Kama memejamkan matanya mengingat peristiwa yang terjadi seminggu yang lalu. Di mana Liz melemparkan surat cerai ke wajahnya sambil menangis.
Dengan cepat Kama mengusap wajahnya dan mengutuki hidupnya yang tidak karu-karuan. Hidupnya benar-benar hancur hanya karena satu hal, walau Liz mau menerimanya dan menemaninya, harga dirinya benar-benar tidak sanggup melihat Liz ikut terjerembab bersamanya. Berpisah adalah jalan terbaiknya. Walau ia harus merasa sakit.
“Kam,” panggil Kalila.
“Iya Teh.” Kama menjawab panggilan kembarannya. Kakanya yang hanya berbeda dua menit terlahir ke dunia.
“Di panggil Daddy ama Mamih,” ucap Kalila sambil menunjuk pintu di belakangnya.
Kama memejamkan matanya lagi, orang tuanya benar-benar murka saat mengetahui Kama menceraikan Liz, ditambah Kama dan Liz bungkam mengenai apa penyebab mereka bercerai, membuat orang tuanya uring-uringan.
“Bilang aku udah tidur,” tolak Kama.
“Kamu tidur atau pingsan? Ini masih jam tiga sore, Kam,” ucap Kalila dengan dengan kesal.
“Aku males, Teh.” Kama menatap Kalila sambil mengusap rambutnya dengan keras dan berulang.
Kalila mendekati Kama dan memeluk adik kembarnya itu. Memiliki dua adik laki-laki cukup membuat Kalila pusing kepala. Kafta sebenarnya yang selalu membuat Kalila pusing, Kama lebih mudah diatur karena dia bucin dengan Liz, pusing-pusing Kalila bakal meminta tolong pada Liz untuk mengurus Kama.
“Kamu kenapa cerai sih, Kam?” tanya Kalila.
Kama bungkam, “Kan di pengadilan udah dibilang, nggak ada kecocokan dan aku tampar Liz sekali.” Kama membalas pelukkan Kalila.
“Jangan bohong Kam, kamu mana berani nampar Liz. Kamu bentak dia aja kamu nggak mau, kamu tuh cinta banget sama dia. Teteh tau,” ucap Kalila.
‘Karena aku cinta sama dia makanya aku ceraiin dia, Teh,’ batin Kama.
“Kam,” panggil Kalila yang kesal Kama tidak menjawabnya sama sekali.
“Iya.”
“Kenapa?” paksa Kalila. “Kamu kenapa cerai? Kamu tau kan dampaknya kamu cerai sama Liz apa? Gede Kam.”
“Tau Teh. Tapi, Kama harus menceraikan Liz,” ucap Kama.
“Yah kenapa? Ada alasannya Kama, kamu taukan Daddy sama Om Juan itu rekan bisnis dan udah kaya kelurga banget. Bahkan Tante Iis itu udah dianggap anak sama Abah?” Kalila mengingatkan Kama, kalau Kakek dari pihak ibunya sangat sayang dengan ibunya Liz.
“Tau,” jawab Kama pendek.
“Kamu tau perusahaan Daddy sekarang yang pegang sahamnya tiga puluh persen itu keluarga Liz?” tanya Kalila lagi.
“Tau.”
“Yah terus kenapa, Kam?” cecar Kalila sambil melepaskan pelukkannya dan menatap manik mata Kama.
Kama melihat mata biru milik Kalila, mata yang sama dengan milik Daddy-nya. “Karena aku udah nggak cocok sama Liz.”
“Bullshit!?” maki Kalila kesal. “Jangan bohong kamu, Kam. Kamu tuh bucin sama Liz!?”
“….”
“Kamu sama Liz bukan nikah karena dijodohin. Tapi, emang kalian berdua aja saling cinta, iya kan!?” cerocos Kalila.
“Iya, Teh.”
“Yah terus kenapa? Kamu hamilin anak orang?”
“Nggak.”
“Liz selingkuh?”
“Nggak mungkin, Liz setia Teh.” Entah mengapa Kama tidak rela kalau ada yang menjelek-jelekkan Liz.
“Yah terus kenapa?” tanya Kalila bingung, “nggak cocok dari mana? Teteh masih inget betapa mesranya kalian saat Kafta selesai wisuda di Italy.”
