eps 3

"Gio, jangan gak sopan sama tante! Ayo, kita duduk di sana!" ajakku sekali lagi.

"Gak!" jawab Gio dengan nada tegas.

"Gio mau di sini sama tante?" tawar Angel sambil tersenyum yang sama persis dengan Via.

Gio menganggukkan kepalanya dengan cepat dan tersenyum manis pada Angel, tapi ia menatapku dengan tajam.

"Tolong biarkan dia di sini sebentar denganku!" pinta Angel padaku.

Apa karena Gio rindu dengan sosok maminya? Makanya ia sangat ingin dekat dengan Angel yang memang kebetulan sangat mirip dengan maminya.

"Jika anda mau bergabung, silahkan duduk sekalian di sini!" katanya sambil mempersilahkanku duduk di tempatnya.

Aku tak bisa menolak, karena aku memang sangat ingin melihat wajahnya yang membuatku kangen selama tiga tahun ini. 'Kenapa Via bisa jadi Angel?' Itulah yang mengganggu pikiranku dan aku harus secepatnya mencari informasi tentang Angel.

"Terima kasih," jawabku sambil duduk berhadapan dengannya sedangkan Gio duduk di sebelahnya.

"Apakah Gio sudah bersekolah?" tanyanya penasaran sambil mengelus pelan kepala Gio.

"Dia sudah sekolah tapi masuk ke play ground," jawabku.

"Ooo... usianya saat ini?"

"Tiga tahun."

"Aku liat, Gio sepertinya agak pendiam. Maaf kalo aku salah menilainya," katanya yang merasa gak enak hati.

"Gak papa. Tapi kenyataannya emang seperti itu. Sejak dia masuk sekolah, dia yang awalnya ceria malah jadi pendiam seperti sekarang. Saat aku tanya ke gurunya, mereka juga gak tau kenapa Gio berubah."

"Apa temen sekolahnya ada yang nakal dan mengganggunya?"

"Gurunya bilang... tidak." Seingatku, gurunya tidak pernah bilang Gio disakiti oleh teman-temannya.

"Ada. Mereka nakal," timpal Gio sambil melipat kedua tangannya ke depan dadanya.

"Mereka, siapa?" tanya Angel penasaran dengan suara lembutnya.

"Mereka bilang, mami Gio sudah gak ada dan gak sayang sama Gio lagi. Mereka bilang, Gio anak pungut. Gio kesel," keluhnya yang membuat Darren terkejut.

"Sudah... gak papa sekarang. Gio anak baik dan pintar. Jika ada yang bicara seperti itu ke Gio, bilang saja sama guru Gio agar temen-temen tadi di nasehati agar gak ganggu Gio lagi!" pesan Angel padanya tapi hanya dapat sebuah anggukkan dari Gio saja. "Gio, coba kamu bermain dengan doggy di sana! Tante akan bicara dengan papamu sebentar!"

Gio kecil langsung mengerti maksud Angel. Ia berlari kecil menghampiri para anjing dan mengajak mereka bermain.

"Maaf, kalo aku lancang. Apa boleh kita bicara tentang Gio?" tanyanya sopan.

"Ada masalah apa dengan Gio? Apa yang mau kamu ketahui?"

"Aku adalah seorang guru tk di salah satu sekolahan yang lokasinya gak jauh dari sini. Aku sangat menyukai anak-anak dan aku juga belajar mengenal psikis karakter anak-anak. Yang terjadi dengan Gio itu seperti sebuah pukulan di hatinya. Ia sangat rindu dengan maminya. Kalo saya boleh tau, maminya Gio kemana?"

"Maminya meninggalkannya sewaktu usianya tujuh bulan dan sampai sekarang belum kembali."

"Maksudnya anda, maminya Gio masih hidup tapi meninggalkan dia begitu saja?"

Aku hanya bisa mengangguk mengiyakan saja, karena sekarang ini yang aku pikirkan adalah orang di depanku saat ini mungkin adalah Via yang sedang berperan sebagai Angel.

"Apa anda gak mencarinya?"

"Aku sudah berusaha mencarinya, tapi gak ketemu. Maaf aku gak bisa ceritakan semua masalah rumah tangga kami," kataku yang sengaja gak mau memperpanjang masalah. "Oh ya, kamu kerja di sekolah mana?"

"Tk Nusantara masuk dari gang sebelah Ind*mart itu!" tunjuknya keluar jendela.

"Ooo..." kataku setelah melihat ke arah jalan yang ditunjuknya.

"Angel!" sapa seorang pria yang tiba-tiba datang menghampirinya sambil tersenyum padanya.

"Hai, Johan!" balas Angel dengan wajah cerianya.

*Johan

Kenapa aku jadi gak senang ya? Padahal dia bukan Via. Tapi rasanya sakit sekali hati ini.

"Kamu sedang ada tamu?" tanya pria yang bernama Johan setelah menyadari kehadiranku diantara mereka saat ini.

"Dia orang tua anak kecil itu!" tunjuk Angel ke arah Gio yang masih sibuk mengurusi para anjing.

"Perbincangan kita sampe di sini aja. Permisi!" pamitku dengan gaya cuek sambil berdiri dari posisi tempat dudukku dan menghampiri Gio.

Aku mengajak Gio untuk pulang sekarang. Aku menggendong badan Gio agar gak begitu melawan. Dengan langkah kaki cepat, aku keluar bersama Gio dan masuk ke dalam mobil.

"Gio mau mami. Gio mau mami," katanya berulang dan membuatku gak tahan mendengarnya.

