Seminggu sebelum persidangan.
“Aku nggak mau Kam, aku nggak mau,” isak Liz sambil melempar map berisikan surat perceraiannya dengan Kama.
Kama mengusap rambutnya dengan keras, Liz bukan wanita yang bisa diluluhkan dengan cepat. Pendiriannya teguh.
“Sayang, aku mau cerai.”
Plak ….
Rasa panas langsung menjalar di pipi Kama, Liz benar-benar marah dengan perkataan Kama.
“Sayang, sakit astaga.”
“Itu nggak seberapa sama sakitnya hati aku. Kamu jahat Kama. Kalau Papih tau dia bakal bunuh kamu,” maki Liz sambil menatap tajam Kama.
“Sebelum aku dibunuh Papih kamu, mungkin aku udah dicingcang Daddy dan Mamih aku, Sayang.” Kama mencoba menenangkan Liz yang murka karena dia menyodorkan surat cerai kehadapannya.
“Kalau tau kamu bakal dibantai keluarga aku sama kamu. Kenapa kamu masih ngelakuin ini?” tanya Liz bingung. Apa yang ada dipikiran suaminya ini, sampai-sampai menggugat cerai dirinya.
“Aku harus, Sayang. Aku harus ngelakuin ini semuanya, aku nggak mau liat kamu menderita,” ucap Kama sambil mencoba memeluk Liz.
Liz berontak, Ia langsung mendorong badan Kama. “Muka aku emang keliatan menderita, Kam?” tanya Liz sambil menunjuk mukanya geram. “Menderita kah?”
“Bukan saat ini Liz, kamu ngertikan kenapa aku lakuin ini semuanya. Ayolah Sayang, jangan pura-pura nggak ngerti,” pinta Kama sambil berusaha untuk mendekati Liz lagi.
Liz terdiam dengan perkataan Kama, Liz tau apa yang dimaksudkan Kama. Jangankan Kama, Liz saja selalu frustasi akan hal itu. Tapi, bercerai? Astaga … Liz tidak pernah berpikir sampai ke sana. Tak pernah terlintas dipikirannya kata perceraian.
“Kama please, I love you so much.”
“Astaga, Liz kamu tau segimana aku cintanya sama kamu. Kamu tau kan? Kamu tau segimana aku sayangnya sama kamu?” tanya Kama pada Liz.
Air mata Liz mulai tergenang dia tidak mau bercerai. Sumpah demi apa pun dia tidak mau bercerai. Kakinya goyah, kakinya seakan tidak mampu lagi untuk menopang tubuhnya.
“Nggak mau Kama, aku nggak mau,” isak Liz sambil terduduk dan menutup wajanya. Isakkannya makin keras saar Kama memeluknya.
“Liz, ini demi kebaikkan kamu. Aku nggak mau kamu sengsara dan nelangsa, aku nggak mau. Aku sayang dan cinta sama kamu, makanya aku mau lepas kamu,” terang Kama sambil mengusap air matanya sendiri. Hatinya pedih bukan main, berat mengajukan surat cerai pada Liz. Dia cinta pada wanita yang sedang ada dipelukkannya ini.
“Kam, aku nggak mau. Aku cinta sama kamu, ayo … kita hadepin semuanya bareng-bareng. Jangan kaya gini, Kam,” pinta Liz sambil merengkuh wajah Kama, mengelus pipinya.
“Aku nggak bisa.”
“Kama, aku maunya sama kamu. Kama, kamu bilang cinta sama aku dari semenjak kita umur tiga belas tahun,” jerit Liz sambil mencium dan menggigit bagian bawah bibir Kama. “Kamu inget nggak perjuangan kamu buat dapetin aku kaya gimana? Inget nggak Sayang? Kama aku nggak mau cerai.”
Liz menautkan kembali bibirnya, mengesap bibit Kama yang manis dan memabukkan. Diselusupkan lidahnya dan dengan pelan menggoda lidah Kama untuk membalas ciumannya. Gayung bersambut, Kama menyesap bibir Liz dengan hangat. Menggigit bagian bawah bibir Liz dengan pelan.
Kama menguraikan ciumannya sambil mengecup kening Liz. “Aku juga sayang sama kamu. Tapi, ini demi kebaikkan kamu, Sayang.”
“Kama aku mohon, aku nggak mau cerai.” Liz mengatupkan kedua tangannya di dada. Dia akan melakukan apa pun juga untuk membuat Kama merubah pikirannya. Bahkan, bila Kama memintanya untuk mengecup kakinya Liz akan lakukan. Liz tidak mau bercerai, hatinya sakit.
“Sayang ini—“
“Aku nggak mau cerai!?” bentak Liz sambil memukuli tubuh Kama dan menjerit juga menangis sekencang-kencangnya.
Kama hanya diam menerima pukulan Liz yang bertubi-tubi dan menggila. Dia akan menerima semuanya ini sudah menjadi konsekuensinya, ini semua adalah hal yang harus diterimanya.
Badan Kama sakit menerima pukulan, gigitan bahkan cakaran dari Liz. Namun, sejujurnya hatinya yang sakit bukan main melihat betapa sengsaranya istrinya itu. Tapi, Kama harus melakukannya. Demi kebaikkan Liz.
“Sayang … denger aku, aku harus lakuin ini,” ucap Kama sambil memeluk Liz dan mengecupi pucuk rambut Liz.
“Nggak mau Kam, nggak mau. Aku nggak mau, aku cinta kamu!?” ucap Liz sambil mencakar bagian punggung Kama.
“Aku juga cinta kam—“
“Terus kenapa kamu cereiin aku? Kamu gila apa? Kalau cinta kamu nggak bakal ceraiin aku!?”
“Liz kamu udah tau jawabannya apa.” Kama mengusap bibir ranum Liz, mata istrinya itu tampak cantik saat berkaca-kaca. Tuhan, dia mencintai istrinya.
“Aku nggak mau Kama, aku mau kamu,” ucap Liz lirik sambil menggosok-gosokkan kedua tangannya ke dada Kama.
“Liz, Sayang. Aku nggak mau sengsara, nikah itu seumur hidup Sayang.”
“Kita hadapin bareng-bareng Kama, aku mohon. Aku maunya kamu, aku nggak mau CERAI,” jerit Liz diakhir katanya. Lebih baik dia mati daripada bercerai dengan Kama.
Liz menggila dia menjerit dan menangis keras, sesekali ditarik-tariknya rambut miliknya. Beberapa kali Kama menahan tangan Liz yang berusaha mencakar dan memukuli dirinya.
“Sayang, tolong. Udah jangan sakitin diri kamu,” pinta Kama dengan napas tertahan.
“Terus gimana aku nggak mau cerai!?” seru Liz sambil menatap bola mata Kama yang coklat.
“Aku juga nggak mau—“
“Yah, terus kenapa kamu paksa aku buat tanda tanganin surat sialan ini?” ucap Liz sambil menatap kertas yang entah bagaimana caranya sudah terbuka dan di sampingnya terdapat pulpen.
“Karena harus, Liz. Aku yang salah, aku yang bikin kamu nggak bahagia. Aku ….”
“Dan aku nggak peduli!?” potong Liz sambil mencengkeram surat cerainya.
“TAPI, AKU PEDULI!?” teriak Kama keras, membuat Liz terkesiap dan menatap kaget Kama.
“Kama,” bisik Liz tidak percaya kalau Kama berteriak pada dirinya. Selama mereka kenal bahkan memadu kasih tidak pernah Kama berteriak atau membentak dirinya. “Segitu inginnya kamu cerai sama aku?”
Kama terkesiap, dia kelepasan berteriak dihadapan Liz. Kama tidak pernah berteriak pada Liz, semarah atau sekesal apa pun. “Sayang aku ….”
Liz diam mematung, rasa kaget menyergapnya. Sebegitu ingin kah, suaminya itu menceraikan dirinya. Padahal, pernikahan mereka baru berusia tiga bulan. Bahkan seminggu yang lalu mereka baru saja pulang dari Italy. Bertemu dengan keluarga besar Kama dan adik iparnya Kafta yang sudah menyelesaikan kuliahnya.
“Sayang, maaf aku kelepasan,” ucap Kama menyesal, dengan cepat diusapnya rambut Liz dan dikecupinya setiap jengkal wajah Liz.
Liz mematung, “Kamu nggak pernah bentak aku. Sebiadap apa pun kelakuan aku, kamu nggak pernah teriak ke aku!?”
“Aku kelepasan.”
“Sebegitu jijik kah kamu sama aku Kam? Sampai kamu ingin kita cerai, hanya karena aku be—“
“Nggak, aku nggak punya pikiran kaya gitu,” ucap Kama sambil mengusap rambut Liz berkali-kali.
“Atau karena aku memu—“
“Nggak Sayang, itu hak kamu. Aku nggak bisa larang. Astaga … Liz aku nggak pernah sepicik itu.”
“Terus kenapa kamu mau kita cerai?” maki Liz sambil memukul dada Kama keras hingga tubuh Kama mundur ke belakang.
“SAKIT LIZ!?”
Plak ….
Tanpa sadar Kama menampar Liz, Liz kaget dan Kama pun Kaget. Suasana benar-benar sudah tidak bisa dikontrol lagi.
Liz hanya bisa menatap nanar dan bingung pada Kama. Disentuhnya pipinya, sakit bukan main, ini pertama kalinya dirinya ditampar, papihnya sendiri tidak berani menamparnya. Ini suaminya malah menamparnya. Sakitnya bukan main.
“Liz maaf, astaga aku kelepasan, Sayang.” Kama panik, saking paniknya Kama langsung memeluk Liz dan menciumi pipi Liz sambil menangis kencang. Tubuhnya bergetar hebat, rasa sesal langsung menyergapnya karena sudan menampar wanita yang dia cintai seumur hidupnya. “Maaf.”
Liz diam dia mematung, hati dan pikirannya kacau bukan main. Jantungnya berdetak dan bertalu-talu, dia keget dengan kelakuan Kama yang menamparnya.
“Kamu mau cerai Kam?” desis Liz.
“Liz.”
Didorongnya badan Kama dan dicarinya pulpen dan surat cerainya. Matanya menggila berusaha mencari semuanya, saat menemukannya Liz langsung mengambilnya dan langsung menandatanganinya dengan cepat.
“Kita cerai, aku tunggu kamu di pengadilan!?” seru Liz sambil melemparkan surat cerai beserta pulpennya ke wajah Kama.
Kama terdiam dan hanya bisa menangkap surat cerai dan pulpen yang Liz lemparkan. Napasnya terhenti saat melihat Liz beranjak meninggalkan dirinya keluar dari kamar mereka.
Brak …
Liz membanting pintu dengan keras. Kama terdiam sambil melihat kertas di tangannya. Tanda tangan Liz tertoreh di kertas itu. Sakit.
•••
Xoxo Gallon yang Hobi Kellon.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
ADA MASALH APA? BIKIN PNASARAN...
2024-02-17
0
Sulaiman Efendy
APA KLANJUTAN KATA2 LIZ, LOQ TRPOTONG, BIKIN PNASARAN..
2024-02-17
1
EndRu
misteri apa sih.. tapi mewek juga aku
2023-09-30
1