"Apa yang kau masak ini? Kenapa rasanya aneh? Kalau nggak bisa masak, nggak usah masak. Sok cari perhatian!" Rian menatap sinis Sheira yang menundukkan kepalanya.
"Itu mas, anu .... Itukan makanan kesukaan kamu, mas." Sheira menjawab pelan dengan masih tertunduk. Takut memandang wajah suaminya yang sudah menyala-nyala itu Tak ingin api kemarahan sang suami semakin membara.
"Aku nggak suka. Aku makan di kantor aja." Riansyah menghentakkan keras sendok yang dari tadi ia pegang ke dalam piring, hingga timbullah suara yang menggelegar, memekakkan telinga.
"Tapi, mas-"
Belum usai Sheira melanjutkan kalimatnya, Riansyah sudah meninggalkan dirinya yang menatap jengkel dan muak makanan yang tersisa banyak diatas meja. Bahkan sedikitpun tak berkurang.
"Mas," panggil Sheira pelan. Ia mempercepat langkahnya, agar sejajar dengan langkah suaminya yang hendak masuk ke dalam kamar.
Sedikitpun tak ada niat dari Riansyah, untuk merespon panggilan, Sheira istrinya itu. Mempercepat langkahnya, lalu meraih tas yang sudah ia sediakan sebelumnya.
"Nggak sarapan dulu, mas? Aku siapkan sarapan mu aja ya, mas. Nanti kan bisa sarapan di kantor." Masih saja Sheira berusaha memperhatikan suaminya itu, meskipun ia diabaikan.
Walau sedetikpun, Riansyah sama sekali tak melirik Sheira yang sudah berusaha memasukkan kotak makan itu ke dalam tasnya. Malah dengan kasar menolak.
"Hentikan sikap munafikmu itu! Aku nggak suka kepura-puraan," sergahnya.
"Nanti kamu kelaparan, mas," gumam Sheira, masih mencoba melukiskan senyumnya kepada suaminya itu. Bahkan tak acuh dengan sikap kasar suaminya itu. Masih saja berusaha memasukkan kotak itu ke dalam tas kerja Sheira, tapi sayang kotak itu tak berhasil masuk.
Terpelanting ke bawah, seluruh isi kotak makan itu berhamburan keluar, berserakan di lantai.
Sheira menatap makanan itu iba. Tak habis pikir ia dengan tingkah suaminya itu. Sesungguhnya air matanya sudah hendak menerobos dari tadi, tapi ia tetap tegar. Tak ingin Riansyah melihat air matanya tumpah.
Sementara Riansyah tak peduli. Ia berjalan segera, masuk ke dalam mobil, hingga mobilnya menghilang dari pandangan wanita itu.
Sheira membersihkan makanan yang berserakan itu dengan linangan air mata.
Sambil membersihkan makanan yang berserakan, Sheira menguatkan dirinya sendiri. "Mas, aku akan membuatmu kembali jatuh cinta padaku. Sekuat apapun kamu mengelak akan diriku, maka sekuat itu juga aku akan mendapatkan kembali cintamu."
"Aku akan mencari tau kenapa kamu bisa sampai setega ini padaku, mas. Tapi aku bisa melihat, kalau sebenarnya hatimu masih ada buatku. Kalau tidak, pasti kamu udah usir aku dari hidupmu."
"Senggaknya, itu adalah alasan aku bertahan. Tapi mas, ingatlah jika sampai waktunya tiba, namun kamu belum juga kembali padaku, maka disitu aku akan meninggalkan mu untuk selamanya."
Sementara di kediaman Bisma, ayah dari Sheira masih terjadi saja perdebatan lantaran sampai saat ini Bisma belum juga mencari ataupun mendapatkan pekerjaan. Hanya bersantai ria di rumah, tak sedikitpun ia berniat membantu istrinya di rumah makan.
"Mau kemana kamu?" ucapnya tiba-tiba membuat jantung Deandra berdegup kencang.
"Dean mau ke kampus, pa." Ia berjalan mendekat kepada sang papa. "Papa nggak ke rumah makan bantu mama? Kasian mama lho, pa."
"Nggak. Papa bosan disana. Mama kamu itu terlalu cerewet. Masih ada pekerjaan lain yang harus papa kerjakan. Dan ini akan mendatangkan duit yang banyak. Tak perlu aku lagi uang mama kamu itu."
"Pekerjaan apa, pa? Dean mau juga dong, siapa tau bisa bantu mama. Yah biar uang kuliah Dean, bisa kebayar. Kan lumayan, pa." Deandra tersenyum seraya duduk di samping papanya yang sedang menenggak kopi dalam gelasnya.
"Nggak usah. Kau kuliah yang benar aja. Selesaikan kuliahmu, baru kau kerja. Biarlah ini jadi urusan papa. Toh nanti jika berhasil, kau juga turut merasakannya."
"Papa pelit banget sih. Masa aku nggak boleh kerja. Itu papa gitu, kan kalau ikut papa lebih aman."
"Sudah sana! Katanya mau kuliah." Begitu Bisma mengakhiri obrolan dengan putrinya pagi ini.
"Ya udah, pa. Dean pergi dulu, ya." Ia menyalam tangan Bisma, lalu kaluar dari rumah itu.
Tak perlu menunggu lama, ojek online yang sudah dia order, sudah tiba di depan rumah mereka. Ia melambaikan tangannya ketika melihat Bisma, meliriknya sekilas seraya tersenyum tipis.
"Mbak, itu suami mbak ya?"
"Bukan, mas. Dia papa aku."
"Muda banget ya. Umur berapa itu papa kamu nikah?" Mas tukang ojol kepo banget.
"Bisa nggak tanya yang lain, mas. Privasi seseorang nggak perlu kan terlalu diungkit," sela Deandra ketus kepada mas Ojol.
"Ma-maaf, mbak. Sa-saya nggak nanya lagi deh."
Seketika hening. Hanya suara mesin motor yang terdengar, apalagi setelah mereka sampai di jalan raya, begitu banyak kendaraan yang lalu lalang menghiasi pagi itu.
"Mbaknya udah punya pacar?" tanya mas Ojol tiba-tiba yang tak nyaman dengan kebisuan itu. Karena tipenya adalah, tak bisa diam saja melihat cewek apalagi secantik Deandra
"Nih tukang ojol apa sih maksudnya? Dari tadi ngegas mulu deh," batin Deandra. "Lama-lama gue eneg. Mau muntah gue."
"Mas, saya turun disini aja kalau mas ngoceh terus. Bisa nggak sih nggak usah ngegas gitu pertanyaannya?"
"Ya maaf, mbak. Habis diam Mulu dari tadi. Saya nggak bisa, mbak. Mbak jangan turun disini, ya. Kan bukan ini alamat yang dituju." Mas Ojol berusaha membujuk Deandra. "Nanti saya kena suspen kalau mbak turun disini. Jangan ya, mbak. Please!"
"Maka dari itu diamlah. Jangan banyak tanya. Oke!" Deandra mulai tegas.
"Oke, mbak. Saya akan kunci mulut.
Di perusahaan Colombia Group.
"Saya bisa masuk, pak?"
"Silakan!"
"Ada keperluan apa? Baru saja kamu keluar dari ruangan saya, sekarang kamu sudah datang lagi. Belum cukup kamu mengganggu konsentrasi saya pagi ini?"
"Ma-maaf, pak. Sa-saya hanya ingin menyampaikan bahwa-" Saras menundukkan kepalanya, takut Riansyah akan memarahinya seperti sebelum-sebelumnya.
"Katakanlah!"
"Istri bapak ingin menemui bapak. Beliau sudah ada dibawah."
"Kamu boleh pergi!" ucap Riansyah tegas. Tak menyahut perkataan yang baru saja disampaikan sekretarisnya itu.
Saras mundur perlahan, lalu meninggalkan Riansyah yang masih menatap layar komputernya. Tak ada ekspresi apapun yang ia tunjukkan. Saras menutup pintu kembali setelah ia sampai di luar, mengelus dada karena bossnya tak memarahinya ataupun tak tersenyum padanya.
"Kean, ke ruangan saya sekarang!" perintah Riansyah lewat telepon pintarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Sky
kepo juga tuh si ojol. aku aja kepo seberapa muda sih papa Bisma itu. muda tapi anaknya udah dua. kan bikin penasaran
2021-09-29
0
Nilam Nuraeni
jejak
2021-08-22
0
Penikmat Sepi
🙈🙈🙈🙈🙈
2021-08-20
0