Pagi yang cerah, seorang gadis kecil berlari kencang menuju rumah tetangganya. Ketika sampai di depan pintu rumah tetanggannya, si gadis kecil tampak merapikan rambutnya. Si gadis kecil memakai jepitan rambut berbentuk pita di bagian poni kirinya. Tak lupa, rambut yang di kuncir dua, menambah kesan betapa manis dan betapa lugunya dirinya. Si gadis kecil, mulai mengetuk pintu.
“Tok, tok, tok.” Suara lantunan tangan mungilnya pada pintu membuatnya tersipu malu. Seorang anak laki-laki membuka pintu.
“Kau sudah datang, ayo masuk.” Sapanya dengan semangat sembari menarik tangan gadis tersebut, masuk ke dalam kamarnya.
“Jepitan rambutmu cantik.” Puji si anak laki-laki pada gadis kecil itu, hingga membuatnya tersenyum malu.
“Ah, benarkah. Kemarin aku membelinya ketika aku pergi melihat jumpa fansmu. Ini adalah cindramatanya.” Ekspresi anak laki-laki itu berubah.
“Kau datang menghadiri acara sampah itu. Kenapa kau tidak memberi tahuku sebelumnya? Bukankah sudah aku katakan, kau tidak perlu pergi ke sana. Pasti kau juga berdesak-desakan. Apa kau baik-baik saja?” Tanya si anak laki-laki dengan wajah kesal bercampur cemas.
“Mmmm, aku baik-baik saja. Kau sangat bersinar ketika berada di sana.” Jawab gadis kecil itu sembari malu-malu.
“Pokoknya, aku tidak suka!” Teriak Si anak laki-laki , dengan menarik jepitan rambut cindramata jumpa fansnya, dari rambut gadis kecil itu. Kemudian, ia melemparnya keluar jendela. Gadis kecil itu menatap si anak laki-laki dengan wajah tidak percaya.
“Kenapa kau sejahat ini? Kenapa?” Teriak Gadis kecil itu menangis histeris.
“Itu barang murahan. Kau itu mahal, dan kau harus memakai yang mahal. Ini, aku punya jepitan yang lebih bagus. Aku membelinya di Singapura.” Si anak laki-laki berusaha menenangkan gadis kecil itu, dengan memberikan jepitan yang lebih bagus. Si anak laki-laki langsung memakaikan jepitan rambut itu dengan rapi pada poni kiri gadis kecil itu, dan membuatnya langsung berhenti menangis. Gadis kecil itu, menarik jepitan yang di poni kirinya.
“Aku lebih suka cepitan yang tadi!” Teriak gadis kecil itu, melempar balik jepitan pemberian si anak laki-laki.
“Kau, gadis keras kepala.” Bisik si anak laki-laki itu dengan wajah dingin.
“Kau, anak laki-laki sombong. Aku membencimu!” Gadis kecil itu, berlari kencang menuju jepitan rambutnya. Sementara si anak laki-laki, ikut berlari mengikutinya dari belakang. Gadis kecil itu menangis melihat jepit rambutnya yang patah. Melihat itu, si anak laki-laki langsung mengambil jepitan rambut gadis kecil itu, dan berlari ke dalam rumahnya. Si anak laki-laki, mengambil lem perekat di dalam laci meja ruang tamunnya. Dengan cekatan, ia langsung memperbaiki jepitan rambut gadis kecil itu, lalu kembali menghampiri gadis kecil tadi yang sedang menangis dengan sangat terisak-isak.
“Ini.” Si anak laki-laki memasangkan jepitan rambut itu pada rambut gadis kecil itu.
“Berhentilah menangis, maafkan aku. Memang benar, jepitan rambut ini sangat cocok untukmu.” Si anak laki-laki menepuk pelan bahu gadis kecil itu.
“Benarkah?” Sahutnya dengan suara yang sudah serak.
“Hmm.” Angguk si anak laki-laki dengan sangat manis.
“Tapi, aku tetap membencimu!” Teriak Gadis kecil itu sembari berlari ke dalam rumahnya. Tiba-tiba banjir besar datang.
“Huaa, tolong selamatkan akuu!!!”Teriak Gea sembari menghapus mukanya dengan selimutnya. Ia langsung duduk, dan menatap buram seorang wanita yang sedang memegang sebuah gayung tepat di atas kepalanya.
“Kak Gina! Apa kau sudah gila?” Teriaknya lagi dengan wajah emosi menatap kasurnya yang basah, dan mengenai beberapa buku pelajaran yang ada di dekat bantalnya.
“Ini adalah sebuah cara untuk membanggunkan rakyat jelata.” Bisik jijiknya dengan melangkah keluar kamar Gea. Gina sengaja membangunkan Gea dengan cara menyiram Gea menggunakan air es. Gea dengan sekumpulan amarahnya mulai meradang. Ia meloncat dari tempat tidurnya, dan mulai menjambak Gina dari belakang.
“Kau benar-benar keterlaluan!” Teriak Gea dengan menjambak kasar rambut Gina yang sudah terurai rapi hendak berangkat ke kampus.
“Heey, apa yang kau lakukan sakit tau!! Seharusnya kau berterima kasih padaku, karena aku sudah membangunkanmu!!” Teriak Gina balik sembari menghempaskan Gea ke lantai.
"Berterima kasih, ya, aku berterima kasih atas perlakuanmu yang terhormat ini. Apa kau benar-benar seorang manusia?" Tanya Gea sembari berdiri.
"Jadi, kau bilang aku ini bukan manusia. Ke sini kau anak nakal!" Gina menarik tangan Gea keluar dari kamar. Gea
menghempaskan tangan Gina, itu membuat Gina menatapnya tajam.
"Berani sekali kau melawanku, aku akan membuatmu merasakan akibatnya!" Teriak Gina dengan melayangkan
tamparannya, dengan sigap Gea menangkap tangannya dan memutar tangan Gina.
"Kau, membuatku selalu mengalah. Kau, membuatku selalu tersudutkan! Tidak puaskah kau dengan semua itu! lantas kenapa kau juga menyiksaku? Kenapa?" Teriak Gea dengan mendorong Gina hingga jatuh ke lantai.
“Aku sangat membencimu, kenapa? Kenapa? Kau selalu berbuat seenaknya padaku. Aku sangat membencimu!! Dengar, aku tidak pernah memiliki saudara sepertimu. Dan mulai detik ini, jika darahku adalah alasanmu sepaya aku memanggilmu kakak, maka dengarkanlah baik-baik. Kalau aku, tidak akan pernah lagi memanggilmu Kakak. Dan aku tidak memiliki hubungan apapun lagi denganmu!!! Jangan sekali-kali memanggil namaku, atau berbicara
padaku!! Karena kau, telah aku anggap mati!! Mulai detik ini, aku hanya memiliki Mama, Papa, dan Bang Gio!! Aku sangat membencimu!!!” Teriak Gea sembari masuk ke dalam kamarnya, membuat Gina menatapnya dengan wajah tidak percaya. Ia tidak menyangka reaksi Gea begitu berlebihan, atau mungkin ia yang telah berlebihan.
Gea duduk di atas kasurnya yang sudah basah. Ia kembali merenungkan apa yang telah ia lakukan. Ia tampak menyesali kata-katanya yang barusan. Ia langsung membawa kasur kamarnya, dan menjemurnya ke atas atap, lalu kembali ke kamarnya dan mandi untuk pergi ke sekolah. Ketika Gea mandi, ia kembali ingat tentang mimpinya. Masa lalunya yang tampak kembali terulang.
“Dino.” Bisiknya lirik dengan mengambil handuk di depan pintu kamar mandinya, dan berjalan menuju jendela kamarnya. Ia berdiri menatap kearah rumah tetangga baru yang dulunya adalah rumah Dino teman masa kecilnya.
“Apa kau sudah tenang di alam sana? Kenapa kau muncul di dalam mimpiku?” Tanyanya dengan tatapan kosong menghadap ke kamar tetangga baru. Air matanya mulai mengalir jatuh membasahi pipinya.
