"Mas, kamu kemana aja? Kenapa nggak pulang semalaman? Kamu tidur dimana, mas?"
Lelaki itu tidak menjawab pertanyaan istrinya yang bertubi-tubi pagi ini. Sementara dirinya sedang sibuk menyiapkan berkas yang akan dia bawa ke kantor.
"Mas, apa sih salahku? Kenapa kamu diam begini?" Hampir hilang kesabaran Sheira, tapi ia masih menahan dirinya. Ia tak ingin mengawali pagi ini dengan pertengkaran.
Lelaki itu berjalan menuju lemari dan mengambil jas yang akan ia kenakan. Sedikitpun tak dihiraukannya wanita itu.
Dengan perasaan sedih, Sheira melangkah keluar dari kamar itu menuju dapur seperti biasa, menyiapkan segala sesuatu untuk mengisi perut yang minta diisi.
Sarapan pagi pun sudah tertata dengan rapi diatas meja besar itu. Dirinya menunggu sang suami untuk sarapan pagi, sambil mendudukkan diri diatas kursi.
Pagi-pagi sekali dia sudah bangun, membuatkan sarapan untuk Riansyah, meski sesungguhnya ia belum pernah memasak. Tapi senggaknya ia berusaha. Browsing di mbah google untuk mencari referensi menu yang menarik untuk mengawali pagi yang menyenangkan.
Bayangan Riansyah terlihat dari balik pintu hendak beranjak tetapi tidak melewati dapur. Ia berjalan lurus menuju pintu keluar rumah. Tentu saja Sheira mencegahnya.
"Mas, kamu nggak sarapan dulu? Aku udah masak untuk mu. Pagi-pagi harus diisi perut, biar kerjanya semangat dan konsentrasi," tutur Sheira panjang lebar.
Ia ingin memposisikan dirinya menjadi istri yang baik, istri yang bisa diandalkan, istri yang bisa menyenangkan hati suami lewat masakan yang dia persembahkan.
Kata orang, sebelum mendapatkan hatinya, alangkah lebih baik nyaman kan dulu perutnya. Mungkin itulah yang dilakukan Sheira sekarang. Meski sebenarnya mereka dulu saat pacaran sangat dekat. Seolah merekalah pasangan yang paling sempurna di dunia ini.
"Berhenti kau mengurus aku, wanita penipu! Aku nggak sudi makan makanan yang sudah kau masak! Kau yakin itu steril? Tidak, aku tak mau memakannya. Jangankan menyentuhnya, melihatnya saja aku jijik," hardik Riansyah.
Deg
Hati Sheira rasanya sangat terbakar. Begitu sadisnya penuturan Riansyah yang keluar dari mulutnya. Masa pacaran sangatlah indah, berbeda jauh saat mereka sudah dipersatukan dihadapan Allah maupun manusia sebagai saksi.
Asli, 180 derajat berubah. Entah kenapa bisa berubah, sungguh tak tau. Ia sudah berusaha menanyakan, tapi tak pernah dijawab oleh Riansyah Hanya umpatan dan tuduhan yang selalu ia lontarkan secara kasar padanya.
"Mas, bisakah bicara baik-baik denganku? Aku nggak akan tau aku salahnya dimana jika mas nggak ngomong. Aku capek didiami gini, mas. Kamu berubah, mas."
Riansyah menghentikan langkahnya ketika Sheira mengucapakan kalimat terakhirnya. Tadinya ia nyaris saja masuk ke dalam mobil, tapi ternyata ucapan terakhir Sheira mengusik pikirannya.
"Apa kau bilang? Berubah? Oh, sadarlah. Aku berubah semua karena kau."
Sheira bergeming di tempatnya berdiri. Menundukkan wajahnya melihat ke bawah. Menimbang-nimbang perkataan Riansyah yang sama sekali tak bisa ia pahami.
"Aku kenapa, mas?" ucapnya pelan. Takut-takut ia, Riansyah menaikkan nada suaranya. Bukan apa, malu sama tetangga. Pagi-pagi sudah ribut.
"Nggak usah pura-pura polos deh. Aku tau kau tau semuanya, tapi kau pura-pura nggak tau. Dasar wanita licik. Demi kebahagiaan mu sendiri, kau lakukan segala cara agar orang lain memilihmu. Dasar penipu!"
"Maksud mas apa sih? Penipu gimana? Apa yang aku tidak beritahu kepadamu, mas? Setahun kita berpacaran, semua tingkahku sudah mas tau. Lalu apa maksud mas dengan penipu?" Ia menekankan suaranya diujung kalimatnya.
