Gea kembali masuk ke dalam kamarnya. Namun kali ini, ia hanya menatap sinis pada poster tersebut, lalu menutup pintu. Dering ponselnya berbunyi, ternyata itu dari Lia temannya. Dan dengan sigap ia langsung menerimanya.
“Ya, ada apa?”
“Bagaimana? Apa kau sudah membacanya? Serukan.” Gea mulai melirik buku yang telah menyelip ke bawah lemarinya.
“Sudah aku lempar.”
“Hey, buku itu cocok untuk dirimu. Sifat dan segala tingkahmu ada didalamnya. Kau harus baca, untuk menambah kegilaanmu. Hahahaha.” Tawa Lia pecah membayangkan kegilaan Gea selama ini.
“Apa kau sudah mendownloadnya?”
“Mendownload apa? Film terbaru? ” Tanya Lia rancu.
“MV BTS barulah. Kalau Film, biar aku yang mengurusnya.” Jawab Gea dengan semangat.
“Nanti sore, aku akan pergi nongkrong ke Kafe Biru. Apa kau mau ikut?”
“Tidak, aku ada les sore ini. Aku sudah 5 kali bolos dan laporan itu sudah sampai pada Mamaku.”
“Oh tidak, lalu sekarang bagaimana? Apa mungkin fasilitasmu kembali disita?”
“Tidak ada penyitaan, hanya sedikit pengurangan. Dengar, jika kau bertemu dengan Jovi, jangan lupa untuk meminta jawaban PR Fisika minggu kemarin. Kau mengerti, sepertinya ada yang datang aku tutup dulu.”
“Okeee.”
“Klak, klak, klak.”Gea mendengar derap langkah seksi dari balik pintu kamarnya.
“Aku rasa itu dia.” Gea berbaring dan memejamkan matanya.
“Kriiit.” Pintu terbuka, Gina masuk ke dalam kamar. Gina berpenampilan lebih feminim dibandingkan Gea. Wajah mereka juga jauh berbeda, dan itu membuat semua dalam diri Gea menjadi jauh dari Gina. Gina selalu merendahkan Gea, namun Gea hanya diam. Gina mulai melempar segulungan baju ke wajah Gea yang sedang pura-pura tidur.
“Issh lihat kamar sampah ini.” Gina melirik ke sekeliling kamar.
“Woi Mbel, itu baju bekas untukmu! Jangan pakai baju gembelmu yang memalukan itu keluar rumah. Kau membuat kami serumah malu, Ish memalukan sekali. Awas saja, kalau aku lihat kau pakai baju lusuh itu keluar rumah.” Gina
berbalik keluar dan menutup pintu kamar Gea. Makian ini sudah biasa diterima oleh Gea. Alarm menunjukkan pukul 3 sore, sudah saatnya Gea untuk berangkat les. Dengan lesu, Gea mulai melempar seluruh pakaian bekas di wajahnya hingga menambah tumpukan kain di lantai kamarnya. Ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Dia
kembali mengambil salah satu baju bekas yang di berikan Gina, dan mencium aroma baju tersebut.
“Apa ini benar-benar baju bekas? Kenapa aromanya seperti aroma baju baru?” Gea mengambil seluruh baju tadi dan menciumnya satu per satu. Gea menemukan sebuah baju yang masih berlabel. Garis senyum di bibirnya mulai
mengambang. Ini semua bukan baju bekas, melainkan baju baru. Dia sampai lupa, jika ini salah satu cara Gina menunjukkan rasa sayang terhadap dirinya.
“Walaupun dengan hinaan, tak apalah.” Gea langsung memakai baju tersebut, dan mengambil beberapa buku di laci mejanya lalu melangkah pergi ke tempat les yang berada di ujung komplek. Ketika sampai di depan gedung les, Gea melihat Ervan sedang menatap seorang gadis yang berada tidak jauh dari depannya. Ervan memiliki tinggi 182 cm, wajah tirus, hidung mancung, dengan mata menawan di lengkapi kulit bening walau tanpa perawatan. Ervan memiliki rambut lurus dengan sedikit poni di dahinya, itu membuatnya terlihat seperti pangeran kerajaan
negeri dongeng. Namun, Ervan adalah pemuda berhati dingin yang tidak peduli dengan gadis ataupun cinta. Tapi hari ini, Gea melihatnya sedang memperhatikan seorang gadis. Gadis itu adalah Oliv. Oliv memiliki tinggi 158 cm, berwajah pucat, berambut lurus sebahu dengan poni lurus. Oliv adalah haters terkenal di dunia maya. Dia memiliki ratusan fake akun, yang ia gunakan untuk memposting postingan negatif, dengan tujuan untuk menjatuhkan targetnya. Salah satu targetnya adalah Gea. Sejak saat itu, Gea mulai menjauhi Oliv.
“Cie cie, babang tampan suka sama dedek Oliv yaa. Puber ni yeee.” Bisik rayu Gea dari telinga kiri Ervan.
“Apaan sih, kau ini.” Tepis Ervan dengan wajah kesal.
“Udah terlambat ya pubernya.” Gea kembali menggoda Ervan dengan menaikkan satu alisnya.
“Cih, kau tau, dari tadi dia berdiri di sana.” Ervan berdecih sembari membersihkan *** matanya.
“Lalu, Oliv yang sejak tadi berdiri di sana, apa urusannya denganmu?” Gea menatap penuh pada Ervan.
Ketika pembicaraan mereka sedang sangat serius, Bimo berlari dengan tergesa-gesa lalu menyenggol Ervan
hingga terjatuh.
“Woi Bim, hati-hati dong, jatuh ini.” Bentak Ervan sembari berdiri.
“Eh maaf Van, aku tadi di kejar Ibuku.” Sahut Bimo yang melirik cemas kearah gang komplek,
“Kenapa lagi?” Tanya Gea, Bimo wajah Ervan yang tampak sangat kesal.
“Ampuni aku Van.” Bimo bersembah sujud di kaki Ervan.
“Ceilah, sampai sujud segala. Bangun Bim!” Gea menarik tangan Bimo untuk berdiri.
“Baiklah, sekarang beri tahu aku password dan linknya.” Ervan melanjutkan pembicaraannya dengan Gea. Bimo melirik Ervan dan Gea secara bergantian.
“500 ribu satu bulan.” Bisik Gea.
“Hey Gea, kita sudah berteman sejak kita masih berwujud bocah berlumur lumpur. Dan kau masih hitung-hitungan, malu dong.” Bisik Ervan dengan mendrama.
“Teman sih teman, kalau masalah uang masih tetap sensitif. Lagian, uangnya juga kita pakai bareng. Ya ngak Bim.”Gea meminta dukungan pada Bimo.
“Iya, aku juga bayar kok Van, kalau kau mau nanti aku kasih.” Bisik Bimo sembari merangkul Ervan. Mata Ervan masih melirik Oliv.
“Kau suka sama si Haters. Tatapan matamu itu, dari tadi tidak jauh-jauh dari sana.” Ervan kembali melirik
Gea dengan mata sinis.
**
Les yang membosankan dimulai. Mereka bertiga duduk berjejer dengan posisi paling depan. Hampir 2 jam les berlangsung, Didi datang dengan peluh yang membasahi seluruh tubuhnya. Didi memiliki tinggi 182 cm, bertubuh tegap, memiliki wajah maskulin dengan alis tajam dilengkapi kulit coklatnya. Rambutnya yang di potong rapi ala style tentara membuatnya membuatnya populer dikalangan para gadis.
“Maaf kak, saya terlambat.” Didi masuk sembari menyeka peluhnya.
“Hahahaha.” Tawa murid seisi ruangan pecah, terlebih Gea, Ervan, dan Bimo.”
“Oke.” Jawab santai Kakak pengajar les memberikan izin pada Didi. Didi langsung duduk di sebelah Gea.
“Hebat juga ide kau Di, besok akan aku praktekkan.” Bisik Gea pada Didi yang mengeluarkan beberapa buku dari dalam tasnya.
“Ide katamu? Iya, ide dimana tadi, aku kena hukum disekolah gegara Flasdisk sarang filmmu itu.” Bisik Didi geram membuat Gea menatapnya.
“Apa? Apa ucapanmu itu serius? Memangnya film yang mana?” Tanya Gea dengan wajah antusias.
“Film, itu loh, yang alurnya dewasa. Aku tidak tau harus bagaimana, jika kepala sekolah memanggil Emakku.” Jawab Didi sembari menyeka peluhnya.
“Tenang, aku akan membantumu. Bilang saja Flasdisk itu milikku.” Gea menepuk-nepuk bahu Didi membuat Bimo dan Ervan melirik mereka berdua.
“Apa bisnis Gea ketahuan?” Tanya Bimo dan Ervan secara serentak.
“Hanya di sekolahku. Mulai sekarang, kau harus berhati-hati. Aku rasa beberapa blog milikmu sudah kena blokir.” Bisik Didi lagi.
“Aku tau itu, aku sudah melihatnya tadi. Yang di blokir cuman blog pendukung, bukan blog inti.” Bisik Gea lagi. Gea memiliki pekerjaan sampingan. Pekerjaan, yang berbanding terbalik dengan jenis kelaminnya. Gea yang sangat lihai dalam ilmu teknologi, membuatnya pandai untuk membuat beberapa situs. Salah satu situs yang selalu
laris manis adalah, situs film bajakan.
Gea tertarik untuk membuatnya dan menjadikannya sebagai sumber pendapatan. Gea membagi situs tersebut ke dalam beberapa kelompok. Satu diantaranya berupa situs inti. Situs inti ini, hanya bisa diakses bagi member yang memiliki id dan password. Id dan password ini di dapat dari Gea setelah para calon member membayar uang sebesar 500.000/bulan. Dan juga Gea memberikan beberapa paket dengan porsi bayaran berbeda. Tidak lupa, proses pemasarannya menggunakan jasa para teman-teman kompleknya, yaitu Ervan, Bimo, dan Didi. Mereka sengaja memilih sekolah yang berbeda untuk proses pemasaran. Hal ini sudah mereka lakukan sejak mereka mulai masuk SMA. Akibatnya, Gea menjadi siswa yang sangat populer tidak hanya dari penampilan tetapi juga dari pekerjaannya. Di dalam situsnya tersebut, terdapat berbagai genre film, baik film lokal, atau luar negri. Bahkan ribuan anime lawas ada di sana.
“Hei kalian berempat, jika ingin bergosip keluar saja.” Sorak kakak pengajar les pada mereka berempat. Dengan wajah polos, mereka berdiri dan melangkah keluar. Kakak itu hanya terdiam melihat aksi mereka berempat. Mereka
berempat berjalan keluar menuju halte bus yang tidak jauh dari tempat les.
“Jadi yang kau maksud tadi, kau akan kena drop out gegara isi Flasdisk itu.” Ervan menatap prihatin pada Didi.
“Tidak sampai drop outlah, paling kena surat peringatan.” Jawab Bimo sembari menaikkan celananya yang melorot. Didi hanya tersenyum kecut.
“Hey, bukankah itu umaknya Didi.” Bisik Gea dengan wajah takut seraya menunjuk seorang wanita yang berjalan keluar dari simpang komplek.
“Astaga, kalau umak Didi melihat kita, bisa mati kita.” Bimo ikut melihat kearah wanita itu. Mereka sangat takut, karena mereka bertiga adalah tawanan les pada jam 3 sore sampai 9 malam. Dan ini masih jam 6 sore.
“Itu ada bus, ayo naik.” Ervan mendorong Didi dan Bimo untuk naik keatas bus. Gea hanya mematung melihat arah jalan Umak Didi.
“Apa kau tidak ingin naik?” Tanya Didi pada Gea, Gea menoleh pada Didi, sementara Ervan kembali turun dan menarik tangan Gea. Kondisi bus yang penuh membuat mereka berempat berdiri.
“Hadap kesana.” Perintah Ervan, menyuruh ketiga temannya menghadap membelakangi Umak Didi yang hendak lewat di depan gedung les. Karena, jika aksi bolos mereka kembali ketahuan, entah sanksi apa lagi yang akan mereka berempat terima. Sebelumnya, mereka berempat kedapatan oleh ibunya Ervan sedang berada di tengah pasar malam pada jam les. Tragedi itu membuat semua Ibu mereka sepakat memberi sanksi sanksi pengurangan uang jajan. Menurut mereka sanksi tersebut cukup membuat anak-anak mereka jera dan lebih rajin belajar. Tapi apa, anak-anak mereka tetap melakukan hal yang menyenangkan menurut mereka.
“Huuh. Nyaris saja.” Bimo menyeka peluh di dahinya.
“Jadi, mari kita lihat kemana jurusan bus ini.” Didi membaca merek jurusan mobil yang tertera di belakang sopir.
“Ke Metro.” Bisik Gea dengan wajah tak percaya. Mereka terdiam lama.
“Waaaaaaaaaahahahaha.” Mereka tiba-tiba berteriak girang, girang, dan segirang-girangnya, hingga penumpang bis yang lain menatap risih pada mereka. Metro adalah tempat dimana anak muda zaman sekarang berkumpul, mengeluarkan aspirasi mereka. Biasanya setiap malamnya, akan ada hiburan tersendiri untuk para anak muda. Seperti, tampilan band lokal sampai pada band-band mancanegara.
“Huaaa, malam ini hiburan apa yang ada di Metro?” Tanya Bimo dengan wajah antusias, dan sangat berharap jika hiburan malam ini adalah girl band seksi. Sementara Didi mulai bertanya pada mbah Google.
“Oke Google, hari ini hiburan apa yang ada di Metro?” Mbah Google menjawab. “ Stand up Comedy oleh para
kampret.” Seketika mereka terdiam, dan kembali tertawa bahagia.
“Hahaha, pasti menyenangkan. Kau bawa uang kan Gea?” Tanya Ervan dengan wajah lebih antusias. Gea pun mengangguk dengan semangat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments