# Bab sebelumnya
Setelah Afnan tidak terlihat lagi oleh mereka berdua. Ayah melanjutkan tugas harian nya.
"Nak Afnan sekilas kok mirip ya sama Arlan", gumam Ayah Arifin yang masih terdengar oleh Zaya.
"mirip? Apakah? tidak mungkin", pikir Zaya dan menggelengkan kepalanya, dia berharap dugaannya salah. Dia ingat dengan wangi parfum tadi di jalan, wangi itu masih ada sekarang. Parfum milik Afnan.
"Ayah, Zaya masuk dulu ya", pamit Zaya.
"Iya, Sayang"
###
Satu minggu telah berlalu sejak pertemuan Zaya, Arlan dan ... Afnan. Mereka tidak bertemu lagi, sepertinya Afnan sudah kembali ke kota. Kehidupan Keluarga Zaya selalu bahagia dan tawa Arlan sebagai bumbu pelengkap layaknya kerupuk untuk makanan andalan yg murah meriah.
"Bunda?", Arlan memanggil Bundanya yang sedang berada di kebun belakang. Oh ya, Zaya bekerja sebagai guru di sekolah dasar kurang lebih hampir 3 tahun, dia berbagi ilmu nya selama perkuliahan nya dulu.
"Iya, Sayang?", jawab Zaya selagi mencabut rumput liar disekitar tanaman obat-obatan yang dia tanam sendiri.
"Arlan izin main di lapangan sebelah ya, Bunda?"
"Main sama siapa?"
"Sama Azka dan temen-temen, Bunda"
"Boleh, sebelum dhuhur harus sudah di rumah ya"
"Siap, Bunda", Arlan mencium punggung tangan Bundanya.
"Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam"
## Lapangan
Arlan dan teman-temannya istirahat sebentar di bawah pohon yang tumbuh rindang di lapangan itu. Mereka kelelahan setelah bermain sepak bola. Arlan sangat bahagia, dia memiliki teman-teman. Dia pikir, dia akan sendirian.
"Tamu tirim urat lagi?", tanya Azka, teman dekat Arlan. Bocah itu masih sedikit cadel dibandingkan Arlan yang sudah lancar berbicara. Azka memiliki rambut yang hitam dan kulit sawo matang.
"Iya, surat minggu lalu yang aku taruh di batu itu hilang semua. Padahal sebelumnya, surat-surat itu masih ada", jawab Arlan, sambil membaca ulang suratnya, setelah dia lipat menjadi lipatan kecil dan menaruhnya di bawah batu berukuran sedang.
"wahhh, urat mu ada yang baca, Arlan. Iapa tau, nanti di bala ama oyang itu", Arlan sudah biasa mengobrol dengan temannya yang satu ini. Jadi, dia sudah memahami semua perkataannya yang sedikit sulit dimengerti bagi teman-teman yang lain.
Arlan diam. Dia bingung, kenapa surat-surat nya tidak ada. Apakah diambil sama orang lain? tetapi sebelumnya tidak ada yang peduli dengan batu itu. Yahhh, batu itu sedikit tersembunyi dibalik semak-semak. Dan sulit diketahui orang lain.
"Dah angan di pikil, Alan beldoa aja, moga uratmu di bala"
"yuk, ain agi. Eman-eman au ain empal oin, tuh", Azka berdiri dan menunjuk ke arah teman yang lain.
"Yuk", Arlan berdiri dan berjalan ke sisi lapangan lainnya, dia melihat sebentar ke arah semak-semak itu.
## Rumah Arlan
"Assalamualaikum", ucap salam dari seseorang di depan pintu rumah itu.
"Waalaikumsalam", suara ini bukan berasal dari dalam rumah. Orang itu membalikkan badannya, dan bertemu dengan Arlan yang baru saja pulang dari bermain di lapangan.
"eh, Om Afnan, ya?", Arlan mencoba mengingat orang didepannya sekarang.
"hai, Arlan"
"masing ingat ya sama om", yap, orang itu, Afnan. Dia tersenyum manis untuk kesekian kalinya setiap pergi ke desa. Hahaha, kalian tidak tahu saja, bagaimana Afnan di kota :).
"pasti Om. Hmmm, mau beli pulsa ya, Om?", tanya Arlan sambil membuka pintu rumah nya. Dia mengucapkan salam, namun tidak ada yang menjawab. Sepertinya, penghuni rumah sedang pergi semua.
Arlan menemukan secarik kertas di dekat tv.
**
Arlan, Bunda ke rumah Bu Tutik ya. Kalau, Arlan laper, Bunda udah masak, sebelum makan, Arlan mandi dulu ya. Sayang, Bunda Arlan
**
"kok sepi?", tanya Afnan setelah dia duduk di kursi kayu dengan ukiran cantik di depan tv.
"Iya, Om. Kakek, Nenek dan Bunda ada keperluan di luar, Om. Hmmm, kata Bunda cuma keluar sebentar. Om, mau tetap beli pulsa ke Bunda atau, beli ke orang lain?", Arlan duduk di dekat Afnan, sambil minum air putih yang baru saja dia ambil di dapur.
"Om beli di Bunda saja, gapapa Om tunggu Bundamu saja"
"oh ya, Om punya hadiah buat Arlan", Afnan memberikan sebuah paper bag yang dia sembunyikan dibalik punggungnya.
"Hadiah? buat Arlan? kenapa Om?", Arlan bingung.
"Hemmmm, gapapa. Om mau kasih aja. Diterima ya", Afnan bingung juga ternyata. Dia menarik pelan tangan Arlan, dan meletakkan paper bag itu di genggaman Arlan.
"Eh, wah, makasih banyak Om"
"wahhh, warnanya banyak sekali"
"kok om tau, kalau Arlan suka gambar", Arlan mengambil krayon dengan jumlah warna sekitar 50 lebih di dalamnya. Dia sangat senang. Keinginannya terkabulkan. Tunggu ...
"Kemarin Arlan tulis surat buat ayah, kalau Arlan mau punya alat warna yang banyak warna-warna nya, dan Arlan di kasih krayon ini. Apa jangan-jangan ...", batin Arlan sambil melirik sedikit Om Afnan yang tersenyum lembut kepadanya.
"Mmmmm, wah keb ... kebetulan ya", Afnan gugup. Sepertinya, dia ada rahasia kecil dengan bocah tampan itu.
"Terimakasih Om Afnan", Arlan memeluk erat Afnan.
Afnan kaget. Dia merasakan kehangatan karena pelukan bocah yang baru dia kenal seminggu lalu.
"detak jantungku kok cepet banget sih ... seperti nya aku harus mulai kontrol kesehatan lagi deh. Tetapi, perasaan ini. Aku bahagia. Tetapi kenapa? perasaan ini berbeda", Arlan membalas pelukan Arlan, dan memejamkan matanya.
Mereka berpelukan, hingga Zaya kembali ke rumah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
langit sore
afnan dikota mangnya gimana thor? pelit senyuman?
2022-01-16
0
mom emir
lanjuuut
2022-01-14
0