Pulang menjemput Ayu, Safana pergi mengambil beberapa kain di galeri Kenes. Abdul langsung mengendong Ayu setibanya mereka di gerai.
"Ayo melu Pakde ndelo wong nyanting" Abdul mengajak Ayu melihat pekerja membatik di workshop belakang galery.
***ayo ikut pakde lihat pekerja mencanting
Abdul dan Kenes yang sudah menikah belasan tahun dan belum dikaruniai anak tersebut memang menyayangi Ayu dan sudah menganggap Ayu anak sendiri.
"Mbak Kenes, Aku nyilih Mas Abdul yo sesok."
**aku minjem mas abdul besok
"Nggo opo tho dek ?"
**buat apa
"Sesok nde sekolah Ayu hari Ayah. Aku pinjem mas abdul kanggo nemeni ayu ya. Oleh mbakyu ?"
**besok disekokal ayu hari ayah. aku pinjem mas abduk untuk nemeni ayu ya. boleh mbak ?
"Yo oleh lah. Masmu pasti seneng" Kenes yang sudah menganggap Safana seperti adiknya mengangguk setuju.
**iya boleh
“Alhamdulillah, ayu iso teko karo pakde’ne” safana bersyukur selama tinggal di pekalongan ia menemukan orang –orang baik yang sudah seperti keluarga baru baginya. Entah jika ia masih di Jakarta, mungkin ia akan memilih bunuh diri daripada harus menanggung luka hati.
**alhamdulillah, ayu bisa dateng sama pakdenya
Hari sabtu itu tiba, ayu pergi dengan abdul. Safana yang menunggu dirumah tak sabar mendengar ceritanya. Ia sedikit gelisah, khawatir wali kelas ayu bertanya kenapa putrinya datang bersama orang lain.
Menit, jam, waktu berlalu. Deru mobil terdengar berhenti depan rumah.
Safana yang mendengar segera keluar dan menyambut putrinya yang baru turun dari mobil.
“Terima kasih Mas” Safana berucap pada Abdul dari jendela kaca mobil yang terbuka.
“Sama-sama. Senang bisa menemani Ayu hari ini. Jadi terhibur “ Abdul membalas.
“Mas permisi dulu ya Saf.”
“Iya Mas. Sampaikan sama Mba Kenes terima kasih dariku.“
Abdul mengangguk sebelum mengemudikan mobilnya pergi.
Safana mengandeng tangan Ayu masuk ke dalam rumah.
“Bagaimana hari Ayah tadi ?” safana tak sabar mendengar cerita putrinya.
“Senang. Ayu dan Pakde menang lomba makan krupuk sama balap karung. Ini medali kemenangannya” Ayu memamerkan medali yang dikalungkannya.
“Wah sayang Ibu tadi tidak datang. Kalau tidak, pasti Ibu bisa foto-foto Ayu tadi” safana lega, yang dikhawatirkannya tak terjadi
“Nggak pa pa kok Bu. Pakde tadi sudah bawa kamera, Bu guru yang fotoin. Pakde bilang kalau fotonya sudah dicetak akan diberikan pada Ayu” Ayu tersenyum lebar. Ia tampak bahagia hari itu, membuat Safana jadi merasa haru. Walaupun tanpa suami yang menemani, ternyata Ia mampu membesarkan putri mereka dengan baik.
ia jadi terpikir untuk membuatkan penganan untuk kenes dan abdul yang sudah membantunya. Jadi siang tadi ketika ayu tidur, ia putuskan untuk membuat pindang tetel yang akan diantar ke mereka.
sore ketika ia datang abdul tengah menerima telphone, sementara kenes sedang melayani pembeli.
“Hallo, Wira batik disini” Abdul menyapa penelphone
“Iya Saya sendiri” abdul menjelaskan. sepertinya si penelphone menanyakannya.
“ Bisa, bisa” abdul menjawab cepat
ayu menghampiri dan memperhatikan abdul yang menjawab telphone
“Dimana alamatnya, biar Saya catat” Abdul memberi isyarat pada ayu untuk mengambilkan pena dan kertas.
Ayu mengambilkan dan memberikan pada abdul
“saya akan datang besok. Terima kasih sudah menghubungi saya. selamat sore” abdul meletakkan kembali gagang telphone ke meja.