“Maafkan aku, aku kembali menangis.” Bisiknya lagi, lalu menghapus air matanya. Gea melangkah ke arah lemarinya. Ia membuka lemari dan langsung mengambil baju seragam sekolanya. Matanya melirik sebuah peti kecil di ujung lemari. Perlahan ia meraih peti tersebut, dan langsung membukanya. Ia mengambil sebuah jepitan pink elegan. Ia kembali meletakkannya, dan mengambil sebuah cincin. Cincin yang terbuat dari perak mewah.
“Aku sudah berangsur melupakanmu. Tapi kenapa? Kau tiba-tiba datang dalam mimpiku. Apa ini sebuah pertanda?” Tanyanya pada cincin itu. Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Ternyata panggilan dari Mamanya.
“Ya Ma.”
“Apa kau sudah bangun? Jangan lupa sarapan.”
“Iyaa Ma.”
“Jangan sampai terlambat ke sekolah.”
“Iyaa Maa.”
“Ya udah Mama tutup dulu.” Gea langsung memasukkan kembali peti kecil itu ke dalam lemarinya. Ia bergegas menganti bajunya dan berangkat ke sekolah. Gea melangkah langsung ke pintu depan tanpa mengacuhkan Gina yang sedang menikmati sarapannya. Ketika ia sampai di halaman rumahnya, ia melihat Oliv yang sedang menunggu seseorang. Gea tau Oliv hendak menunggu si anak tetangga baru. Gea melangkah ke rah Oliv yang sedang menunggu.
“Kau menunggu si artis itu. Iya, dia memang seorang artis. Aku pernah melihatnya mereka konser di Bandung dulu. Yang lirik lagunya kamu dimana, dengan siapa, semalam berbuat apa?” Gea menyanyikan sepotong lirik lagu Kangen Band.
“Apa kau sudah gila?” Tanya Oliv dengan wajah jijik.
“Aku tidak bercanda. Ini serius.” Jawab Gea dengan wajah cuek lalu melangkah meninggalkan Oliv. Sementara Oliv tetap menunggu anak si tetangga baru. Pintu rumah tetangga baru mulai terbuka. Oliv bersiap dengan kameranya. Raut wajah Oliv berubah menjadi wajah ketakutan. Sekarang ia mulai mempercayai perkataan Gea. Seorang pemuda keluar dari rumah itu. Ia memakai baju seragam sekolah yang sama dengan seragam sekolah Gea. Namun, wajahnya itu memiliki gaya yang sangat unik, Poni panjang yang menutup sebagian wajahnya, lengkap dengan kaca mata culun di tambah gigi rahang atas yang maju.
“Ya Tuhan. Aku lebih setuju jika dia memakai kontak lensa, dan gigi itu di beri behel lalu rambut itu sedikit di
rapikan.”Oliv melangkah cepat menyusul Gea.
Sementara itu, Gea sudah naik ke atas bus menuju sekolahnya. Ia naik bersama Bimo, Ervan, dan Didi. Bimo turun lebih awal, karena sekolahnya yang lebih dekat dan di susul oleh Gea, Ervan, dan Didi.
Ketika Gea turun dari bus, Ervan dan Didi sibuk melambaikan tangannya hingga membuat beberapa siswa sekolahnya melihat ke arah mereka bertiga. Tiba-tiba, Dina datang dengan roknya yang sangat pendek mencolok. Dina memiliki tubuh yang sama tinggi dengan Gea, namun lebih proposional dengan dada yang tidak terlalu besar. Rambutnya terurai panjang, dan tak lupa diikalkan.
“Gea.” Teriaknya sembari merangkul ramah bahu Gea. Mata Gea lebih tertarik melihat rok Dina.
“Apa tidak ada lagi rok yang paling pendek dari rokmu yang ini?” Tanya Gea sembari menarik rok Dina.
“Hey, ayolah. Ini model pakaian sekolah bulan ini.” Dina menepuk pelan tangan jahil Gea.
“Model?” Tanya Gea rancu, Dina langsung mengalihkan pembicaraan dan membawa Gea melangkah menuju kelas.
