Mereka sampai di Metro. Mereka berempat mulai membeli tiket, dan langsung menjelajahi seisi Metro. *Stand up*comedy mulai mereka nikmati.
“Woi Di, sekarang jam berapa?” Tanya Gea sembari mengunyah pop corn yang berada dalam pangkuan Bimo.
“Jam setengah Sembilan.” Jawabnya ketus.
“Kalau pulang ke rumah berapa menit yaak?” Tanya Ervan.
“Tiga puluh menit.” Jawab Didi dengan cuek, dengan sigap Bimo, Ervan, dan Gea langsung berlari kencang menuju halte bus. Karena, jam ketika mereka sampai di rumah harus sama dengan jam ketika murid lain sampai di rumah.
“Tunggu woi!!! Main lari-lari aja! Woii!” Teriak Didi yang baru sadar jika teman-temannya sudah berlari untuk mengejar bus terakhir. Akhirnya, mereka sampai di halte depan komplek sesuai perencanaan. Ternyata, Mama Gea sudah menunggunya di depan gedung les.
“Deg, deg, deg.” Jantung Gea berdegup dengan sangat kencang.
“Heey, itu Mamaku. Apa yang harus aku jawab, jika dia menanyakan kenapa aku berjalan dari halte bus?” Tanya Gea dengan wajah cemas pada teman-temannya.
“Tenang, aku yang jawab kalau Mamamu bertanya.” Jawab Ervan dengan wajah manis dan berjalan menuju Mama Gea.
“Malam Ma.” Sapa sopan Bimo, Didi, dan Ervan serentak. Sementara Gea sudah merasa hampir mati, jika sang mama bertanya tentang arah jalan.
“Malam juga anak-anakku yang rajin, gitu dong ikut apa kata Mama. Lagian ya, les itu untuk kalian. Ngak usah nakal-nakal, biar nanti nyari kuliahnya gampang.” Ceramah singkat Mama Gea membuat tarikan nafas mereka menjadi lega. Ketika Mama Gea sedang asyik dengan ceramahnya, Tante Vera yang merupakan tetangga baru datang menghampiri dan berbincang ramah dengan Mama Gea. Ternyata, ia juga mendaftarkan anaknya untuk les di tempat les di tempat yang sama dengan Gea, Bimo, Ervan, dan Didi. Ketika dua emak-emak ini asyik berbincang, Gea dan kawan-kawannya bergegas pergi.
“Tante barusan siapa? Baru kali ini aku melihatnya.” Tanya Ervan sembari melirik-lirik ke belakang.
“Tetangga baru di sebelah rumahku. Masa kau tidak tau.” Jawab Gea dengan memanyunkan bibirnya.
“Serius tetangga baru. Tante itu cantik, apa ada anaknya yang seumuran dengan kita?” Tanya Didi dengan antusias.
“Mmm.” Angguk Gea.
“Jangan harap jika anak Tante itu putih cantik dan seksi, karena anak Tante itu, cowok sama kayak kita.” Bimo melirik kesal pada Gea, seperti menjelaskan bagaimana perasaannya tadi siang.
“Huuh, kenapa populasi cewek di komplek kita terlalu sedikit yak?” Guman Didi yang tiba-tiba loyo.
“Pindahin aja asrama cewek yang di komplek sebelah ke komplek kita. Pasti komplek kita bakal jadi ramai.” Saran Gea sembari memangku kedua tangannya. Ervan Didi dan Bimo melirik Gea, lalu terdiam.
“Hmmhaaaa.” Ketiga temannya menghela nafas panjang, lalu berjalan mendahuluinya.
“Woi, saranku itu manjur. Gimana sih.” Teriak Gea mengejar ketiga temannya. Mereka berempat berjalan menuju rumah masing-masing. Karena Bimo yang duluan berbelok ke rumahnya, ia tidak lupa mengingatkan teman temannya akan misi pada malam ini.
“Ingat jam 2, di aula komplek.” Bisik Bimo pada ketiga temannya.
“Apa ada yang baru?” Tanya Didi heran pada Gea.
“Bukan aku, itu Bimo. Dia ingin mengcopy film genre dewasa untuk situsku melalui kaset lawas milik temannya. Sampai nanti.” Jawab Gea yang juga berbelok kearah rumahnya. Senyum licik Didi dan Ervan mengambang tipis pada bibir mereka berdua. Rumah Didi yang berdekatan dengan rumah Ervan membuat mereka berjalan berdua hingga ujung komplek. Langkah mereka berdua tiba-tiba terhenti.
“Woi Van, siapa itu? Apa itu kuntilanak?” Tanya Didi dengan wajah cemas, melihat seseorang dengan pakaian putih sampai mata kaki dengan rambut terurai.
“Ngak mungkinlah, ini masih jam 9. Sementara biasanya jam 3 pun, kita masih berlalu lalang di jalan ini. Udah, ayo kita sembunyi dulu.” Jawab Ervan sembari menarik tangan Didi ke bawah pohon dan mengawasi sosok yang berbaju putih itu.
“Tapi aku takut.” Bisik Didi dengan wajah yang sudah berpeluh dingin.
“Ssst! Diam! Itu si Oliv. Lihat, dia bawa kamera.” Bisik Ervan dengan geram pada Didi. Dari tadi pagi, Ervan memang sudah curiga dengan gerak-gerik Oliv.
“Haa? Ngapain tu anak di situ? Biar aku ke sana. Pake baju putih malam-malam, terus ngirai rambut lagi.” Bisik geram Didi dan melangkah untuk menghampiri Oliv.
“Hey, jangan! Kita lihat saja apa yang dilakukannya.” Bisik Ervan kembali sembari menahan tangan Didi. Didi hanya
memandang Ervan dengan wajah datar.
“Cekrek, cekrek.” Oliv mulai mengambil gambar kearah rumah Gea. Mata Didi dan Ervan mulai melirik arah kamera Oliv.
“Kenapa dia memotret rumah Gea?” Tanya Ervan dengan wajah serius lalu mulai menyambung akal dengan dengan Didi. Mereka saling menatap.
“Bisnis kita!” Teriak mereka serempak. Mereka berpikir jika Oliv akan melaporkan bisnis mereka. Atau menjadikan bisnis mereka untuk bahan menulis di blog kebenciannya. Dengan langkah seribu, Ervan dan Didi langsung menghampiri dan merebut kamera Oliv.
“Hey apaan sih. Bawa sini! itu kamera aku!” Teriak Oliv pada Didi dan Ervan yang melihat hasil jebretan Oliv.
“He Oliv, dari tadi pagi aku sudah curiga dengan dirimu. Ternyata ini tujuanmu!” Teriak Ervan membuat Oliv agak gugup.
“Tu-tujuan apa?”
“Kau ingin membuat bisnis Gea menjadi topik dalam blog kebencianmu itu kan. Dasar Haters!” Bisik Geram Ervan sembari menatap tajam Oliv.
“Cih, kau pikir aku punya waktu untuk mengurus bisnis plagiat si Gea. Asal kalian tau, ini tidak ada urusannya dengan kalian. Bawa sini, menyebalkan.” Oliv merebut kameranya yang berada di tangan Didi, dan langsung masuk ke dalam rumahnya dengan menghempaskan pintu.
“Aku rasa ekspresi wajahmu pada Oliv itu, terlalu berlebihan.” Didi melangkah meninggalkan Ervan.
“Aku semakin penasaran.” Ervan melangkah ke pintu rumah Oliv. Sepertinya, dia masih merasa kurang, dan ingin melabrak Oliv sampai ke dalam rumah. Didi menoleh pada Ervan.
“Sabar Bro, belum tentu yang kita pikirkan ini sama dengan apa yang dia lakukan. Menurutku sebaiknya, kita buka dulu blognya, pasti ada jawaban manis disana.” Didi tersenyum manis dan berbalik menatap
Ervan. Ervan melirik pintu rumah Oliv, lalu melangkah kearah Didi.
“Emosimu benar-benar bermain.” Didi merangkul
Ervan berjalan pulang menuju arah rumah mereka.
**
Gea masuk ke dalam rumahnya dan melangkah ke dalam kamarnya. Gea melempar tas yang ia sandang kearah tumpukan baju bagian sudut kanan kamarnya. Gadis ini berubah menjadi gadis genit manja, dan melangkah menuju poster Jimin seorang anggota boy band Korea Selatan, yang berada di dinding kamarnya. Dinding ini memiliki sebuah jendela. Jendela yang selalu dibiarkan oleh Gea terbuka, hingga membuat angin malam masuk dengan liarnya. Gea meliukkan tubuhnya, dan membuka ikatan rambutnya. Angin malam yang behembus, membuat rambut panjangnya terbang indah seperti iklan sampo di tv. Gea berdiri tepat di depan poster.
“Taraaaa, aku bawa oleh-oleh untukmu oppa.” Dengan mengeluarkan sebuah gelang souvenir dari pasar malam tadi.
“Kau pasti suka, hehehe.” Gea meletakkan gelang itu di atas rak lemari yang berada di samping poster tersebut. Rak tersebut sengaja ia buat khusus untuk poster tersebut.
“Apa kau masih marah dengan kejadian tadi siang? Oppa-ku sayang, itu semua hanya bumbu di dalam pernikahan kita.” Gea terlihat malu-malu sembari meremas-remas tangannya.
“Baiklah, untuk malam ini akan aku berikan kau sebuah tarian seksi untukmu. Aku jamin, kau akan puas, Jimin- oppa.” Bisiknya sembari mengkecup poster tersebut. Gea melangkah menuju speaker yang berada di bawah tempat tidurnya. Gea memutar sebuah lagu kpop, lalu mengikuti lirik demi lirik serta menari dengan seksinya.
Gea membuka bajunya dan hanya menyisakan bra dan rok sekolahnya. Gea mulai meliukkan tubuhnya dengan seksi mengikuti lantunan lagu.
Lagu Paradise-Hyorin
“Neoneonjena jakeseul kkokkkok nulleo ipgo, Jamkkaneul beoseonohneun jeogi eopseo wanbyeokhae. (Kau selalu memakai jaketmu, Tak pernah melepasnya, sangat sempurna.)”
“Yeogijeogi neoreul hyanghae yuhogui barameul, Hoho bureodaedo neoneun geujeo I don’t care. (Meskipuin angin godaan berhembus padamu Kau tampak tak peduli.)”
“Gunggeumhaejyeosseo hwaginhago sipeo, Naegedo neo geobuhal su isseulji. (Aku penasaran, aku ingin memeriksa. Kalau kau bisa menolakku.)
“Yeonaega silheun geoni animyeon, Ajikkkaji mot mannassgessji na gateun girl? (Apakah kau tak suka kencan. Ataukah kau belum pernah bertemu gadis sepertiku?)”
“Son kkattak an haedo nan ne mam yeol su isseo. (Meskipun aku tak bergerak, aku bisa membuka hatimu.)”
“Jasinmanmanhan ne siseoni nan gwiyeowo. (Mata percaya dirimu tampak begitu lucu bagiku.)”
“Nege dagagalge nollajineun marajwo. (Aku akan mendekatimu jadi jangan terkejut.)”
“Simjangeun tteugeopge nunbusige. (Aku akan membuat hatimu panas.)”
“Boyeojulge paradise. (Akanku tunjukkan surga yang mempesona.)”
“Maja nan jom dalla nan ondoga dalla. (Ya, aku berbeda, suhuku berbeda.)”
“Deowo deowo deowo nawa isseumyeon neon. (Ini panas panas panas, ketika kau bersamaku.)”
“Deowo deowo deowo nan hangsang tteugeowo. (Kau akan panas panas panas, aku selalu panas.)”
“Beoseo beoseobwa beolsseo naega igyeosseo. (Lepaskan, lepaskan, aku sudah menang.)”
Di tengah tarian dan nyanyiannya, mata Gea mulai melirik keluar melalui jendela kamarnya. Ia melihat sepasang
mata dengan tubuh yang tinggi tengah memperhatikan tariannya secara penuh dari balik jendela kamar rumah Nenek Rosmini. Sekarang rumah itu sudah dihuni oleh tetangga baru. Gea sadar, jika dulu dia bebas melakukan apapun dikamarnya hingga tengah malam dengan jendela yang terbuka, tanpa ada yang menganggu. Tapi sekarang, itu tidak bisa lagi. Sepasang mata itu menyadari jika Gea mengetahui keberadaannya. Dengan kasarnya, ia langsung menarik tirai jendela kamarnya.
“Apa yang dia lakukan? Dia yang menguntitku, dan dia dengan kasar menarik tirai kamarnya.”Umpat Gea dengan penuh emosi.
“Tak akan aku biarkan!” Teriak Gea dan memanjat jendela kamarnya dengan hanya menggunakan bra.
“Kenapa rasanya badanku terlalu berat?” Tanyanya dengan kesal. Ia melirik dadanya yang hanya berbalut bra.
“Astaga, dia juga melihat dua bayi kembarku. Beraninya dia!” Teriak Gea dengan penuh emosi, kembali turun dan meraih baju kaos yanga da di lantai kamarnya, lalu kembali hendak memanjat jendela kamarnya. Ketika ia sampai di luar kamarnya, dia melihat Didi dan Ervan hendak membuli Oliv.
“Apa lagi itu?” Tanyanya yang lebih penasaran melihat aksi Didi dan Ervan. Ketika hendak melangkah menghampiri Didi dan Ervan, seseorang datang dan mengetuk pintu kamarnya.
“Tok, tok, tok. Gea, apa kau sudah tidur?”
“Oh tidak, Mama.” Bisik Gea dengan sigap langsung meloncat ke dalam kamarnya, menutup rapat jendela, dan membuka pintu.
“Kenapa dengan wajah itu? Apa kau sedang sakit?” Tanya Mamanya melihat wajah Gea bercucuran keringat.
“Ah tidak, tadi aku sedikit peregangan Ma.” Jawabnya dengan kikuk.
“Peregangan?” Tanya Mamanya curiga.
“Push up.” Jawabnya Gea dengan tersenyum datar.
“Ya sudah, ini uang jajan. Mama mau pergi dinas malam. Besok pagi jangan lupa sarapan denagn kakakmu. Sebelum tidur juga, jangan lupa kunci jendela kamarmu.” Mamanya melangkah pergi menuju pintu samping.
“Huuft, nyaris saja.” Gea menyeka peluh di dahinya, lalu kembali masuk ke dalam kamarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Anjelo,,JJ
untung masih pke cd,sma dedk kembarny jga untk gk bneran dibebasin,kalo gk wah wahh wahhh..bisa ngiler saya thor🤣🤣🤣..hottt
2020-04-14
2