya aku tau Maira, meski tak mengenal dekat. Dia pacarnya Ken. Memang ada apa?" tanya Arin
"Jadi cewek itu benaran pacar kak Ken?"
"Iya. Memangnya kenapa Ru? Dari nada bicara kamu, kok kamu kaya nggak suka gitu?" Arin kembali menggulang pertanyaannya pada Rui. Dia sedikit heran mendengar Karui bertanya dengan nada sedikit sarkas.
"Tadi Kak Ken minta mama sama papa buat ngelamar cewek yang namanya Maira itu. Tapi sepertinya ditolak Papa."
"Jadi dia benar-benar mengutarakan ide gila itu pada om Malik?" tanya Arin, terdengar seperti pertanyaan untuk dirinya sendiri
"Ide gila?Memang itu ide siapa?? ide kak Arin? Duh .. Kok Kak Arin biarin sih?? Lagian kenapa pas mereka mau pacaran nggak kak Arin larang aja sih?" tanya Karui dari sebelah sana.
"Bukan, itu ide Ares. Lagian ada hak apa, kakak ngelarang Kenzhou buat pacaran sama perempuan lain Ru???"
"Kak Arin kok ngomongnya gitu sih?? Kakak nggak ada niatan nyerah ditengah jalan kan?? Dan lagi, gimana ceritanya Bang Ares bisa ngasih ide konyol itu ke kak Ken?? Kalau kaya gini sekarang, Bang Ares sama aja bikin kak Arin patah hati" tanya Rui dengan nada shock
"I'm oke Ru.." sahut Arin lirih, entah didengar atau tidak.
"Hehe..Sorry Ru..gue spontan aja pas ngasih ide. Gue lupa kalau dia itu orangnya keras kepala. Kekeuh sama pendirian." sahut Ares
"Kak Arin sama Bang Ares?? Lagi dimana kalian??" bahasan tentang Maira tadi tiba-tiba beralih topik begitu Karui mendengar suara Ares.
"Rumah sakit" Arin menjawab lirih.
"Kakak di Rumah sakit? Gimana apa sudah ada kemajuan??" Suara Rui terdengar antusias, khawatir, dan juga berharap.
"Belum ada, Ru. Masih sama, Kakak takut Ru.. sangat-sangat takut"
"Arin..."
"Kak.. jangan berfikiran negatif. Kita harus yakin dia akan bangun. Ya nggak bang?" Rui dan Ares menyela ucapan Arin, mereka tidak ingin Arin terus merasa putus asa.
"Iya, Rin. Seperti yang gue bilang tadi, dia bakalan bangun" Ares menghapus airmata Arin dan memelukknya.
"Gue takut Res, gue takut Aleesha ninggalin gue. Dia alasan gue sekarang masih berdiri tegak Res. Kalau dia pergi gue nggak tahu harus gimana. Gue harus jelasin apa ke Papanya, kalau papanya kembali dan nanyain dia. Gue udah gagal ngelindungin Aleesha Res.. Papanya Leesha pasti marah banget sama gue. Gue nggak sanggup kalau harus kehilangan dua-duaya. Gue takut." Arin menangis sesengukan dalam dekapan Ares.
"Ssstttt... jangan berkata begitu. Dia akan kembali, percayalah. Dia nggak mungkin bakalan ninggalin bundanya sendirian."
"Kak, jangan nangis dong. Semangat. Aleesha pasti akan bangun, sebelum papanya kembali. Percaya sama Rui" Baik Ares maupun Rui, mereka bergantian terus menerus mengucapkan kata-kata motivasi untuk menyemangati Arin.
"Ru, gue mau nganter Arin dulu. Besok ada kuliah pagi. Elo kabarin gue kalau ada perkembangan soal rencana lamaran Kenzhou ya. Kalau masih bisa gue cegah, nanti gue coba cari ide yang lain."
"Oke bang. Gue titip kak Arin ya bang" pesan Rui
"Pasti, Ru. Elo jangan khawatir, abang bakal jagain Arin baik-baik."
"Oke, see you bang"
"See you Ru" Ares mematikan sambungan telponnya dengan Rui. Tangannya kembali mengelus puncak kepala Arin yang masih betah menangis di dekapan tubuhnya.
"Ssst...Udah dong Rin nangisnya. Kalau Aleesha tahu elo nangis kayak gini. Ntar gue yang bakal kena marah sama dia. Dia bakal mukulin gue pake boneka Gajahnya. Itu boneka kecil-kecil tapi sakit lho Rin kalo kena kepala.. Kadar kegantengan gue bisa luntur cuma gara-gara itu boneka gajah." Ares mencoba menghibur Arin lagi..Meski sebenarnya itu sia-sia. Karena yang bisa menghibur Arin adalah bangunnya Aleesha yang terbaring lemah didalam ruangan ICU itu.
"Hiks...gue kangen sama Aleesha, Res. Biasanya dia selalu manja-manjaan sama gue. Setahun Res.. udah setahun dia tidur terus. Apa dia nggak capek?? Apa badannya nggak sakit?? Apa dia nggak kangen sama gue??"
"Nggak cuma elo Rin, gue juga kangen banget sama dia.. Sekarang, kita serahkan semua sama Tuhan. Semoga Tuhan mengabulkan doa kita, dan membangunkan Leesha dari tidurnya" Ares mengusap punggung Arin pelan dan mengecup puncak kepala Arin dengan penuh sayang, airmatanya tak kuasa ikut menetes. Dia rapuh, sama seperti Arin. Jika ini tentang Aleesha. Gadis kecil berusia 3th, yang jadi semangat hidup Arin, sahabatnya.
"Kita pulang, ya! Elo harus istirahat, jangan sampai elo ikutan sakit." Arin hanya mengangguk lemah. Ares menuntunnya pelan keluar ruangan. Mengantarnya pulang untuk istirahat. Sekedar untuk melepas penat dan lelah. Meski hanya sementara. Karena Arin tidak akan pernah bisa tidur atau istirahat dengan tenang, sampai semua keadaan dalam hidupnya kembali normal. Sama seperti kehidupannya 3 th yang lalu. Kehidupan dimana kecelakaan itu belum terjadi. Kehidupan bahagia yang belum terenggut darinya.
Mereka berjalan masih dengan berpelukan. Bahkan Ares tak henti-hentinya mendaratkan ciuman di puncak kepala Arin sebagai bentuk penguatan. Namun mereka tidak sadar, bahwa ada sepasang mata yang menyaksikan keduanya dengan kening berkerut.
"Kenapa mereka ada disini?? Mereka ada hubungan apa? Kenapa Arin nangis?"
...########...
Jangan lupa like nya buat penulis baru ini ya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments