Permintaan Hessel

Sudah beberapa hari Nadhila menjadi Sekretaris Direktur barunya, Nadhila sudah terbiasa mengerjakan tugasnya.

Setiap pagi Sebelum Hessel masuk, Nadhila sudah mempersiapkan menu sarapan dan begitupun minumnya, dengan hasil Masakan Nadhila yang sengaja ia bawa dari rumah.

Nadhila pun sudah terbiasa akan sikap Hessel yang ketus dan selalu memerintah sesuka hatinya.

Seperti sekarang, Nadhila sedang membuatkan laporan yang tadi saja Hessel perintahkan.

"Nadhila". Panggil Hessel.

Nadhila pun langsung menemui Hessel ke meja kerjanya.

"Nanti setelah pulang kerja, kamu ikut saya!". Perintah Hessel.

"Maksudnya ikut kemana pak?". Tanya Nadhila.

"Pokoknya kamu ikut saja, dan tidak boleh membantah!". Kata Hessel lagi menegaskan kepada Nadhila.

"Baik pak". Tutur Nadhila.

Nadhila pun kembali ke meja kerjanya, namun masih bertanya-tanya akan ucapan Hessel yang menyuruhnya untuk ikut.

Di lihat jadwal Hessel siapa tahu Nadhila lupa, namun di lihat jadwalnya tidak ada meeting setelah pulang kantor.

Mata Nadhila tiba-tiba melotot mengingat Hessel yang dingin dan seakan kejam.

Nadhila berpikir bahwa Hessel akan membawanya ke suatu tempat yang terdapat binatang buas, Nadhila akan di jadikan umpan atau di jadikan makanannya.

Oh tidak. ada apa dengan pikiran ku?.

Kenapa sampai berpikiran seperti itu?.

Nadhila berbicara dalam hatinya, ia mencoba menepis tentang pikiran buruknya.

Nadhila melihat jam tangannya sudah menunjukkan pukul 15:35.

Nadhila pun bangkit dari duduknya hendak berjalan ke luar ruangan.

"Mau kemana?". Tanya Hessel.

Baru saja Nadhila ingin meminta ijin kepadanya, namun Hessel sudah mendahului dengan bertanya.

"Saya ijin ke Mushola pak!". Ijin Nadhila.

Hesselpun mengibaskan tangan nya,tanda ia menyuruh Nadhila cepat pergi.

Nadhila pun cepat keluar untuk bergegas ke Mushola, dan sebelum itu Nadhila berwudhu terlebih dahulu.

Di dalam Mushola Nadhila mulai memakai kain mukena nya, yang merupakan alat shalat untuk kaum muslim wanita.

Nadhila pun sudah mulai berdiri untuk menunaikan empat rakaatnya yaitu shalat ashar. Dengan Mulai takbirotul ihram, sampai salam. Nadhila khidmat melakukannya, dan tak lupa mengucapkan do'a kepada Sang Pencipta.

Setelah itu, Nadhila pun membuka kembali kain mukena yang baru saja ia pakai, Nadhila pun melipatnya dan menyimpannya ke Rak yang biasa untuk Kain Mukena simpan.

Nadhila telah selesai dengan kewajibannya sebagai orang Muslim. ia kini bergegas kembali menuju ruang kerjanya.

Melihat Nadhila yang masuk, Hessel pun repleks mendongak, bahkan kali ini Hessel menatapnya.

Nadhila yang di tatap Hessel tidak menyadari, ia terus saja melangkah sampai meja kerja nya yang di sekat Kaca.

Dia cantik, dan juga religius.

Apa ia akan menuruti permintaan ku yang seakan konyol ini?

Hessel berbicara pada dirinya di dalam hati.

Memuji kecantikan Nadhila, kereligiusan Nadhila, dan menanyakan tentang permintaan nya yang akan nanti sampaikan kepada Nadhila.

Hessel melihat jam dinding telah menunjukkan pukul 16:00.

"Hari ini tak usah lembur", Ucap Hessel kepada Nadhila.

"Kenapa pak?", Tanya Nadhila yang masih duduk di tempatnya.

Tapi Hessel tidak menjawab, ia malah berdiri.

"Ayo pulang!". Katanya.

Nadhila pun cepat-cepat membereskan berkas-berkas nya yang ada di meja.

Hessel masih berdiri pada tempatnya dan memperhatikan Nadhila.

"Sudah tak perlu rapih-rapih, besok juga kamu berantakin lagi". Ucap Hessel membuat Nadhila memberhentikan gerakan nya.

Nadhila pun menurut, dan meraih tas nya dan berlalu meninggalkan meja kerjanya.

Hessel yang melihat itu pun, langsung membuka pintu namun masih berdiri seakan menahan handle pintu itu, Nadhila yang melihatnya malah berdiri tidak mengerti apa yang Hessel lakukan.

"Kamu mau terus berdiri di situ?" Tanya Hessel. Dan membuat Nadhila melangkah melewati Hessel yang sedari tadi memegang handle pintu.

Nadhila pun berjalan, Hessel mensejajarkan langkahnya dengan Nadhila yang sedang berjalan.

"Kamu tak perlu aku ingatkan lagi bukan, setelah pulang kerja kamu harus kemana?" Tanya Hessel yang berada di sebelah Nadhila dengan melangkah.

Nadhila pun menjawabnya dengan mengangguk.

Nadhila dan Hessel pun jadi perhatian karyawan lainnya yang melihat, setidaknya mereka sangka Nadhila dan Hessel memiliki hubungan. karena dengan cara berjalan nya Nadhila dan Hessel seakan berdekatan tidak seperti atasan dan bawahan.

"Tuh Lihat si Nadhila ganjen juga ya". Ucap salah satu karyawan.

Dan Tak luput dari perhatian Rere yang berada di ruangannya, Nadhila dan Hessel begitu jelas berjalan berdua dari balik dinding kaca Rere melihatnya.

"Bu Siska, Lihat...! Kayanya Mereka cinlok deh". Tunjuk Rere ke Bu Siska yang Sedang membicarakan pekerjaan nya dengan Sekretaris Tio.

Sontak Tio, dan Bu Siska, juga Ricky melihat ke arah yang di tunjuk Rere.

Tio seakan marah melihat Nadhila sedekat itu dengan Hessel Direkturnya.

Ricky juga nampak kecewa melihatnya, entah karena apa wajah Tio dan Ricky merespon nya seperti itu.

Lain dengan Bu Siska yang langsung tersenyum melihatnya.

"Re, Besok kita palak tuh pajak jadian nya". Ucap Bu Siska dan Membuat Tio pergi begitu saja dari ruangan itu.

"Eh Pak Tio, ini belum selesai pak". Teriak Bu Siska yang melihat Tio pergi begitu saja.

Tio tidak menoleh bahkan langkahnya begitu cepat, Tio hendak menyusul Langkah Nadhila dan Hessel.

"Pak Hessel...". Sontak Hessel pun menghentikan langkahnya begitu pun Nadhila.

Hessel membalikkan badannya menghadap ke Tio.

"Ada apa?". Tanya Hessel.

Tio sebelum menjawab melirik terlebih dahulu ke arah Nadhila.

"Bapak tak lembur?. Kenapa Bapak tidak menghubungi saya kalau mau pulang?". Tanya Tio.

"Saya ada urusan. Jadi saya tak meminta kamu untuk mengantar. saya akan menyetir sendiri". Ucap Hessel, yang membuat Nadhila sedikit menoleh bingung.

Tadi Hessel mengajak untuk pulang bersama, Seketika Nadhila membola matanya ketika mengingat nanti di dalam mobil hanya akan berdua saja.

"Loh Pak kenapa Bapak tidak mengajak Pak Tio Juga?". Tanya Nadhila yang membuat Tio penasaran. Berarti Nadhila di ajak pulang Hessel pikir Tio.

"Sudah, ayo pergi!". Hessel dengan cepat berjalan.

Nadhila menatap sebentar ke arah Tio yang sedang menatap Nadhila.

Nadhila mau saja bicara, namun Suara Hessel mengurungkan niatnya.

"Nadhila..." Teriak Hessel yang sudah berdiri di depan pintu lift.

Nadhila pun langsung cepat melangkah untuk menghampiri Hessel yang sudah menunggunya.

Hessel menekan kan tombol, dan masuk beserta Nadhila.

Semua itu tak luput dari penglihatan Tio.

Tio melangkah gontai setelah kepergian Hessel dan Nadhila menuju ruangannya.

Tio duduk dengan pikirannya masih tidak mengerti akan hatinya yang menjadi sakit melihat Nadhila pergi dengan lelaki lain.

"Apa aku jatuh cinta kepada Nadhila?" Tanya Tio kepada dirinya sendiri dengan suara yang agak keras.

"Apa Pak Tio jatuh Cinta sama Nadhila?" Tanya Bu Siska menghampiri Tio.

Tio jadi gelagapan di buatnya.

"Sejak kapan Bu Siska ada di ruangan saya?". Tanya Tio memastikan.

"Baru saja, ketika Pak Tio berbicara sendiri". Bu Siska seraya duduk di Kursi yang berada di depan meja Tio.

"Bu Siska itu salah dengar". Ucap Tio berkilah.

"Bu Siska datang kesini untuk apa?". Tanya Tio mengalihkan.

"Ah iya saya sampai lupa, ini saya sudah mengerjakan perintah pak Tio tadi". Bu Siska menyerahkan sebuah map.

"Ya sudah, Bu Siska bisa keluar kan sekarang dari ruangan saya?". Tanya Tio isyarat ia menyuruh pergi Bu Siska.

"Ya di usir ni ceritanya, untung ganteng". Gumam Bu Siska, namun terdengar jelas di pendengaran Tio.

Sementara itu Hessel membawa Nadhila pulang ke kediamannya.

Nadhila di sambut ramah oleh para pelayan di rumah itu.

Nadhila duduk di sebuah sofa yang berada di ruangan tengah rumah itu, dengan pikiran yang masih bingung kenapa ia di bawa Hessel ke rumahnya.

Setelah itu Nadhila di Suruh pelayan untuk mengikuti langkahnya.

Dan di buka kan pintu sebuah kamar yang sangat luas, Nadhila pun di suruh masuk.

Nadhila mengedarkan pandangan nya ke seluruh sudut ruang kamar itu, Nadhila begitu takjub melihatnya.

Dan Tak lama Hessel keluar dari kamar mandi yang berada di kamar itu, dengan memakai handuk bertelanjang dada, sontak Nadhila menelan salivanya melihat Dada Hessel yang begitu bidang dan Atletis, Nadhila pun buru-buru membuang pandangan nya ke arah lain, bahkan sambil terpejam.

Hessel berjalan santai ke arah ruang tempat ganti, Nadhila pun membuka matanya dengan rasa berdebar jantungnya setelah tidak terdengar langkah Hessel.

Ya Tuhan kenapa aku harus berada di sini?

Pak Hessel sebenarnya mau memberikan tugas apa sih? Sehingga aku harus menunggu di dalam kamarnya.

*Batin Nadhila.

Tak lama Hessel pun keluar dengan memakai pakaian casualnya. Hessel dengan menenteng sebuah paper bag berjalan mendekati Nadhila.

Nadhila menunduk, tidak berani melihat Hessel kala ini, pikirannya seakan buruk berada di dalam kamar berduaan dengannya.

Hessel duduk di sofa sebelah Nadhila, ia juga gugup ingin membicarakan yang sejak tadi mengganjal untuk di ucapkan kepada Nadhila.

"Dhila...." Hessel mencoba bersuara.

Nadhila pun sontak menoleh, namun Nadhila terkejut melihat Hessel begitu dekat dengan nya.

Tubuh Nadhila bergetar.

Keringat dingin pun mulai bercucuran.

Wajah Nadhila langsung tampak pucat.

Ya Allah tolong Hamba-Mu.

Nadhila berbicara dalam hatinya, seraya meminta tolong kepada Tuhan.

Hessel pun panik melihat keadaan Nadhila yang tiba-tiba seperti itu.

"Nadhila are you okey?". Tanya Hessel memastikan.

"Saya baik-baik saja pak, namun saya mohon bapak jangan apa-apakan saya. Sa saya bukan wanita yang seprti itu". Akhirnya Nadhila mengatakan apa yang sedari ia takutkan.

"What? apa yang kamu maksud?". Tanya Hessel bingung, dengan Nadhila.

Nadhila kini menghela nafas nya dengan pelan, ia berusaha duduk tegak, ingin mulai bertanya kepada Hessel.

"Apa tugas bapak untuk saya? sehingga Pak Hessel menyuruh saya menunggu di sini?". Tanya Nadhila dengan mencoba menatap Hessel, namun cepat-cepat pandangan nya beralih ke tempat lain.

"Ah iya, Nadhila mohon maaf sekali, jika saya meminta atau memberikan pekerjaan di luar jam kerja". Ucap Hessel dengan wajah serius menatap Nadhila dari arah samping.

"Katakan saja pak, Saya tidak mau berlama-lama di dalam kamar ini". Nadhila meminta Hessel untuk cepat mengatakan apa tujuannya.

"Saya ingin kamu, menjadi Pacar pura-pura saya, di hadapan Oma saya, dan juga di hadapan Mantan Pacar Saya!". Pinta Hessel dengan jelas.

Nadhila pun membulatkan matanya, ia sangat kaget atas permintaan Hessel, bahkan permintaan ini sangat aneh menurut Nadhila.

Baru saja Nadhila ingin menjawab, tiba-tiba pintu kamar Hessel di ketuk.

Dan Hessel pun bergegas membuka pintu kamarnya.

"Ada apa?". Tanya nya datar kepada seorang pelayan.

"Tuan muda, di bawah Oma sedang menunggu". Ucap pelayan.

"Iya Saya akan segera turun. Bilang saja saya sedang bersiap-siap!". Hessel pun langsung menutup pintu kamar.

Hessel kini mendekati Nadhila yang sedari tadi terdiam.

"Bagaimana?". Tanya Hessel.

"Atau begini, gaji kamu akan aku tambahkan tiga kali lipat dari gaji kamu yang sekarang, bagaimana?". Tawar Hessel.

Nadhila pun mendongak menatap Hessel dengan sedikit tajam, bisa-bisanya ia di iming-iming seperti itu.

"Maaf pak saya tidak bisa". Nadhila menolak.

"Kenapa? apa kurang dengan apa yang saya tawarkan?". Ucap Hessel.

"Bukan, bukan tentang itu. tapi saya tidak mau menjadi pembohong. saya permisi pak..". Nadhila pergi berlalu dan membuka pintu kamar Hessel.

Nadhila mulai menuruni anak tangga, Hessel pun ternyata mengikuti Nadhila.

Ketika di bawah Oma Hessel melihat Nadhila dengan tersenyum, Nadhila pun berhenti dan tersenyum bingung.

"Hai Nak, apa kamu tidak mau menyambut Oma?". Tanya Oma kepada Nadhila yang berdiri mematung dengan bingung.

Hessel pun menghentikan langkahnya ketika melihat oma nya yang menyapa Nadhila.

Oma nya ternyata sudah mengira kalau Nadhila adalah kekasih Hessel.

"Hai oma..". Sapa Nadhila mendekat.

Oma pun langsung merangkul Nadhila, dan memeluknya.

"Akhirnya Hessel menemukan wanita yang begitu cantik". Ucap Oma yang masih memeluk Nadhila.

Nadhila pun kaget, Nadhila ingin mengatakan bahwa dirinya bukan Kekasih Hessel.

Dengan Tiba-tiba Hessel mendekat dan menyapa Oma nya.

"Oma sudah ada di sini. maaf oma pasti menunggu lama!". Ucap Hessel sambil duduk di sofa.

"Oma tak masalah Hessel, yang penting Oma Sudah bertemu dengan Kekasih mu". Ucap Oma terus tersenyum ke arah Nadhila.

Nadhila pun ikut tersenyum, dengan bingung.

Hessel pun tersenyum melihat Nadhila yang kebingungan.

"Iya Oma, kenalkan Namanya Nadhila."

"Nadhila bicara dong Sama Oma." Hessel sengaja ingin mengerjai Nadhila yang bingung.

"Ah i iya. Oma saya Nadhila, saya sebagai Sekretaris Pak Hessel di Kantor". Ucap Nadhila, dengan mengenalkan yang sebenarnya kepada Oma Hessel.

Hessel pun sedikit menajam menatap Nadhila, beraninya mengatakan yang sebenarnya kepada Oma.

"Wah, Bagus dong. Hessel sampai Jatuh Cinta kepada Sekretaris nya sendiri". Ujar Oma tanpa Hessel dan Nadhila duga.

Nadhila pun terdiam ,pikirnya dengan mengatakan yang sebenarnya Oma nya masih saja salah paham.

Apa Nadhila harus mengatakan bahwa Nadhila bukan kekasih Hessel. Tapi, Nadhila menoleh ke arah Hessel, Hessel langsung menajamkan matanya dengan menggeleng sebagai isyarat Nadhila tidak boleh mengatakan yang sebenarnya.

Nadhila pasrah saja.

"Hessel, Oma Ingin makan malam bareng kalian malam ini". Pinta Oma.

"Tentu bisa Oma, Namun Nadhila belum mandi, tadi saking semangatnya ingin ketemu oma pas pelayan memberitahukan kalau oma sudah datang". Ucap Hessel dengan menyeringai mengerjai Nadhila.

"Ya ampun Cantik. sampai segitu nya kamu ingin ketemu oma. ya udah sekarang kamu mandi dulu sana!". Oma tersenyum senang atas apa yang Hessel katakan.

"Hessel pamit ke kamar ya oma,sama Nadhila". Ucap Hessel mencoba ingin meraih tangan Nadhila. Namun Nadhila cepat-cepat berdiri, Nadhila tidak ingin bersentuhan.

"Nadhila pamit Oma". Ucap Nadhila.

"Iya Nadhila". kata Oma.

Nadhila pun melangkah, dan di susul oleh Hessel.

Ketika sampai di ambang pintu kamar Hessel, Nadhila terdiam menatap tajam ke arah Hessel.

Hessel yang di tatap pun menatap balik.

"Ada apa?". Tanya nya tanpa bersalah.

Hessel membuka pintu, Namun Nadhila tak kunjung masuk.

"Ayo masuk dulu!". Pinta Hessel dengan lembut.

Nadhila pun menurut, Hessel pun menutup pintu nya.

Di lihat Nadhila masih saja berdiri, seakan tidak mau duduk di sofa, Hessel pun menyerahkan papper bag yang sempat tadi ia pegang.

"Pakai baju ini buat ganti!". Perintah Hessel.

"Pak, Bapak jangan mentang-mentang atasan saya, bapak menyuruh saya dengan seenaknya yaa..". Ucap Nadhila sedikit kencang.

"Bukan kah tadi Saya sudah bilang, Saya butuh bantuan kamu?. Dan Kamu jangan sampai mengatakan yang sesungguhnya kepada Oma, karena Oma punya penyakit jantung makanya Saya melakukan ini!". Hessel menegaskan kepada Nadhila.

"Tapi ini salah pak, Bapak membohongi Nenek bapak Sendiri. Kenapa bapak tak membawa kekasih bapak yang sebenarnya?".

Nadhila memberanikan diri mengatakan kesalahan Hessel.

"Iya Saya tahu, Namun Saya tak mempunyai kekasih". Jelas Hessel dan duduk kembali ke sofa.

"Sudah Pergi mandi sana!". Hessel menyuruh Nadhila untuk mandi.

Nadhila hanya menurut dan bergegas masuk ke dalam kamar mandi Hessel.

Bersambung.................

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!