Sekembalinya dari makan siang Prapta dan Safana memisahkan diri, Prapta ke ruang kerjanya memeriksa laporan penjualan yang diserahkan manager pemasaran sedang Safana ke ruang kerja Heidy.
“Makan siang dimana ?” Heidy yang tengah membuat sketsa batik di meja kerjanya menyambut dengan pertanyaan yang seakan menginterogasi.
“The Duck King“ sembari berjalan menghampiri Safana menjawab.
“Oh itu langganan Kami berdua. Jarang\-jarang orang lain diajak kesana.“
Safana diam tak berkomentar, Ia sibuk menafsirkan maksud perkataan Heidy.
“Apa Dia mau bilang mas Prapta itu kekasihnya ?” Safana membatin, namun tak ingin memikirkannnya lebih lanjut. Ia hanya ingin belajar dikantor lalu pulang ke rumah Pak Awi dan kembali ke dapur.
Sesuai janjinya, sore sepulang jam kerja Prapta mengantarkan Safana ke supermarket. Tak seperti dugaan Prapta yang mengira gadis itu ingin membeli barang\-barang kebutuhan perempuan. Di supermarket Safana malah menyisir rak bahan\-bahan kebutuhan harian.
Safana membeli ayam mentah, kepiting serta udang. Lalu menyisir rak sayur mayur dan bumbu. Membeli wortel, kulit pangsit, berbagai jenis tepung dan bumbu dapur.
“Untuk apa membeli bahan makanan ?” saat berada diantrian kasir Prapta bertanya heran.
“Ya untuk dimasak,“ sambil meletakkan belanjaannya ke meja kasir Safana menjawab
.
Mereka lalu menunggu kasir selesai menghitung dan memasukkan belanjaan ke kantong plastic.
“Mau masak apa ?” Prapta mengeluarkan kartu debitnya hendak membayar.
“Ada deh“ Safana menurunkan tangan Prapta dan mengeluarkan uang yang ada di dompetnya.
Setelah Safana membayar Prapta membawakan kantong belanjaannya dan Mereka berdua berlalu
“Bukannya wanita senang dibayari pria ?“ Prapta dibuat terheran\-heran oleh sikap Safana yang menolak kartu debitnya. Padahal Heidy, bawahannya dikantor paling senang kalau Ia ajak berdiskusi dimall lalu pulangnya Ia traktir baju, sepatu atau tas bermerk.
“Beberapa mungkin, tapi Saya mohon dikecualikan. Saya nggak mau ketergantungan financial pada orang lain selain orang tua saya.“
Prapta terkesan dengan jawabannya, ia tak mengira gadis muda seperti Safana bisa berpikir jernih sebelum menerima tawaran orang lain. Padahal Heidy atau model\-model batiknya tak pernah sekalipun menolak kemewahan yang ia sodorkan. Mereka menerimanya dengan tangan terbuka hingga Prapta tak yakin untuk menjalin hubungan serius dengan mereka.
Setelah makan malam tadi, Prapta langsung masuk ke kamarnya. ia kembali berkutat dengan kontrak\-kontrak kerjasama yang belum selesai dipelajarinya saat berada di kantor. Konsentrasinya terpecah ketika terdengar bunyi ketukan di pintu kamarnya.
“Siapa ?” tanpa mengalihkan pandangan dari berkas yang tengah dibacanya Prapta bertanya.
“Saya Safana.“
Prapta mentautkan alis, bertanya\-tanya dalam hati apa yang mau dilakukan gadis itu malam\-malam ke kamarnya. Jangan\-jangan Ia bukan gadis baik\-baik seperti perempuan\-perempuan yang dikenalnya.
Prapta yang ingin memastikan meletakkan berkas ditangannya dan beranjak dari kursi kerjanya, berjalan ke pintu dan melongok keluar.
“Ini“ begitu pintu dibuka Prapta dibuat terkejut oleh kotak penganan yang disodorkan Safana.
“Apa ini ?” Prapta menerimanya.
“Buka saja. Itu tanda terima kasih Saya untuk Mas karena telah memberi Saya kesempatan belajar dikantor. Selamat malam“ selesai bicara Safana berlalu ke kamarnya sendiri.
Prapta membawa masuk kotak penganan dan menutup pintu kamarnya kembali dari dalam. Bertanya\-tanya apa isi kotak makanan yang terasa hangat tersebut. Ia yang penasaran membawanya ke meja kerja dan membukanya, selusin dimsum dengan bentuk dan aroma berbeda\-beda ; ayam, kepiting dan udang.
Prapta mencomot satu untuk di cicipi, rasanya terasa lezat. Lebih lezat dari yang biasa Ia beli dari restaurant oriental.
“Jadi untuk membuat ini Ia belanja tadi sore“ Prapta menarik kesimpulan.
Ia yang memang tengah ingin mengudap penganan segera menghabiskan dimsum yang dibuatkan Safana.
Prapta sudah selesai merapikan diri, Ia pergi ke ruang makan. Sudah ada orang tuanya dan Safana yang lebih dulu duduk di meja makan.
Prapta menarik kursi kosong disebelah Safana dan melihat hidangan dimeja. Senyumnya mengembang begitu melihat menu sarapan pagi itu.
“Safana masak ayam Hainan untuk sarapan pagi Kita“ Ayah Prapta yang duluan menyantap berujar.
“Kau harus cicipi, ayam Hainan buatannya sungguh enak. Rasanya beda dengan yang direstaurant. Kau beri bumbu apa Safana ?” Ibu Prapta yang ikutan menyantap bertanya.
“Hanya minyak wijen dan kecap ikan tanpa vetsin. Itu saja Tante.“
Prapta duduk di sebelahnya, menarik kepala Safana dan mengusapnya pelan.
“Kau sungguh gadis yang pintar. Trims untuk dimsumnya semalam dan sarapan pagi ini. Perutku benar\-benar dimanjakan sejak Kau disini Safana,“
Ayah dan Ibu Prapta memperhatikan sikap putranya, Mereka saling pandang sekilas dan tersenyum penuh arti.
Safana sendiri hanya bisa menyeringai lebar, tak tahu harus bersikap apa. Ia sendiri tak menyangka Prapta akan memperlakukannya seperti anak kucing. Dalam pikirannya mungkin Prapta merindukan seorang adik yang tak pernah Ia miliki.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments