Satu bulan kemudian, perancangan Drone sudah memasuki tahap akhir. Bersamaan dengan itu Mocca mulai mempersiapkan semuanya, semua kebutuhan mereka seperti pakaian dan yang lainnya.
Namun suatu malam Mocca terbangun karna rasa dahaga menghampiri, dia keluar dari kamar dan pergi ke dapur. Disana dia tidak sengaja melihat paman pengurus Vila berjalan menuju suatu tempat. Mocca pun mengikutinya.
Sisi lain dari dapur, di dinding tertentu paman menekan sebuah tombol yang kemudian terbukalah sebuah pintu rahasia, "Apa yang paman lakukan malam malam begini?"
Mocca mendekati pintu itu, ternyata masih jauh lagi ke dalamnya, juga sangat gelap. Semakin dalam paman masuk, diam diam Mocca membuntuti dengan sangat hati hati.
Lalu paman kembali memasuki suatu pintu, Mocca mengintip didalam seperti sebuah gudang penyimpanan. Mungkin penyimpanan bahan pokok.
"Eh?"
Matanya malah menangkap sebuah kendaraan besar terparkir di depan pintu lainnya, paman berbicara dengan seseorang disana.
"Ini bahan pokok untuk satu bulan ke depan."
"T-Tuan, bisakah aku dan istriku pergi dari sini? Aku, aku merindukan putriku," pinta paman memohon pada seseorang.
Ternyata benar, paman dan bibi bukan karna keinginannya tinggal di Vila. Mereka benar benar kejam. Dan pria asing itu mungkin orang yang ibu Rosi bayar untuk mengirimkan bahan makanan ke tempat itu.
Pantas saja Mocca tidak pernah mengetahui tentang hal itu, mereka memikirkannya dengan cukup matang. Ibu tirinya memang bukan orang yang bisa dia remehkan.
"S-setidaknya beritahu aku mengenai kabarnya," pintanya lagi.
Paman memohon padanya, kasihan sekali. Mocca berpikir mungkin dia harus membawa mereka juga, keluarganya pasti sedang menunggu, mereka pasti saling merindu.
"Bisa! Tapi kau beritahukan sesuatu yang menarik padaku, yang bisa aku jual pada Nyonya," pinta pria asing itu.
Paman terdiam, dia cukup ragu untuk mengatakannya sampai akhirnya mulai membuka mulut, "Itu ... Wanita itu, dan kedua anaknya ... Sedang merencanakan sesuatu untuk bisa melarikan diri."
"Bagaimana bisa paman mengetahui hal itu? Bagaimana ini?" Mocca sangat panik, ternyata selama ini mereka memang sudah mengetahui rencana Mocca. Hatinya gelisah kemudian pergi dari sana.
Tidak ada waktu lagi, jika orang itu sampai mengadu pada Ibu Rosi, dia mungkin akan melakukan sesuatu pada Mocca dan anak anak.
Pria itu pasti memiliki ponsel untuk menghubungi Rosi melalui jarak jauh. Tidak bisa sampai tertangkap lagi. Kerja keras mereka, mimpi anak anak, Mocca tidak mau menghancurkan semuanya.
Dia pergi ke kamar si kembar dan membangunkan mereka, "Jean, Candy, bangun sayang."
Ia membangunkan kedua anaknya dengan suara yang cukup pelan dan tenang, ketika mereka terbangun Mocca menempelkan jari telunjuknya di ujung bibir mengisyaratkan bahwa mereka jangan sampai membuat gaduh.
"Mama?"
"Dengar, kita pergi sekarang ya, malam ini!"
Perkataan Mocca tentu saja mengejutkan mereka, sekarang bukan waktunya dan Drone belum pada tahap sempurna. Dia kemudian memberitahukan situasinya pada mereka berdua. Meminta mereka segera bersiap diri.
Setengah jam kemudian, bersiap dengan keperluan mereka, tidak banyak yang mereka bawa agar memudahkan perjalanan mereka. Tak lupa, Jean juga membawa rancangan Drone itu.
Paman mungkin sudah kembali ke kamar dan tidur, dia hanya perlu pergi ke tempat sebelumnya dan pergi mengikuti jejak yang ditinggalkan ban mobil.
Dengan mengendap-endap pergi ke dapur, dia memperhatikan sekitar dengan sangat hati hati. Namun siapa sangka, di dapur dia malah berpapasan dengan bibi. Mereka saling menatap tanpa sepatah kata.
Dari penampilan mereka saja bibi sudah tahu apa yang akan mereka lakukan, "Jangan ... Pergi," ucap bibi dengan raut wajah cemas.
"Bibi, ikutilah bersama kami. Kita pergi dari tempat ini bersama sama," ajak Mocca.
"Tidak! Jangan pergi, kalian jangan pergi. Kalau ... Kalau kalian pergi, mereka akan membunuh putriku. Aku mohon jangan pergi."
Kenapa tidak mau pergi? Mereka kembali satu bulan lagi dan itu waktu yang cukup, Mocca berjanji akan membantu menyelamatkan putrinya bibi. Tapi bibi tetap bersikeras, dia mengatakan kalau mereka akan segera datang.
Greb!
Bibi mencengkram keras tangan Mocca, menahannya agar tidak pergi. Dapat dilihat sorot mata yang begitu khawatir, sebagai seorang ibu pasti akan melakukan apapun untuk keselamatan dan kebahagiaan anaknya. Tapi Mocca juga seorang ibu.
"Bibi maafkan aku."
Mocca melepaskan tangan bibi darinya, dia pun ingin membahagiakan kedua anaknya, mewujudkan impiannya. Dia tidak mau mereka selamanya terkurung di tempat itu.
Bibi menatap pilu pada Mocca, perlahan dia menggelengkan kepalanya lalu matanya mulai menitikan air mata.
Greb!
Jean dan Candy memeluk bibi dengan tatapan lemah, kedua anak yang tidak bersalah tidak seharusnya mengalami hal itu. Bibi juga tidak mau menahan mereka disana, tapi di sisi lain ada putrinya tercinta.
"Nenek, ijinkan kami pergi," Candy memelas, menyebut bibi sebagai neneknya dengan suara yang begitu lembut.
Bibi berada di pilihan yang sangat berat, tubuhnya seakan melemah. Sesama seorang ibu pasti akan melakukan yang terbaik untuk anaknya, semua ibu akan melakukan hal itu.
Dia menundukkan kepalanya dengan air mata yang tak henti mengalir, "Pergilah," ucapnya dengan sangat berat hati.
Mocca memeluk bibi begitu erat.
"Terima kasih. Terima kasih sudah merawatku dan anak-anak selama ini, sudah menjadi sosok nenek bagi mereka. Bibi, maafkan aku, aku juga seorang ibu, kebahagiaan anak-anakku lebih penting dari apapun."
Mungkin ini sudah ditakdirkan, namun jika diberi kesempatan, Mocca ingin membawa mereka dan menyelamatkan anak bibi. Dia ingin sekali tapi saat ini tidak memiliki kekuatan apapun.
Krek!
Suara seseorang membuka pintu. Mungkin itu paman yang terbangun, membuat mereka kembali merasa panik. Sekali lagi bibi menatap pilu namun kali ini dengan senyuman, "Pergilah! Pergi ke selatan."
Mocca menganggukkan kepalanya, "Anak-anak, ayo." Ia menggiring anak anaknya menuju pintu keluar.
"Nenek terima kasih, aku menyayangi nenek," ucap Candy membuat hati bibi seperti tersayat benda tajam. Merekapun pergi.
"Bibi terima kasih, suatu hari nanti aku akan membalas kebaikanmu. Sebisaku, aku tidak akan membuat orang lain berada di posisi yang sama sepertimu karnaku. Bibi maafkan aku, maafkan aku, tapi aku juga seorang ibu."
Dengan dua senter kecil dan besar merekapun berlari kecil menyusuri gelapnya hutan.
"Bu? Kenapa berdiam disitu? Nanti masuk angin," suara paman mengejutkan bibi, paman terkejut ketika bibi menoleh, wajah bibi menunjukan kesedihan yang begitu mendalam.
Tapi kenapa bibi berdiri di dekat pintu rahasia, akhirnya paman tersadar, dengan cepat paman menghampiri bibi dan melihat keluar, "Tidak, mereka tidak boleh pergi."
Paman melangkahkan kaki hendak mengejar mereka, tapi ibu menahannya dengan memeluk tubuh paman, "Cukup, Pak. Biarkan mereka pergi."
"Tidak! Jika mereka pergi maka dia akan membunuh putri kita, Bu!" Paman meronta melepaskan diri. Sementara ibu sekuat tenaga menahannya.
"JANGAN PERGI! KALIAN TIDAK BISA PERGI! KEMBALI!" teriak paman.
Terdengar oleh Mocca dan anak anak tapi mereka tidak mungkin kembali, "Paman maafkan aku, sungguh maafkan aku."
Semakin jauh dari Vila, teriakan paman serta isak tangis bibi masih terdengar jelas.
Guk! Guk!
"Hah?" tiba-tiba Candy menghentikan langkah kakinya, "Mama, Max masih disana."
"Candy, kita harus pergi sekarang."
"Tidak mau, aku mau Max."
"Nak, kita tidak mungkin kembali lagi."
Candy menangis, dia membalikkan tubuhnya berpikir untuk kembali dan menjemput Max yang tertinggal, "Tidak! CANDY!" Segera Mocca menggendongnya, dan melanjutkan pelarian.
"Aku mau Max. Aku mau Max." Ia meronta sambil menangis. Tapi sudah terlambat, mereka benar benar tidak bisa kembali lagi. Mereka harus segera pergi dari sana, atau tidak ada kesempatan lain lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
yulianisma
aku baru mampir thor..lngsng suka..critanya gak berbelit..lain drpd yg lain....💕💕
2021-11-27
0
Tri Maryati
si comel max
2021-09-18
0
akubencikamu
kasian si max .
2021-09-05
0