Ketika sampai di kelas, Lia datang dengan tergopoh-gopoh. Lia memiliki tubuh lebih tinggi dari Gea, wajah mirip orang india dengan tubuh langsing ideal. Ia memiliki rambut lurus sebahu, membuat semua pria bertekuk lutut padanya. Dia termaksud kategori gadis yang di takuti, karena masa lalunya.
“Kau kenapa? Pelan-pelan.” Dina menahan Lia.
“Gea, kau di panggil Buk Ros ke kantor.” Bisik Lia dengan wajah serius.
“Ada apa? Kenapa Buk Ros memanggilku? Apa karena bisnisku itu? Tanya Gea dengan wajah cemas.
“Hmmm.” Angguk Lia. Dengan langkah pelan, Gea langsung melangkah menuju kantor guru, tepatnya menemui Buk Ros wali kelasnya.
“Gea Semenip. Sekarang kau tidak bisa mengelak dari barang bukti ini.” Buk Ros melempar beberapa barang bukti bahwa Gea adalah orang yang bertanggung jawab atas film-film ilegal genre dewasa yang beredar luas di kalangan siswa SMA. Gea berusaha tenang dan hanya menatap datar berkas tersebut.
“Sekarang berikan Ibuk sebuah alasan. Kenapa kau dengan berani menjual film ilegal pada teman-temanmu?” Tanya Buk Ros dengan penuh emosi.
“Tring.” Gea menemukan jawaban yang ideal untuk amukan Buk Ros.
“Itu semua buk, adalah wujud dari keperdulian saya pada semua siswa di dunia ini buk. Ibuk tau kan, saat ini bioskop sudah banyak buka, dan tiketnya itu buk, mahal. Tidak seimbang dengan uang jajan siswa. Nah, oleh sebab itu saya meluncurkan situs ini untuk memberikan fasilitas tontonan pribadi di rumah, dengan harga menarik. Mmmm, saya menawarkan berbagai paket Buk, dan bisa di cicil. Kan ibuk sendiri yang mengajarkan kami untuk berwirausaha. Nah, ini berwirausahakan Buk.” Jawab Gea dengan lantang dan jelas membuat Buk Ros tak bisa berkata apa-apa. Buk Ros mulai berpikir panjang. Seketika Pak Jon datang dan bertanya pada Buk Ros.
“Buk, apa Ibuk sudah menerima siswa pindahan itu?” Tanya Pak Jon cemas.
“Tidak.” Jawab Buk Ros dengan wajah datar.
“Seharusnya dari tadi dia sudah sampai di sini.” Pak Jhon melangkah kearah mejanya.
“Gea Semenip. Besok bawa mamamu untuk datang menghadap ibuk! Kau mengerti!” Ancam Buk Ros pada Gea.
“Tapi Bu, Mama saya sibuk. Percuma Buk. Lagian apa salahnya sih Buk?” Jawab Gea dengan menunduk sedih.
“Kakak kamukan bisa. Kamu masih bertanya salah kamu apa? yang pertama, kamu memperluas film sebuah perusahaan. Kamu pikir perusahaan itu memproduksi film tidak dengan uang. Ada sebuah norma yang kamu
langgar di sana dan itu bisa berujung pidana. Yang kedua, kamu menyebarluaskan film dewasa pada teman-temanmu. Tidak ada alasan lagi Gea Semenip.” Sahut Buk Ros dengan wajah cuek.
“Ibuk lupa keributan tahun lalu.” Bisik Gea dengan tersenyum manis. Seorang Guru terpaksa di berhentikan akibat ulah amuk Gina. Gina tidak menerima tuduhan guru tersebut pada Gea. Akibatnya, percekcokan terjadi hingga sampai berujung sidang di pengadilan. Buk Ros kembali terdiam dan menatap Gea dengan sepenuh hati.
“Cari murid baru yang dimaksud oleh Pak Jhon barusan. Bawa dia ke sini.” Bisik Buk Ros lalu melangkah menuju ruangan kepala sekolah.
“Lalu bagaimana dengan kasus saya ini buk?” Sorak Gea.
“Cari dia sampai dapat! Semua selesai.” Jawab Buk Ros dengan sinis. Dengan semangat, Gea mulai mencari siswa yang dimaksud oleh Pak Jhon.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments