Waktu berlalu begitu cepat. Hari demi hari digantikan oleh bulan yang kemudian menjadi tahun. Selama itu juga banyak terjadi perubahan, entah dari fisik ataupun nonfisik.
Nathan
Ia mengemudikan mobilnya, begitu santai seolah sedang menikmati hari-harinya. Dengan alunan musik yang menemani perjalanannya. Sangat damai.
Bahkan perjalanannya ke kantor terasa begitu singkat.
Kini ia sudah berjalan memasuki kantor setelah memarkirkan mobil di basement. Berjalan dengan tegap dan sesekali menganggukkan kepalanya pada karyawan yang menyapa.
Menaiki lift untuk menuju keruangannya. Setelah turun, ia melihat sang sekertaris yang sibuk dengan dunianya sendiri melalui ponsel. Sepertinya tak menyadari kehadirannya. Meskipun begitu, ia pun tak berniat menyapa.
Ia langsung duduk dan berkutat dengan dokumen yang sudah menumpuk dimeja kerjanya. Sesekali ia membubuhkan tanda tangan atau hanya sekedar membacamya.
Menjadi pemimpin di usia muda tidak mudah, apalagi dengan perusahaan sebesar ini harus mempunyai pemimpin yang tegas dan berkompeten. Meskipun ayah sudah percaya, tentu ia tidak boleh terlena. Apalagi memanfaatkan posisi dan jabatannya. Itu sama sekali bukan tipenya.
Ia dididik dengan keras dan tegas sejak kecil, penanaman rasa tanggung jawab dan bagaimana cara mengatasi masalah tanpa menambah masalah baru tentu sudah ia pelajari sejak dini.
Tok tok tok
"Masuk" perintahnya saat mendengar ketukan pintu ruangannya, tapi ia sama sekali tak berniat mendongakkan kepalanya.
"Ini dokumen yang anda minta kemarin pak, dan jam 10 ada rapat" ucapan sekertarisnya membuat ia langsung menganggukkan kepalanya. Bahkan masih dengan tatapan yang fokus pada dokumen tanpa menoleh kearah sekertarisnya. Hanya tangan kanannya saja yang ia gunakan untuk merespon ucapan sekertarisnya.
Sekertarisnya yang bernama Yesi itu langsung membalikkan badannya. Karena sekertarisnya tahu jika bekerja ia tidak akan banyak bicara karena itu dapat mengganggu konsentrasinya.
Yesi.
Ia menghela nafasnya, entah kenapa perlakuan dingin sang atasan membuat ia semakin tertantang untuk mendekati atasannya itu. Bekerja selama kurang lebih setengah tahun membuatnya tumbuh perasaan dengan sendirinya. Bahkan ia pun sebenarnya tidak menginginkan hal itu terjadi. Tapi bagaimana bisa ia membuang perasaan yang tumbuh dengan sendirinya?. Tapi ia juga sadar diri, ia seharusnya dan secepatnya membuang perasaan konyol itu jauh-jauh. Karena sudah jelas jika status mereka sangat bertolak belakang. Sama sekali tidak kontras. Impossible.
Ia berjalan menuju pantry, ingin membuat kopi untuk menetralkan perasannya. Syukur-syukur jika bisa hilang.
"Dimarahin lagi?" Tanya office girl yang terlihat bersantai dipantry. Office girl itu temannya, hanya saja keberuntungan yang membedakan mereka. Bahkan temannya itu sudah sangat hafal jika ia sering terkena teguran karna gaya pakaiannya. Tapi mau bagaimana lagi, ia nyaman dengan pakaian seperti ini. Meskipun cemoohan sering ia dengar karena pakaiannya cukup terbuka. Come on, he doesn't care.
Ia hanya mengedikkan bahu, "Aku pergi dulu" jawabnya setelah membuat kopi dan melambaikan tangannya.
"Mending lo buang deh perasaan lo itu. Daripada tersakiti. Lagipula, very impossible jika pak bos tertarik sama lo" ia yang baru saja akan membuka pintu kembali menghela nafasnya saat mendengar ucapan temannya.
"I will try it" jawabnya dengan singkat kemudian segera berlalu.
Nathan.
"Huh akhirnya" ia merasa lega karena pekerjaannya sudah selesai. Kepalanya yang terasa berdenyut pun ia senderkan dikursi kerjanya dan juga kedua tangan yang ia renggangkan. Sekedar untuk merenggangkan ototnya yang terasa kaku. Melihat jam di pergelangan tangannya masih ada waktu sekitar 10 menit sebelum jam 10 tepat. Ia bisa memanfaatkan itu untuk beristirahat sebentar sebelum rapat dengan kliennya.
"Eh pak" celetuk Yesi terkejut saat ia membuka pintu ruangan.
"Hemmm" jawabnya dan langsung berlalu untuk turun dan menuju ruang rapat diikuti Yesi dibelakangnya.
"Good luck" ia memicingkan matanya saat melihat office girl yang berpapasan dengannya dilantai bawah terlihat berbisik pada sekertarisnya.
"Kau mengenalnya?" Tanyanya dengan datar.
"Teman saya pak" mendengar jawaban Yesi, ia tak bertanya lebih lanjut. Yang terpenting tidak mencurigakan itu sudah cukup baginya.
Ruang rapat yang awalnya berisik pun menjadi hening setelah kedatangannya. Ia mengangguk, menyapa para dewan direksi yang sudah duduk ditempat mereka. Ia pun langsung mengambil duduk dipaling ujung, memimpin rapat hari ini.
------
Tepat jam makan siang, akhirnya rapat pun usai. Setelah berpamitan ia langsung keluar dari ruangan rapat itu.
"Saya langsung pulang. Dokumen sudah saya periksa semuanya" ucapnya pada Yesi.
"Baik pak" jawab Yesi, dan ia pun langsung berlalu keluar perusahaan untuk pulang. Karena tubuhnya sepertinya memerlukan istirahat.
Ia pun langsung memasuki mobil yang berada didepan loby. Mobil yang ia kendarai saat berangkat tapi dengan disupir oleh Mang ucup yang baru saja ia hubungi tadi sebelum rapat.
"Jalan mang"
"Baik den" jawab mang Ucup dan melajukan mobilnya menjauh dari kawasan perusahaan.
Ia menyenderkan tubuhnya dijok mobil, memejamkan mata dan memijat pelipisnya yang semakin terasa berdenyut.
"Aden sakit? Mau mampir kerumah sakit dulu?" Tanya mang Ucup terlihat khawatir padanya.
"Tidak perlu mang, langsung pulang saja" mang Ucup terlihat mengangguki ucapannya.
Mobil melaju membelah jalan raya, sedikit padat karna ini jam makan siang. Terlihat para karyawan yang mengendarai motor berniat membeli makan siang.
"Berhenti mang" ia menepuk kursi kemudi, meminta mang Ucup berhenti. Setelah memastikan mobil benar-benar berhenti, ia langsung turun. Membantu seorang nenek tua yang kesulitan menyeberang, mungkin karena ramainya kendaraan. Ia pun memencet lampu penyeberangan yang belum sempat dipencet oleh nenek tadi. Langsung berlari dan meraih tangan nenek tersebut dan menuntunnya ketepi.
"Terima kasih nak, terima kasihh"
"Hati-hati nek, jalan raya" setelah memastikan nenek tersebut aman, ia langsung pergi. Menuju mobil mang Ucup yang berhenti dibahu jalan.
"Mbahhh" sekilas ia mendengar teriakan gadis penuh kekhawatiran, ia tak memperdulikannya. Tapi ia sempat menoleh sebentar lalu melanjutkan langkahnya.
"Jalan mang" ucapnya pada mang Ucup.
Mang Ucup pun kembali melanjutkan perjalanan. Tidak butuh waktu lama akhirnya mobil yang mereka tumpangi sampai dirumah.
"Kakak sudah pulang?" Ia menoleh, menatap Oliv yang duduk diruang keluarga sendirian dengan banyak camilan.
"Tolong kasih tau bibi untuk membuatkan kakak minuman hangat Oliv" ia pun langsung berlalu, menaiki tangga untuk menuju kamarnya.
Setelah sampai kamar, ia langsung merebahkan diri. Tanpa melepas sepatu atau apapun yang melekat ditubuhnya.
"Kakk, ini tehnya" ia mendengar Okiv berbicara padanya, tapi matanya seolah berat karena kepalanya berdenyut.
"Kakak sakit?" Oliv mendekati ranjangnya, menempelkan tangan mulus itu dikeningnya.
Oliv.
Ia merasa bosan dirumah karena kedua orang tuanya sednag di perusahaan. Sementara ia sepulang dari kampus untuk mengumpulkan tugas langsung mampir kerumah ayah dan bunda.
"Kakak sudah pulang?" Tanyanya ketika melihat sang kakak sepupu sudah pulang dijam makan siang.
"Tolong minta bibi untuk membuatkan kakak minuman hangat Oliv" begitu pesan kakaknya sebelum naik keatas, ia pun langsung meletakkan camilan yang sebelumnya ia pangku. Kemudian berdiri menuju dapur.
"Ada yang bisa saya bantu non?" Tanya Bi Asih yang melihatnya berkutat didapur.
"Tidak perlu bi, hanya membuat minuman hangat untuk kak Nathan"
"Tumben sekali aden minta minuman hangat ya non, apa mungkin sakit? Lebih baik buatkan teh hangat saja non" ucap bi Asih.
"Nanti aku akan mengeceknya bi sekalian mengantar minuman" bi Asih terlihat mengangguki ucapannya.
Setelah teh siap, ia pun langsung membawanya keatas. Mengetuk pintu kamar kakak tapi tak ada tanggapan sama sekali. Ia pun memutuskan langsung masuk.
"Kakk ini tehnya" ucapnya saat memasuki kamar dan melihat kakaknya sudah terbaring tanpa melepas apapun.
"Kakak sakit?" Tanyanya seraya menempelkan tangannya didahi kakaknya
"Badan kakak panas sekali, aku panggilkan dokter ya" ucapnya khawatir.
"Tidak perlu Oliv, kakak hanya butuh istirahat saja" tolak Nathan dengan lirih.
"Aku ambilkan obat penurun demam" ia pun berniat keluar, tapi urung saat melihat sepatu yang digunakan Nathan masih menempel dikaki. Ia pun melepas sepatu itu, menyelimuti tubuh kakaknya yang terlihat menggigil.
Setelah memastikan kakaknya nyaman, ia pun langsung berlari turun untuk mengambil obat penurun demam.
"Bi bibi, kotak obat dimana yaa?" Teriaknya panik pada bibi.
"Di laci non, ada apa?" Bi Asih terlihat panik juga.
"Kak Nathan demam bi" jawabnya masih dengan membuka semua laci.
"Ah ini" leganya saat kotak obat sudah ia temukan.
"Dibawa kerumah sakit saja non" teriak bibi saat ia mulai menaiki tangga.
"Orangnya nggak mau bi" jawabnya.
Saat ia masuk kedalam kamar kakaknya, teh hangat yang ia buat tadi pun masih utuh. Dan ia hanya mendengar dengkuran halus, mungkin sang kakak sedang tidur.
Ia pun meletakkan obat disamping teh, setelah itu ia turun dan menutup pintu.
------
Hari sudah mulai sore, ia pun masih berjaga jika kakaknya membutuhkan sesuatu seraya memakan camilan dan menonton drama favoritnya.
"Oliv" teguran membuat ia menoleh, kemudian tersenyum dan berdiri untuk menyalami ayah dan bunda yang baru saja pulang dari kantor.
"Kakakmu belum pulang Oliv?" Tanya bunda seraya menyerahkan satu box kue kepada bi Asih.
"Sudah, tadi jam makan siang kakak sudah sampai rumah bunda, tapi langsung merebahkan diri karena demamnya tinggi"
"Kakakmu itu bisa sakit Oliv?" Tanya ayah seperti tidak percaya dengan apa yang didengar. Sedangkan bunda langsung menatap tajam ayah hingga membuatnya terkikik sendiri.
"Oliv pulang dulu ya bunda, takut mama nyariin" pamitnya.
"Memangnya mama mu sudah pulang?" tanya ayah yang dijawab gelengan olehnya.
"Menginap saja Oliv, nanti biar ayah yang memberitahu mama dan papamu" ucapan bunda membuatnya menatap ayah penuh harap, tidak ada yang bisa menolak jika ia memasang wajah seperti ini.
"Baiklah, nanti ayah akan menghubungi mama papa mu"
"Wahh bener ayah? Makasihh" ucapnya dan langsung berhambur dalam pelukan ayah.
"Bunda keatas dulu Oliv" ucap Bunda.
"Ayah juga, kau pergilah mandi" ia mengangguki ucapan ayah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Sera Zhafira
mampir di novel ku anak genius : Presdir Tampan itu Ayah Anak ku
2021-08-15
1
🥜⃫⃟⃤🍀⃟🦌𝙼𝙰𝙼𝙰 ᶠᵉⁿᶦ 𒈒⃟ʟʙ
Siapa ya kira2 Jodohnya nathan🤔
2021-07-23
1
Arga Assegaf
semangat dan sehat selalu kk author...💪💪😇
2021-07-23
1