"Gio, dengar! Dengar daddy!" perintahku sambil memegang pundaknya dan kami saling bertatapan. "Dia bukan mami kamu. Nama dia tante Angel. Ingat itu! Mami kamu belum pulang, jadi jangan panggil tante Angel dengan sebutan mami lagi! Mengerti?" tekanku.

"Gakkkk!!" teriaknya sambil menutup kedua telinganya dengan kedua telapak tangannya. "Daddy jahat!" makinya.

Aku hanya bisa menahan emosiku saat ini. "Pak, kita pulang saja ke rumah!" kataku pada sih sopir yang mengemudikan mobil kami.

Aku menutup kedua mataku dan memijat pelan keningku yang mulai sakit. Entah bagaimana aku menjelaskan pada Gio lagi?

*****

Keesokkan harinya saat Gio masih sekolah, aku sengaja mencari sekolah dimana Angel bekerja. Dengan arahan petunjuk yang diberitahunya kemaren, aku mengikuti arah jalannya hingga menemukan sebuah sekolahan yang lumayan luas serta ada taman bermainnya.

Aku berdiri di depan pintu pagar sekolah yang bercat merah itu yang masih tertutup. Tampak ada seorang satpam yang sedang berjaga di posnya. Ia menghampiriku dan tersenyum ramah padaku.

"Pagi, pak! Apa ada keperluan di sekolah ini?" tanyanya sopan.

"Ya! Aku ingin menemui kepala sekolah di sekolah ini."

"Silahkan masuk, pak! Kepala sekolahnya ada di ruang guru," katanya sambil membuka sedikit pintu pagarnya dan membiarkanku masuk sendiri ke dalam.

Aku berjalan melewati beberapa lorong kelas dan melihat sekilas beberapa guru yang sedang sibuk mengajar murid-muridnya. Hingga aku berjalan lagi melewati kelas dimana Angel sedang mengajar juga. Aku menghentikan langkahku dan terpaku diam menatapnya. Dari sini aku merasa dunia sedang mempermainkan takdir kami. Aku sangat kangen dengan wajah itu. Wajah yang sama dengan Via. Tanpa kusadari, Angel mengintip dari dalam kelasnya dan tersenyum ramah padaku. Aku hanya bisa tersenyum datar membalasnya.

"Maaf, pak! Ada keperluan apa di sini?" tanya seorang ibu-ibu yang berperawakkan gemuk menghampiriku.

"Saya ingin bertemu dengan kepala sekolah. Apa beliau ada?"

"Saya kepala sekolahnya," jawab ibu tersebut. "Nama saya bu Wati. Mari pak bicara di dalam ruangan saya!" ajaknya seraya menuntun jalan ke ruangannya.

Sekolah yang hanya terdiri dari enam kelas tapi kondisinya rapi dan lingkungannya bersih. Sangat enak dipandang. Jika Gio sekolah disini, pasti ia akan senang.

"Silahkan duduk, pak!"

Kami duduk di tempat kami masing-masing.

"Terima kasih, bu Wati. Saya dengan Darren."

Bu Wati senyum-senyum sendiri. "Ya, pak Darren. Ada yang bisa saya bantu?"

"Saya ingin daftarin anak saya ke sekolahan ini. Usianya tiga tahun saat ini."

"Ooo... ingin daftarin anaknya toh? Saya pikir, bapak mau lamar jadi guru disini. Hahaha... Maaf saya keceplosan."

Aku hanya bisa senyum saja mendengar kekonyolannya.

"Baik, pak! Tolong bapak isi formulir ini dulu!" katanya sambil menyerahkan selembar formulir pendaftaran padaku.

Aku mengambil penaku dan segera mengisinya. Bu Wati sibuk mencari sesuatu di lacinya.

"Ini pak untuk biaya masuknya, seragam, buku, serta uang fieldtripnya sudah tertera jelas di sini! Jika bapak setuju, bisa langsung tanda tangan disini!" katanya lagi sambil menyerahkan lembaran kertas lainnya.

Aku membacanya sekilas dan hanya langsung tanda tangan setelahnya.

"Aku lunasi semua pakai kartu ini," kataku sambil menyerahkan salah satu kartu debitku untuk transaksi.

Bu Wati segera membantuku untuk bertransaksi pembayarannya. Tidak lama kemudian, ia menyerahkan tanda terima dan kertas struk dari mesin EDC (mesin gesek) sebagai bukti telah diterimanya Gio di sekolah ini.

"Semoga anak bapak kerasan (betah) ya di sekolah ini!" harapnya sambil tersenyum ramah.

"Nngg.. kalo boleh, saya ingin anak saya berada di kelas bu Angel."

"Masalah itu akan saya rundingkan pada bu Angel dulu. Tapi harusnya tidak masalah karena bu Angel juga ngajar anak seusia anak bapak."

"Kalo gitu terima kasih atas bantuannya bu Wati."

"Sama-sama, pak. Besok anaknya masuk jam 10.00 ya pak dan untuk jadwal seragamnya sesuai dengan petunjuk di kertas yang sudah diselip diseragamnya tadi," pesan bu Wati.

"Baik, bu. Terima kasih."

Terpopuler

Comments

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

IKATAN BATIN SEORANG ANAK KE MAMINYA, GIO PSTI MNGENALI BAU MAMINYA.

2023-06-11

0

Ughie Ghafa

Ughie Ghafa

aku nyesekkk, Thor....
baru merasakan bahagia...kok via nya gak ada....
hik..hik.....

2021-07-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!