Akhirnya ya, Mas. Sheira mendapatkan jodohnya. Bukan hanya tampang yang meyakinkan, tapi sang hartawan pula. Enak ya jadi Sheria Mas," tutur wanita itu seraya memperbaiki posisi tidurnya di pangkuan sang suami.
"Oh jadi maksud kamu, mas nggak ganteng? Dasar cewek matre," protes Benzi tidak terima.
"Ya bukan gitu lho, mas. Nggak nyangka aja gitu masih ada yang sebaik Rian, mau menerima Rara, meskipun Rara, yah mas tau sendirilah gimana masa lalunya kan?"
Benzi berpikir sejenak. Handphone yang ia pegang, ia diamkan beberapa detik lamanya, melirik namun pikirannya bukan pada ponsel itu.
"Kamu benar sayang. Tapi selain dia masih ada kok lelaki sebaik dia," ucap Benzi tersenyum manis.
"Siapa, mas? Kayaknya nggak ada deh. Di film-film ataupun di novel banyak sih mas. Tapi di real life, hanya Rian yang kutahu."
"Masa sih? Seseorang yang ada disamping kamu gimana sayang?"
"Eh iya. Aku lupa, mas. Hehehe. Suami aku juga baik, ganteng, dan mau terima aku apa adanya."
Kedua mata mereka bersitatap. Dan tak lupa melukiskan senyum. Sedikit Benzi menundukkan kepalanya agar bisa menatap wajah istrinya itu.
"Bagiamana pun masa lalu kamu, aku nggak pernah peduli. Karena bagi aku, bukan masa lalu yang membuat kita bersatu atau berpisah. Tapi karena cintalah. Cinta yang membuat kita berdiri sekarang, menyatu, hingga kita memiliki malaikat kecil yang cantik."
"Yang dikirimkan-NYA untuk kita."
Shanura kakak tiri dari Sheira itu, terpaku mendengar ucapan suaminya itu. Sangat jarang Benzi berucap seserius ini.
"Karena cinta jugalah yang menyatukan Sheira juga Rian. Karena cinta yang sebenarnya, tak mengenal ruang, waktu, fisik maupun masa lalu."
"Sehat terus kamu ya, mas. Agar ada yang selalu melindungi aku juga anak kita."
"Iya, sayang. Tapi dengan satu syarat."
"Apa, mas?" tanya Nura serius. Bahkan alisnya terangkat.
"Kita buat adek untuk si kakak," ucap lelaki itu seraya tersenyum. Senyum licik yang seperti biasanya. "Dan kalau bisa laki-laki, biar sepasang. Tenang aja, mas udah tau trik terjitu agar pedang ini nancep dan jadi deh laki-laki nanti di perut kamu!" serunya panjang lebar.
"Kok itu dibilang syarat sih?" timpal Nura tak terima.
"Biarin! Hehehe," tawa Benzi. Tapi tangannya sudah gentayangan entah kemana-mana.
"Mas, kamu ngapain sih?"
Benzi tak peduli dengan kalimat-kalimat yang keluar dari bibir Nura. Melainkan ia semakin mendekatkan wajahnya ke wajah istrinya itu, hingga nyaris tak berjarak.
*****
"Bang, sepertinya Abang udah bisa deh cari pekerjaan. Uang dari hasil jualan rumah makan nggak cukuplah untuk kebutuhan kita. Apalagi sekarang Dean sedang kuliah, semester akhir pula. Sangat banyak pengeluaran."
"Dimana aku mencari pekerjaan dengan statusku yang begini?"
"Ya entah dimana gitu. Abang kan punya kenalan banyak. Secara Abang dulu kan calon wali kota. Sudah pastilah teman Abang banyak. Minta tolong gitu kepada mereka," tutur Meyra kepada suaminya itu.
Sejak Bisma dibebaskan dari penjara, belum pernah ia menjejakkan kakinya di dunia pekerjaan. Selama ini ia hanya mengandalkan uang dari hasil penjualan rumah makan istrinya. Rumah makan yang tidak terlalu besar.
Untuk kebutuhan sehari-hari, cukup tapi untuk biaya kuliah Deandra, anak bontot mereka selama ini, selalu gali lobang tutup lobang.
"Kau gimana sih? Suami nggak kerja malah diomelin terus. Kayak udah banyak aja uangmu," protes Bisma.
"Bukan gitu maksud aku lho, bang. Hanya-"
"Ah sudahlah, nggak ada gunanya cakap samamu. Baru aja beberapa bulan aku nggak kerja, udah uring-uringan kayak gini. Dulu aku biayain kau sama anak kau, pernah aku protes kayak gitu?"
Nada suara Bisma sedikit meninggi.
"Dulu dan sekarang beda ceritanya, mas. Waktu itu kan-"
Belum sempat Meyra melanjutkan kalimatnya, Bisma sudah berdiri dan melangkahkan kakinya meninggalkan istrinya yang sedang sibuk mengelap piring.
Pengunjung hari ini di rumah makan mereka lumayan ramai, tapi tak sedikitpun niat Bisma untuk membantu istrinya itu. Lebih memilih pergi, tak peduli dengan ramainya pelanggan yang datang.
"Ini semua gara-gara kau! Coba kau nggak penjarakan aku, pasti aku sudah jadi walikota sekarang. Puas kau? Hah?" Ia mengomel-ngomel sendiri. Sesekali ia menendang-nendang kerikil yang ia lewati.
"Lihat saja, aku akan balas semua perbuatan mu. Nggak akan aku biarkan kau bahagia bersama Nura karena dia adalah milikku. Orang yang sangat aku cintai," ucapnya.
Bisma berhenti sejenak, berpikir beberapa detik lamanya, hingga ia merasa mempunyai ide yang cemerlang. Senyum bangga terlukis di bibirnya.
****
"Kayaknya kita udah boleh dong, sayang."
"Boleh apa, mas?" tanya Nura penasaran.
"Buat adek untuk si kakak. Kasian dia kesepian," lanjut Benzi, ia masih berada diatas tubuh suaminya.
"Dia mana ada kesepian. Kan ada buyut yang menjaganya. Aih kamu mas banyak alasan. Bilang aja kamu udah nggak tahan," celetuk Nura asal. Tak memikirkan apa yang baru saja ia lontarkan. "Tapi betul juga sih," lanjutnya.
"Tau aja kamu keinginan suaminya sendiri, hihi," ucap Benzi.
"Iya dong. Aku gitu lho. Siapa sih yang lebih mengenal dirimu kalau bukan istri kamu sendiri mas." Shanura tersenyum bangga.
"Kalau gitu sekarang yok kita buatnya. Mas tancepkan keris ini dulu ya, lalu ....." ajak Benzi penuh semangat.
"Lalu apa, mas?" pancing Nura, hendak membuat suaminya jengkel demi bisa mengulur waktu.
"Lho, kok nanya lagi. Tadi udah ngerti, kok sekarang nggak ngerti. Aih kamu gimana sih, sayang? Ini nggak ngerti atau pura-pura nggak ngerti?"
"Ya nggak ngerti lah. Lalu apa coba?"
"Lalu ...." Ia melanjutkan kalimatnya.
"Lalu yang mana?" ucap istri mungilnya itu seraya berusaha melepaskan diri dari kungkungan Benzi.
Tubuh Nura yang sudah kembali mungil, tak seperti saat ia mengandung putrinya dulu, kembali membuat Benzi bergetar.
"Mas masukin ya kerisnya ke sarangnya. Dan kita biarkan kerisnya itu berlama-lama di sana hingga jadilah nanti adek buat -" ucap Benzi langsung tanpa basa-basi lagi, juga lugas.
"Nggak ah, aku nggak mau. Nanti aja deh saat si kakak umur lima tahun," tolak Nura cepat.
"Kok gitu sih sayang, tadi katanya iya. Kok sekarang berubah? Kamu curang ah," ucap Benzi pura-pura bete.
"Kapan aku bilang? Nggak ada tuh," celetuk Nura.
Lalu ia meninggalkan Benzi setelah memungut pakaiannya yang tadi berserakan di lantai. Sementara Benzi masih menatap dirinya lekat.
"Seandainya tadi aku merekam apa yang dia ucapkan, pasti dia nggak bisa mengelak lagi. Tapi sayang, aku kurang sigap untuk melakukannya." Benzi menoyor kepalanya sendiri, merutuki kebodohannya.
"Sayang tunggu, kamu mau kemana sih?" Benzi langsung bergegas mengejar istrinya yang sudah keluar dari kamar.
"Kemana sih dia? Cepat banget ngilangnya," tutur Benzi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Sky
yakin akan sanggup... hmmm
pasangan Nura n Benzi enak juga. bisa jadi hiburan karna Rian n Sheira lagi nyesek
2021-09-29
0
Hee
gimana kalau cinta itu Uda gada? bakal pergi kah?
2021-09-20
0
🅰️Ldℹ🏍🏍
hahaa kasian
2021-08-23
0