Kama tersenyum mengingat betapa bahagianya Liz saat dirinya memberikan sebuket besar mawar putih sambil menaikki gondola. Dan betapa asiknya mereka berjalan-jalan di Italy menggunakan motor vespa milik Nonno (Kakek) Gio.
“Kama!? Astaga … fokus. Kenapa?” cecar Kalila.
“Teh, Kama nggak bisa bilang.”
“Kama ini Teteh loh yang nanya buka Daddy atau Mamih.” Kalila mengingatkan Kama.
Bibir Kama kelu umurnya memang sudah dua puluh delapan tahun. Tapi, bila sudah berurusan dengan cerewetnya Mamih dan amukkan Daddy-nya Kama menyerah.
“Kama Trina Berutti, rispondimi!? (Jawab aku),” paksa Kalila dengan menggunakan bahasa Itali, darah Itali mengalir kental dari pihak Daddynya. Sedangkan, mamihnya yang orang Sunda asli membuat Kalila, Kama dan Kafta menjadi blesteran.
*“Ok, Sorella, Risponderò alla tua domanda. Ho risposto a tutto. Ma non dirlo a Mamih e Daddy, (*Oke kak, aku bakal jawab semuanya. Tapi, jangan kasih tau Mamih dan Daddy.)”
“Śi (iya).”
Kama menatap manik biru mata Kalila, dengan cepat dia beritahu semua alasannya. Selama hampir satu jam mereka berbincang dan selama itu pula Kalila hanya bisa terdiam, bibirnya kelu.
“Kam … jadi—“
“Aku ceraikan Liz, itu keputusan final.”
“Tapikan, Liz —“
“Aku sayang dia Teh, udah aku mau ketemu Daddy dan Mamih. Tolong, jangan bilang siapa pun juga.” Kama beranjak dari duduknya dan merapihkan polo shirt yang ia kenakan.
“Kam, kalian bisa ber—“
“Aku nggak mau bikin Liz menderita, nggak mau.” Kama berkata sambil tersenyum pada kakaknya itu.
•••
“Kama kamu kenapa cerai sama Liz?” tanya Taca.
“Udah nggak ada kecocokan, Mih,” jawab Kama pelan.
“Kama tolong,” pinta Taca sambil menatap anak keduanya itu, “jangan bohong.”
“Kama nggak bohong Mih.”
Taca hanya bisa menggelengkan kepalanya, pusing. Ternyata memiliki anak itu membuat kepalanya sakit. “Kama, Mamih tau mana yang bohong dan tidak. Dan saat ini kamu tuh bohong.”
Jantung Kama mencolos, Taca memang paling ahli untuk mengetahui kapan anak-anaknya berbohong atau berkata jujur.
“Mih, Kama nggak bohong. Kama pukul Liz dan Kama sama Liz emang udah nggak cocok.”
“Ka—“
“Beresin baju kamu, pindah kamu dari rumah ini!?” potong Adipati dengan suara yang menggelegar.
“Di,” panggil Taca pada suaminya. Sampai hari ini Taca selalu memanggil suaminya itu Di. Entah kenapa tapi, Taca menyukainya.
“Amore, dia udah punya penthouse sendiri, tinggal di sana. Nggak usah kamu kesini-sini lagi sampai kamu bilang kenapa kamu ceraiin Liz!?” Adipati berkata sambil melemparkan koran ke arah Kama. Adipati kesal bukan main dengan anak keduanya ini, masih untung dia tidak memukulinya dengan koran.
“Iya, Daddy.” Kama hanya bisa menghela napas dan menatap ujung sepatunya. “Hari ini Kama pindah.”
“Sekarang juga!?” bentak Adipati.
“Di!?” sergah Taca sambil mengusap paha Adipati pelan. Entah kenapa Taca tidak terima kalau Kama dimarahi Adipati.
“Nggak ada maaf, kamu tau kan Daddy sama Om Juan itu apa? Kamu tau kan, Liz itu udah Daddy anggap anak sendiri. KAMU INGET APA YANG DADDY KATAKAN SAAT KAMU MENIKAH!?” teriak Adipati keras, saking kerasnya semua urat-urat di lehernya terlihat jelas.
Deg ….
Jantung Kama mencelos saat mengingat petuah Adipati saat akan menikahi Liz. “Inget.”
“Apa?” tanya Adipati.
Kama berjuang menelan salivanya, “Kamu sudah memilih Liz sebagai pendamping hidup kamu. Kamu harus jaga dia sampai akhir hayatnya.”
“Terus kamu jaga Liz sekarang?” tanya Adipati.
“Da—“
“Tau kamu kelakuan Daddy waktu muda kaya apa? Daddy itu brengsek, playboy bahkan Mamih kamu ini sampai nggak mau sama Daddy. Dia sampai kabur!?” kenang Adipati, mengingat masa mudanya bersama Taca.
“….”
“Tapi, apa Daddy tinggalin Mamih kamu? Nggak. Karena, Daddy bakal jaga Mamih kamu ini sampai Daddy mati!?”
“Daddy, aku sama Liz emang nggak cocok. Beda sama Daddy dan Mamih.” Kama membela dirinya.
“Kalau gitu masalahnya, selesaiin Kama. Bukan cerai, Mamih telat bilang begini karena kalian udah cerai. Kamu juga nggak bakal bisa nikahin Liz lagi. Kecuali Liz nikah sama orang lain, terus nikah lagi sama kamu. Tapi, kenapa sih kamu ambil keputusan nggak ngomong dulu sama Mamih dan Daddy?”
Kama beranjak dari duduknya dan berkata pelan, “Mamih, Daddy. Kama udah gede, umur Kama udah dua puluh delapan tahun, ini keputusan final Kama sama Liz. Jadi, tolong hormatin keputusan kami.”
Adipati rasanya ingin menendang anak keduanya itu. “Oke, keluar kamu sekarang!?”
“Di ….” Taca mengusap paha Adipati dan langsung dibalas dengan tatapan tajam suaminya. Taca diam, dia paling tidak bisa melawan manik mata biru suaminya itu.
“Baik Daddy, aku beres-beres dulu.”
“Kama, maksud Daddy bukan gitu,” ucap Taca waswas bila anaknya tidak kembali lagi ke rumah itu.
“Aku tau Mih. Tapi, sepertinya aku harus tinggal di penthouse aku dulu.” Kama berkata sambil berjalan ke kamarnya dan bersiap untuk mengambil semua barang-barang yang dibutuhkannya.
Kama menatap sekeliling kamarnya, napasnya sesak. Masih segar diingatannya di mana saja Liz pernah berada. Di bagian mana saja dirinya dan Liz saling menggerayangi dan bercumbu.
Bahkan kalau boleh jujur kupingnya masih mendengar suara Liz yang memanggilnya atau tawa Liz yang membuatnya makin jatuh cinta.
“Sayang aku kangen,” bisik Kama sambil berjalan ke dalam walking closet dan mengambil baju tidur kesayangan Liz. Menciuminya.
Wangi mawar langsung menyeruak kehidungnya seketika itu juga Kama terduduk dan tangisannya pecah.
Hatinya sakit bukan main, pikirannya kalut. Dengan membabi buta Kama mencium pakaian tidur Liz berharap itu adalah tubuh mantan istrinya. Wanita yang dicintainya.
“Sayang kamu, aku rindu kamu Sayang. Maafin aku, Sayang maafin aku.” Kama terisak sambil terus mencium baju tidur Liz.
Kama menumpahkan segala kesedihannya sambil mengutuk pada tuhan. Mengapa dia harus bernasib seperti ini, kenapa hidupnya harus sebangsat ini!?
Kama memaki tuhannya.
•••
Xoxo Gallon yang Hobi Kellon
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
May Keisya
aku ikutan puyeng saking keselnya pgn tau alasannya😭...mandulkah apakah,ah Taulah😭
2025-01-30
0
Sulaiman Efendy
LGI2 DI POTONG TUHH KATA2... KYK RAHASIA NEGARA SAJA, BIKIN JENGKEL....
2024-02-17
1
Sulaiman Efendy
YAAA APAA?? UDH BECERAI JUGA KOQ MSH DIRAHASIA2KN.. BANGKE AMATTTT
2024-02-17
1