Bapak dan Ibuk kami hanya bisa berpandangan. Ketika mbak Ayuni mengatakan akan membawa Naura turut serta dengannya atas perintah suaminya. Datuk Irhamsyah.
Tak ada penolakan apalagi sangkalan dari mereka, agar mbak Ayuni tidak membawa putri remajanya yang baru lulus SMU itu untuk menemani mereka dihari tua.
Plak.
Kaget Naura, mendapati tamparan pedas dari sesama penghuni sel yang tidur pulas disampingnya.
Hhh.... Farida. Usia 29 tahun, menjadi 'pesakitan' karena dakwaan menganiaya bahkan hampir membunuh nyawa Wanita Idaman Lain (WIL) suaminya.
Naura perlahan menurunkan tangan Farida dari wajahnya. Sangat pelan, agar sang pemilik tangan tidak terbangun dari tidurnya.
"Hei, kau sedang apa? Hendak mesum kau? Apa kau seorang lesbong? Hingga ingin menggerayangi tubuh teman se-sel mu yang sesama jenis ditengah malam buta?"
Pucat kaget wajah Naura seketika. Ia menoleh. Nona 'Rambut Mie' rupanya melihat gerakannya pada Farida. Wanita berusia 43 tahun itu salah faham.
Naura bangkit dari rebahnya. Menggoyang-goyangkan kedua tangannya membuat isyarat 'tidak/bukan seperti itu'.
Naura kembali merebahkan tubuhnya. Tak ingin membuat keributan yang memancing kegaduhan dan membuat keempat penghuni lainnya bangun. Ia memunggungi Farida. Berhadapan tepat kearah tembok.
Dihela nafasnya, lega. Nona 'Rambut Mie' tidak terdengar memperpanjang pertanyaannya yang sedikit menohok hatinya.
Lesbong. Naura menelan air liurnya. Tiada terfikir untuknya menjadi kaum seperti itu. Bukan men-judge, tapi memang ia normal-normal saja selama ini. Menyukai dan selalu tertarik pada pria, bukan wanita.
Malam merayap begitu lambat. Hingga tanpa sadar, akhirnya bisa juga ia terlelap meskipun sekejap.
Naura bangun dan tersontak. Lima pasang mata menatapnya penuh kecurigaan. Bahkan kelimanya duduk membentuk lingkaran dihadapannya yang masih tergoler dilantai ubin keramik dingin bertilamkan selimut bedcover yang ia bawa dari rumah.
"Cuih!" Nona Rambut Mie bertingkah seolah tengah meludah.
"A a selamat pagi!" sapa Naura gelagapan. Bau air seni menyergap indera penciumannya.
"Apa yang kamu lakukan semalam padaku?" Farida tiba-tiba menangkap dagu lancip Naura. Membuat Naura hanya termangu dengan mata tak berkedip menatap netra Farida yang hanya berjarak beberapa inci saja darinya.
"Aku tidak melakukan apa-apa!" jawab Naura. Kali ini ia lebih berani. Berusaha menepis tangan Farida dari wajah bawahnya meski dengan pelan saja.
"Bohong!" Nona Rambut Mie menempas ucapannya.
"Tidak! Justru Farida yang mengigau dan menampar mukaku!" bela Naura dengan suara lantang.
Naura wanita pemberani aslinya. Sejak kecil memang dia dipaksa bungkam dengan semua keadaan. Tapi tidak setelah ia dewasa. Ia akan mengungkapkan semua rasa yang ada dihatinya, jika ia tidak sefaham apalagi bertolak belakang.
"Kau berani bicara!" ujar Farida.
"Aku bicara karena benar!"
"Jadi kau diam dalam kasusmu karena kau salah?"
Naura diam. Pertanyaan Farida menjebaknya. Mereka pasti telah tahu kasus Naura lewat cerita para sipir atau mungkin dari berita di televisi. Apalagi mereka bisa wara-wiri keluar masuk sel keluar ruangan LAPAS untuk kegiatan-kegiatan tertentu yang wajib mereka jalani.
"Hei, kenapa diam?"
Naura menatap lagi tepat kearah mata Farida. Lalu bergantian menatap mata nona Rambut Mie.
Kentreng kentreng kentreng!!!!!
Seorang sipir wanita mengguncang anak kunci pintu sel sehingga terdengar suara berisik dari pukulan alat yang digebuknya ke pintu ruang tahanan.
"Naura Salsabila! Cepat bangun, ada pengacaramu yang ingin bertemu!"
Sipir itu membuka pintu. Menunggu Naura bangkit dan berjalan kearahnya.
"Saya, belum mandi bahkan gosok gigi, bu sipir!" tutur Naura agak kurang nyaman.
Sipir itu menatap tajam Naura. Seolah tak suka perintahnya Naura coba bantah. Membuat Naura akhirnya diam mengekornya dari belakang.
"Ekslusif juga perempuan itu, sampai sepagi ini pengacaranya datang menyambanginya!" terdengar suara nona Rambut Mie ditelinga Naura.
Naura agak ragu menghampiri Affandi, pengacaranya yang tengah duduk di ruang bangsal khusus pertemuan menatap lembut kearahnya meski tanpa senyuman.
"Aku belum mandi, bahkan belum cuci muka dan gosok gigi."
Affandi tersenyum tipis. Menyodorkan sebuah tas ransel hitam agak besar.
"Pergilah mandi! Aku tunggu disini!" katanya penuh pengertian.
"Aku tidak bisa bolak-balik sel seenak udelku!"
"Aku sudah minta izin kalapas, agar kamu bisa mandi dikamar mandi tamu pengunjung. Dengan catatan tidak lebih dari 20 menit."
"Ah iya, baiklah!"
Naura tergesa mencari kamar mandi. Masuk ia kedalamnya. Tapi sebelum membuka seluruh pakaiannya, ia terlebih dulu memeriksa isi ransel yang Affandi berikan padanya.
Handuk warna merah hati, plastik hitam berisi lengkap peralatan wajib mandi. Lalu juga beberapa potong kaus oblong berwarna putih bergambar dan celana katun hitam serta seperangkat daleman yang cukup memerahkan wajahnya.
Affandi benar-benar pengacara profesional. Tanpa bertanya, ia telah menyelidiki dulu Naura sampai sedetil-detilnya. Bahkan ukuran pakaian dalamnya. Affandi mengetahuinya dengan pasti.
Waktu 20 menit benar-benar Naura pergunakan dengan maksimal. Tepat keluar kamar mandi sesuai peraturan dengan tubuh segar wangi sabun dan rambut yang basah beraroma menthol yang dibawa Affandi, pengacaranya.
Naura terpesona melihat Affandi yang juga sudah melepas jas semi-nya tengah duduk dan menyandarkan dagunya diatas meja.
Hanya berpakaian kaos oblong membuat pengacaranya itu terlihat jauh lebih muda dan lebih terlihat santai.
Sangat berbeda dengan pengacaranya yang terdahulu. Flamboyan dan parlente dandanannya.
"Maaf, aku membuatmu menunggu lama!" tutur Naura membuat Affandi kembali duduk dengan biasa. Senyum setengah bulan sabitnya terpancar indah diwajah tampannya.
"Aku fine, Naura! Hehehe.... duduklah! Nasi uduk dengan taburan bawang goreng yang banyak, ditambah bihun dan kentang bumbu kacang juga kerupuk bentuk bunga yang di-list bingkai warna-warni."
Affandi membuka karet pengikat kertas koran beralaskan daun pisang. Terbuka aura wangi nasi uduk tercium dari dalamnya. Terbitkan air liur Naura.
"Selamat makan!" Affandi menyodorkan sendok plastik putih padanya. Ia juga sibuk dengan bungkus nasi uduk miliknya sendiri.
Mereka makan dengan diam. Tiada suara sama sekali sampai selesai.
"Terima kasih banyak!" ucap Naura sangat bersyukur.
"Sama-sama!"
"Apakah kamu tidak apa-apa mengunjungiku pagi-pagi begini?" tanya Naura setelah melihat jam didinding menunjukkan pukul 7 kurang.
"Tidak apa, karena kasusmu masih on going. Jadi kita masih ada kebebasan bertemu sebagai lawyer dan klien."
"Keluargamu?"
"Santai aja, aku single belum doble! Hehehe...!"
Ternyata dia masih bujangan! gumam hati kecil Naura.
Naura duduk dengan agak tegang. Sedikit memprediksi, semua pertanyaan-pertanyaan Affandi bisa ia jawab dengan baik dan benar.
"Kenapa sikapmu seperti anak sekolahan yang sedang menghadapi ujian?" goda Affandi membuat Naura merona. Tingkah polosnya ternyata dibaca pengacara itu.
"Tidak. Aku hanya ingin membalas budi saja padamu! Karena kau baik padaku, jadi aku harus juga mempermudah pekerjaanmu dengan menjawab semua pertanyaanmu padaku!"
"Balas budi? Namaku Affandi bukan Budi!"
Naura dibuat tak berkutik dihadapan Affandi.
Ternyata pria ini player sejati. Buktinya tanpa kata yang gombal melambung tinggi, ia mampu meluluhkan hatiku bahkan sejak pertama jumpa. Sungguh berbahaya sekali!
Naura hanya bisa menundukkan kepalanya. Berusaha sedikit me-refresh semua kepenatannya dalam beberapa bulan terakhir. Bagaikan mimpi buruk yang panjang, mengiringi langkah dikehidupannya yang melelahkan.
...........BERSAMBUNG...........
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Ni.Mar
di penjara tapi di khusus kan enak bgt Naura udah dpt pengacara ganteng KY di hotel pula
2022-09-13
2
🎧Reo Ruari Onsiwasi
iya dia berani. lantas kamu mau apa farida?
2022-05-18
2
Nat_Miee
affandi cakep banget. love yoi deh
2021-11-16
3