Setelah Gabrian mengetahui siapa orang tua Arelea sebenarnya, ia sedikit terkejut. Kemudian ia menormalkan ekspresi wajahnya, kembali menjadi datar dengan senyum tipis tersungging di ujung bibirnya.
"Ainsley," gumam Gabrian pelan sambil mengingat-ingat siapa orang itu.
Gabrian membaca ulang tulisan di layar laptopnya. Kemudian ia membelalakkan matanya setelah mengingat siapa keluarga itu. Namun, ia memutuskan untuk tidak membicarakan hal ini kepada Arelea dan juga tidak akan membongkar siapa dalang di balik penculikan saat itu.
"Hmmm, Arelea, selama ini kau ternyata anak dari pengusaha sukses di negara Paman Sam itu... Ck, ck. Selama ini orang tuamu ternyata hanya mencari keberadaan anaknya di negara itu. Pantas saja Arelea tidak ditemukan oleh mereka," gumam Gabrian pada dirinya sendiri. Pria itu memasang ekspresi kaget, padahal hanyalah topeng untuk menutupi senyuman liciknya.
Gabrian memang terkenal di seluruh negara, mungkin karena ia dikenal sukses dengan usahanya yang berada di berbagai tempat. Baik di negeri sendiri maupun di luar negeri. Walaupun ia jarang menampakkan wajahnya di publik, ia tetap menggunakan masker, topi, dan kacamata hitam jika keluar rumah. Meski begitu, ia sudah sangat terkenal di kalangan masyarakat menengah ke atas.
Ia memiliki usaha mulai dari yang terbesar hingga yang terkecil, tersebar di beberapa tempat, termasuk banyak yang berada di luar negeri. Karena itu, ia dikenal banyak orang, meskipun ia tidak menampakkan wajahnya secara langsung.
Setelah membaca informasi yang ia dapatkan tentang Arelea, ia hendak berdiri dan berangkat ke perusahaannya. Namun, tiba-tiba ia menerima panggilan masuk di teleponnya.
Gabrian yang mendengar suara telepon itu pun langsung merogoh kantong celana nya untuk mengangkat telpon itu.
"Hallo, Mom? Ada apa?" tanya Gabrian setelah mengangkat telepon, yang ternyata dari ibunya.
"Bocah nakal... apakah kau tidak bisa bersalam dulu, hah?!" suara Mommy Berlly menggema. Itulah ibunya, selalu berbicara dengan nada bersungut-sungut.
Gabrian yang mendengar suara cempreng Mommy-nya itu pun menjauhkan telepon dari telinganya. Mommy-nya ini memang sangat cerewet dan bar-bar, tetapi ia sangat menyayangi ibunya itu, apa pun keadaannya.
"Aduh, Mom... jangan berteriak seperti itu. Telingaku bisa rusak kalau kau berbicara sekeras ini," ucap Gabrian sambil mengusap-usap telinganya yang sedikit berdengung.
"Heh... baiklah! Mommy tunggu kamu di mansion utama. Cepat pulang, tidak ada kata TIDAK, huh!" ucap Mommy Berlly tegas.
"Baiklah, Mom," jawab Gabrian pasrah, lalu langsung mematikan panggilan.
Gabrian bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan keluar. "Arav, ayo kita kembali ke mansion."
Arav yang sedang duduk langsung berdiri. "Apa tidak jadi ke perusahaan, Tuan?" tanyanya.
Gabrian hanya menoleh sekilas dan menjawab, "Tidak usah. Mommy-ku sudah menunggu, nanti malah mengamuk lagi."
"Baik, Tuan," ucap Arav sambil berjalan menuju mobil dan membukakan pintu untuk tuannya.
Setelah satu jam berkendara dari mansion miliknya menuju mansion utama keluarganya, akhirnya mereka tiba di depan gerbang mansion keluarga yang dijaga ketat oleh anak buah Daddy-nya.
Anak buah yang melihat tuan muda datang pun langsung membukakan pintu gerbang agar sang empunya bisa masuk.
Gabrian dan Arav tiba di area parkir mansion dan segera bergegas masuk ke dalam agar Mommy tidak mengamuk nantinya (wkwk).
"Ayo cepat, Arav! Mommy-ku bisa mengamuk nanti jika kita terlambat datang," kata Gabrian tergesa-gesa sambil masuk bersama Arav.
"Ya, Tuan," jawab Arav singkat.
Mereka sudah berada di dalam mansion utama dan duduk di sofa keluarga. Di sana sudah ada anggota keluarganya, dan entah apa yang akan dibahas oleh mereka—hanya mereka yang tahu.
********
Sore hari ini, Arelea masih merebahkan diri di kasurnya, tetapi ia hanya menatap langit-langit kamarnya sambil tersenyum manis.
Ia terus tersenyum sambil bergumam sendiri. "Apa bos itu tidak mempunyai kekasih sehingga bisa setiap saat bersamaku, ya?" "Ah, tetapi nanti jika aku disebut perusak hubungan orang, bagaimana ya?" Arelea pun langsung bangkit dan duduk karena merasa perutnya perlu diisi oleh makanan.
Arelea sedari tadi sangat bosan berada di rumah. Akhirnya, ia memutuskan keluar rumah untuk membeli makanan di seberang rumahnya.
Ia berjalan dengan sangat tergesa-gesa karena sudah sangat lapar sejak pulang dari taman bersama bosnya tadi. Sampai-sampai ia tak melihat bahwa dari arah kanannya ada motor yang melaju dengan sangat kencang hingga...
Bruukkk...
Arelea terbanting agak keras mengenai pinggiran jalan, dan penglihatannya pun mulai buram. Akhirnya, ia pingsan. Orang-orang yang melihat kejadian itu langsung berusaha meminta bantuan pada siapa pun yang bisa membawa gadis itu ke rumah sakit.
"Tolonggg... ya ampun, anak gadis ini kasihan sekali. Siapa pun yang membawa kendaraan beroda empat, tolonglah!" ucap seorang ibu hamil yang berusaha menolong.
Di tempat Gabrian berada.
Setelah membahas sesuatu dengan keluarganya, Gabrian hendak pergi ke perusahaan. Dalam perjalanan setelah keluar dari mansion keluarganya, ia melewati segerombolan orang yang sedang berkerumun dan menatap ke arah tengah mereka. Gabrian pun penasaran dan merasa gelisah.
Gabrian menatap Arav. "Arav! Coba kau lihat ada apa orang-orang itu berkerumun, sangat mengganggu para pengendara!"
"Baik, Tuan," jawab Arav sambil turun dari mobil untuk melihat kerumunan itu.
Saat Arav sudah sampai di dekat kerumunan, ia bertanya kepada salah satu orang di sana.
"Ada apa ini, Tuan, Nyonya?" tanya Arav.
Seorang ibu-ibu yang berada di sana mendongakkan kepalanya. "Itu, Tuan, gadis tadi terbanting keras karena ditabrak oleh motor yang sedang melaju sangat kencang!" "Tuan, tolong bantu bawa gadis itu ke rumah sakit," pintanya dengan wajah mengiba. Ia ingin membantu gadis itu, tetapi apa daya melihat perutnya yang membuncit.
"Baiklah, coba saya lihat dulu siapa tahu saya mengenalnya?" gumam Arav.
Arav berjalan mendekati gadis yang sedang terbaring di pangkuan seorang perempuan dengan wajah yang sedikit tertutup darah segar dan rambut.
Ia menyibakkan rambut gadis itu, dan begitu mengetahui siapa dia, matanya membelalak tak percaya.
"Ayo bawa Nona ini ke mobil bos saya!" ucap Arav panik, tetapi tetap mencoba untuk tenang, lalu langsung berlari menuju mobil bosnya.
Saat Arav sampai di depan pintu mobil, ia mengetuknya dengan gaya dramatis, seolah akan mengumumkan berita terbesar abad ini.
"Tuan, tadi ada seorang gadis yang baru saja kecelakaan, dikerumuni warga seperti pasar malam. Tapi dari semua orang itu, tidak ada yang punya kendaraan untuk membawa nona itu ke rumah sakit. Oh, dan rumah sakit di sekitar sini? Nihil, Tuan, kosong seperti hati mantan saya," ucapnya cepat tanpa jeda napas, seperti komentator bola.
Gabrian memijat pelipisnya. "Apa kau mengenal gadis itu, Rav?" tanyanya, mencoba tetap tenang meski pikirannya sudah seperti blender menyala. Ini daerah Arelea tinggal, tapi ia mencoba, yah, menepis drama di otaknya. Santai, Gabrian, santai, gumamnya dalam hati.
"Iya, Tuan, gadis itu..." Arav menggantung ucapannya. Efek dramatisnya hampir berhasil kalau saja lelaki yang menggendong gadis tadi tidak tiba-tiba muncul seperti cameo di film.
"Tuan, tolong antarkan gadis ini ke rumah sakit. Dia kekurangan darah... juga mungkin oksigen... dan kesabaran saya juga hampir habis," ucap pria itu panik, memelototi Arav yang sepertinya terlalu banyak berbasa-basi.
"Baiklah, baringkan dia di belakang sana."
"Tuan, apakah boleh?" tanyanya. Gabrian hanya mengangguk, malas menanggapi pertanyaan yang jawabannya sudah jelas. Ini mobil siapa, sih?
Lelaki tadi langsung membaringkan tubuh gadis yang sudah berlumuran darah segar dengan hati-hati, seperti menata kue ulang tahun mahal. "Terima kasih, Tuan," ucapnya penuh hormat, lalu menutup pintu mobil dengan sangat perlahan, seolah takut membangunkan si gadis yang jelas-jelas pingsan.
Gabrian menatap gadis itu dengan cemas. "Apakah aku pernah mengenal gadis ini, Rav? Wajahnya terasa familiar, seperti déjà vu saat lihat bon tagihan listrik," gumamnya.
"Eeemm, itu... Tuan, i..tu n..ona Arelea," jawab Arav, gugup seperti siswa yang lupa PR.
Mata Gabrian membelalak seperti karakter anime yang baru tahu plot twist. Dengan gerakan dramatis, ia mengangkat kepala Arelea dan menaruhnya di pahanya. Oh, Arelea, kenapa selalu kau membuat hidupku seperti sinetron? pikirnya sambil menatap gadis itu.
.
''AYO CEPAT KE RUMAH SAKIT SEKARANG RAV'' teriak Gabrian dengan lantang dengan air mata yang membanjiri wajah tampannya itu tanpa sadar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
PEROA
yay semangatz authoor ❤❤❤
2022-05-23
2
Senja Merona🍂
yah, Arelea ketabrak motor
2021-11-20
2
Eny Mariska
semangat author!🤗
2021-08-15
2