"Berlagak polos padahal tidak. Dasar munafik! Cihhh." Riansyah membuang salivanya kasar.
Benteng kesabaran yang sudah dipupuk Sheira selama beberapa hari ini, runtuh sudah. Istri mana coba yang bisa terima begitu saja kala dimalam pertama suaminya meninggalkannya sendirian tanpa jejak?
Dan saat kembali mengatai dirinya penipu. Bukan kah seharusnya malam pertama itu adalah malam yang ditunggu-tunggu oleh kaum pengantin? Lalu bagaimana dengan Rian? Apa yang membuatnya menjadi seperti ini?
"Aku nggak munafik, mas. Aku nggak ngerti apa yang kau maksud. Kalau memang aku ada salah bilang mas. Jangan main teka-teki kayak gini? Aku manusia, mas. Punya hati, punya rasa. Jangan samakan aku seperti batu, yang rela dipukul, rela ditindas tanpa adanya perlawanan.
"Aku manusia yang punya batas kesabaran, mas. Katakan, apa salahku? Kenapa kau jadi dingin dan kasar gini padaku?"
"Kenapa kau bilang?" Riansyah menunjuk Bella dengan jari telunjuknya.
Mata mereka beradu, terbelalak seolah hendak keluar dari sarangnya. Bukan cinta lagi yang ada, tapi api kemarahan diantara keduanya. Tak peduli lagi Sheira dengan orang-orang yang lalu lalang dari depan apartemen itu.
"Kau dan mamamu sudah menipu aku. Kau bilang kau masih perawan, masih suci. Tapi nyatanya, kau lebih kotor dari seorang pelacur!"
Plak
Sebuah tamparan mendarat di wajah Riansyah, tentu saja reflek dari Sheira. Sungguh tega laki-laki yang berstatus sebagai suaminya itu mengatakan dirinya serendah itu.
Sejenak Sheira tersadar dengan apa yang baru saja ia lakukan. Akhirnya ia menundukkan kepalanya, merasa menyesal karena perbuatannya itu.
"Ternyata selain munafik, kau juga nggak lebih dari seorang wanita yang tidak tau diri. Harusnya kau pergi saja bersama mantan pacar kamu itu, ikut gila seperti dirinya. Sialnya aku, kenapa aku baru tau sekarang? Kenapa? Karena kalian semua sudah menipuku. Kau dan juga keluargamu! Dasar munafik!
Riansyah meninggalkan Sheira yang mematung, telapak tangannya rasanya panas akibat tamparan yang ia berikan kepada Riansyah barusan. Sungguh ia merasa menyesal. Gerakan reflek yang ia lakukan saat suaminya sendiri merendahkan dirinya. Membandingkannya dengan kupu-kupu malam.
Ia menangis, menutup mulutnya dengan telapak tangan seraya berjalan masuk ke dalam apartemen, lalu menutup pintu itu. Memuaskan dirinya menangis di dalam kamar.
Sementara Riansyah, dengan perasaan kacau balau menyetir menuju perusahaan. Tak menyangka Sheira akan berbuat seperti itu padanya. Sungguh ia sudah dilumuri amarah sekarang. Dalam waktu sekejap, cinta yang mereka bina selama ini sirna sudah.
Ia membanting setir seraya mengumpat, Sheira yang selama ini ia percaya ternyata sudah menipunya. Ia merasa dipermainkan dengan pernikahan ini. Seandainya dari awal ia tau keadaannya seperti ini, ia nggak akan semarah ini.
Hal yang paling dia benci adalah kebohongan. Apalagi jika orang yang berbohong itu adalah seseorang yang telah dia pilih untuk menemani hidupnya sampai rambutnya memutih.
"Kenapa, Sheira? Kenapa kau nggak jujur dari awal? Kenapa harus menyimpan semuanya. Dan apa? Kau sudah dirusak oleh lelaki brengsek itu? Tidak, ini tidak mungkin. Kenapa dia selalu mencari masalah denganku?"
"Segampang itu kau menyerahkan tubuhmu kepadanya? Sial!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Sky
nah. bener kan. diawal aja udah nyesek. semakin kesini hatiku sakit😭😭
2021-09-29
0
Hee
nah kan. sakit hatiku. oh God kayak ditusuk sembilu. 😭😭
2021-09-20
0
Nilam Nuraeni
sad
2021-08-22
0