Bab 2 Parasit
#Flashback.
"Bang Azkaaaa... bang Azka, tunggu!" Aku berteriak memanggil nama bang Azka sambil berlari mengejarnya yang sebentar lagi masuk ke dalam ruang kelasnya.
"Bang Azka, Dea mau ngomong sesuatu!" Ucapku terbata-bata karena masih ngos-ngosan setelah berlari mengejarnya.
Bang Azka berhenti lalu berbalik ke arahku.
"Lo lagi! Bisa tidak dalam sehari saja lo tidak muncul di depan gue? Bisa tidak lo tidak mengekori gue kemana-kemana!!! Lo dan keluarga lo itu seperti parasit dalam keluarga gue, ngerti gak!!! Gue benci sama lo!!!" Bentak bang Azka berapi-api sambil menunjuk-nunjuk wajahku.
Aku seperti orang linglung, aku menutup mata saat bang Azka menunjuk-nunjuk ke wajahku. Suara riuh anak-anak kelas 12 tak lagi mengganggu pendengaranku, yang terdengar hanya suara bang Azka yang begitu mengiris hatiku.
Tak terasa air mataku menganak sungai, aku masih berdiri kaku di tempatku tadi, langit hitam menggelegar ingin memuntahkan jutaan kubik air dari desakan awan yang menggumpal. Rintik-rintik serinai hujan mulai jatuh membasahi tubuhku. Tidak terasa ada satu lengan kokoh menarikku dan menyeretku kembali ke kelas.
"De, lo gakpapa?" Tanya bang Aufar menatapku intens.
Aku menggeleng. Aku seperti baru menemukan kesadaranku.
"Aku gak papa, bang! Tenang aja." Jawabku berusaha seceria mungkin sambil mengacungkan satu jempolku padanya. Seolah aku baik-baik saja, seolah tak terjadi apa-apa, aku lalu merapikan buku-bukuku dan memasukkannya ke dalam tas. Aku siap pulang, pergi dan tak kembali lagi ke tempat ini.
"Abang antar pulang yah." Bang Aufar, adik bang Azka adalah teman sekelasku, sekarang dia mau mengantarku pulang.
"Gak usah bang, aku masih ada perlu sedikit di luar!" Tolakku halus.
"Abang bisa antar lo kemana aja hari ini, sumpah!" Bang Aufar sering mengerjaiku dan Caca adik bungsunya, jadi aku paling malas menanggapinya setiap dia menawariku sesuatu.
"Enggak bang, makasih. Aku duluan." Aku langsung bangkit dan berjalan keluar kelas. Banyak pasang mata yang memandangku jijik setelah kejadian tadi.
Aku tidak punya banyak teman di sekolah, aku terlalu sibuk mengekori bang Azka dan kadang sama bang Aufar saat aku kehilangan jejak bang Azka.
Banyak yang membenciku, terutama kakak-kakak kelas, menurut mereka aku kecentilan karena selalu berada di sisi bang Azka. Bang Azka idola semua siswa perempuan, ganteng, sopan, pintar dan mantan ketua osis periode lalu. Dia juga seorang atlet basket dan sepakbola di sekolah, maka sempurnalah level kerennya di mata siswa perempuan.
Tapi bang Azka orangnya super-super dingin seperti kulkas. Terutama sama perempuan. Sama kak Chyntia pacar bang Aldo sahabatnya saja yang ia sedikit cair. Juga sama aku dan Caca kalau di rumah.
Bang Azka yang mengajariku naik sepeda roda dua, mengajariku berenang, mengajariku matematika, mengajariku bahasa inggris dan banyak lagi. Bagiku, bang Azka adalah sosok kakak yang mengayomi, penyayang dan perhatian. Aku belum mengerti pacar-pacaran, lagian bang Azka melarangnya jadi aku tidak mengerti yang namanya cinta monyet.
Bang Azka adalah porosku, aku seperti bumi yang selalu berotasi mengelilinya, kecuali waktu tidur. Aku akan kembali ke rumah sederhana orang tuaku yang ada di seberang rumah mewah mereka.
Mereka adalah keluarga yang sangat hangat, om Arga memperlakukanku seperti Caca, saat Caca mendapat hadiah, aku juga selalu dapat hal yang sama. Apalagi bunda Aya, beliau sangat menyayangiku, katanya aku adalah calon menantu masa depannya. Jadi aku gak boleh pacaran, aku harus jaga diri, jaga kehormatan dan kesucianku sebagai perempuan hanya untuk suamiku kelak.
"Banyak perempuan yang mampu menjaga kehormatannya, tapi mereka gagal menjaga kesuciannya. Dipegang-pegang, diraba-raba, dicium, diambil keperawanannya oleh laki-laki yang bukan suaminya, tinggal anak aja yang gak ada. Dea nanti jangan pacaran yah, langsung nikah aja!" Nasehat bunda Aya suatu hari saat aku membantunya di dapur. Aku hanya mengangguk, padahal aku tidak begitu mengerti dengan semua yang beliau sampaikan padaku.
Aku mengambil ponsel dari dalam tasku saat aku sudah duduk di dalam busway.
"Pa, aku mau terbang hari ini saja. Tolong papa atur jadwal pesawatku. Sekarang aku sudah menuju pulang ke rumah." Aku mengirim pesan pada papa agar segera mengatur keberangkatanku yang seharusnya besok baru terbang.
Aku akan pindah ke kampung halaman mama. Kakek nenek di sana mulai sakit-sakitan jadi aku memutuskan untuk pindah ke sana.
Sebenarnya, tadi aku hanya ingin pamit sama bang Azka, aku ingin memberinya kejutan, tapi ternyata aku yang dibuat terkejut. Aku memegang sebuah gelang yang ingin kuberikan sebagai tanda perpisahan, di situ sudah terukir namaku dan namanya, sudah kupesan khusus dari jauh-jauh hari sebelumnya di pengrajinnya, tapi sayang kejadiannya seperti ini. Tidak mengapa, aku akan membawanya sendiri kemanapun dan dimanapun aku berada.
Aku menyusut air mataku dengan ujung kerah baju sekolahku, aku meyakinkan diri bahwa aku baik-baik saja.
*****
Azka.
Gue benar-benar jengkel sama bocah ingusan itu. Semenjak masuk SMA yang sama denganku, dia terus mengekoriku. Dia ada dimana-mana. Gue di lapangan basket, dia ada. Gue di lapangan sepakbola, dia ada. Gue sedang rapat OSIS dia juga selalu ada. Dia seperti bayanganku yang terus mengekoriku. Padahal di rumah dia lebih banyak menghabiskan waktunya di rumahku dibanding di rumahnya.
Gue mulai merasa tidak nyaman, apalagi teman-temanku suka menggodaku.
"Istrimu woi, dia datang bawa bekal buat lo." Ucap Aldo setiap kali Dea menghampiri dengan sebuah tupperware kesayangan bunda di tangannya.
"Istri gue kata lo? Gue mana mau, cewek tomboy gitu, gak ada manis-manisnya sama sekali. Bukan type gue bangetlah." Kesalku memukul pundak Aldo.
"Halah, besok-besok bucin lo sama dia, gue sumpahin dah pokoknya!"
"Sial lo, nyet!" Azka dan Aldo tertawa bersama.
Gue sedang berjalan menuju kelas saat mendengar suara cempreng Dea memanggilku. Awalnya gue mengabaikannya, namun semakin lama suaranya semakin dekat di belakangku. Gue berhenti dan berbalik, rupanya dia sudah sangat dekat. Dadanya naik turun, nafasnya tersengal, keringat membasahi dahinya. Katanya dia mau ngomong sesuatu sama gue, tapi gue udah terlanjur jengkel melihatnya.
Akhirnya keluar juga semua kata-kata kekesalanku padanya. Gue yakin, setelah ini dia gak bakal mengganggu hidup gue lagi. Gue meninggalkannya dan masuk ke kelas. Gue gak peduli, terserah dia mau sakit hati kek, mau apa kek, terserah, yang penting hidup gue tenang.
Dan benar saja, setelah hari itu gue tidak pernah lagi melihat batang hidungnya. 3 hari berlalu, seminggu, dan sebulan kemudian, gue benar-benar tidak pernah melihatnya. Gue baru sadar kalau dia gak pernah muncul di sekolah dan juga di rumah. Kadang gue tunggu-tunggu kemunculannya memberi makan kelinci peliharaannya di belakang rumahnya yang bisa gue lihat dari balkon kamar gue, tapi hasilnya nihil, dia tidak pernah muncul. Dia seperti menghilang begitu saja.
Jujur, gue mulai merasa kehilangan. Meskipun dia menjengkelkan, tapi tingkah konyolnya selalu sukses menghibur seisi rumah. Apalagi bunda, Dea adalah anak kesayangannya.
Tiba waktunya gue akan jadi anak rantau ke Jepang, tak pernah ada kabar dari Dea, dan entah mengapa, tidak ada satupun orang yang pernah membahasnya. Kadang gue pengen bertanya, namun mengingat kata-kata menyakitkan yang pernah gue ucapkan ke Dea, rasanya gue gak pantas menanyakannya lagi.
Wait!
"Jangan bilang Dea menghilang karena gue!!!"
×××××
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Becky D'lafonte
jahat bgt kata2nya azka
2023-09-04
0
Coco
yah berpisah deh Azka sama Dea
2023-01-08
0
tralala 😽😽😽😽
masih nyimak...
kata gantinya...
gue... ku...
k
2022-11-11
1