“pakde fotonya udah dicetak ?” begitu abdul selesai menelphone ayu bertanya
“belum. Nanti ya pakde cetakin pas pulang dari jakarta”
Kenes telah selesai melayani pembeli dan melihat rantang yang diletakkan safan ke meja
“opo tho iku saf ?” kenes menghampiri safana
**apa itu saf
“pindang kikil. Nggo mangan malem”
**buat makan malam
“walah repot-repot”
“nggak repot. Sekalian masak nggo di omah”
**sekalian masak buat dirumah
“suwun ya”
**terima kasih ya
“aku yang suwun dipinjemin mas abdul”
**aku yang terima kasih
“bude, ibu. pakde mau ke jakarta “ ayu menyampaikan pada mereka
“ayu arep melu ?” kenes menggoda
**ayu mau ikut ?
Safana memaksa tersenyum. Senyum yang sebenarnya untuk menutupi getir mengingat kehidupannya di jakarta enama tahun lalu.
“ndak. Ayu maunya oleh-oleh”
**tidak
“nanti pakde bawain. Yang penting ayu sekolah yang pinter”
“nggih pakde”
**iya pakde
Safana dan kenes tersenyum mendengar jawaban ayu yang patuh.
Ayu memang gadis kecilnya yang baik hati. Ia cerdas dan penurut. Tak banyak menuntut pada ibunya. Sejak kecil ia seperti bisa memahami bagaimana kondisi ibunya. Orang tua tunggal yang harus pintar membagi waktu antara mengurus anak dan mencari nafkah.
Ayu hanya akan bertanya jika ada yang tengah dirindukannya. Seperti pakde abdulnya yang sudah dua hari ini tak dijumpainya.
“ibu, pakde sudah pulang belum ya ?” pulang sekolah ayu langsung menanyakan pada ibunya
“ibu ngga tau. Ibu kan belum ambil-ambil kain lagi” safana memakaikan helm putrinya
“ibu mau kesana hari ini ?”
“kebetulan ada kain yang mau ibu ambil”
“ayo bu kita kesana” ayu bersemangat
“pegangan ya. Jangan tidur dijalan” safana mengaitkan tangan ayu ke pinggangnya
“iya bu. Tapi ibu ngebut ya”
“nggak mau. Nanti ibu ditangkep polisi”
Ayu tertawa mendengar jawaban ibunya. Ia menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya ketika safana mulai mengemudikan sepeda motornya.
Tiba di gallery wira batik suasana sepi, belum ada pembeli. Hanya ada kenes yang tengah menata kain.
“bude, pakde mana ?” begitu masuk ayu langsung menghambur tanya
“di bengkel. Sana kebelakang nyusul” kenes memberitahu.
Gallery mereka memang tersambung langsung dengan bengkel workshop tempat produksi batik.
“mba, njalo kain”
**minta kain
“motif sing ?”
***motif apa
“jambi karo kawung, 5 lembar 5 lembar” safana menyebutkan motif kain yang dibutuhkannya
Kenes berjalan ke arah rak kain yang diminta
“Mas abdul wes balik ?” safana mengikuti kenes
**sudah balik ?
“ndeingi tibo, saiki jek nemeni tamune seng teko Jakarta” kenes mengambilkan helai kain jambi dan menyerahkannya pada safana
**kemarin tiba, sekarang masih nemenin tamu dari jakarta
“oh” safana menggumam dan memperhatikan kenes yang kini menarik lembar kawung dan kembali menyodorkan padanya
"Saf, kainnya wes pas kan ?"
**kainnya sudah pas kan ?
Safana menghitung sebentar
"Sudah Mba. Nanti ta transfer ya uangnya" Safana memasukkan kainnya ke kantong plastik. Keduanya tak menyadari kehadiran Abdul dan tamunya di galery.
**saya transfer
Tamunya seorang pria. Pria yang sepertinya mengenal safana. Ia memperhatikan punggung safana dan menunggunya berbalik.
"Nes, tamunya sudah mau pulang nih" Abdul memberitahu istrinya.
"Kok buru-buru ?. Nggak makan siang dulu disini ?" sambil membalikkan badan Kenes berujar.
Safana yang sudah selesai berbelanja kain ikut membalikkan badan. Ia terpaku saat menyadari siapa yang berdiri disamping Abdul.
Itu pria yang dulu pernah menorehkan luka dihatinya. Pria itu tak tampak lebih baik dari yang dulu. Diusianya yang sudah hampir kepala empat, Ia tak lagi terlihat gagah. Wajahnya terlihat lebih tirus dan tak terawat. Matanya memancarkan keletihan yang dalam. Rambutnya sedikit berantakan dan pakaiannya sekedarnya. Jauh dari gayanya yang metroseksual. Apa yang terjadi dengannya ?, bukankah sepeninggal dirinya mestinya pria ini bahagia bersama heidy ?.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Fitria Berkisah
lah Kono wong Endi tho mba. lah kok iso boso...
2020-10-06
1
setan cilik alsib&kak upe😏
kayak pernah mbaca apa ini novel di ganti judul kah atau memang pernah diperbaiki
2020-09-18
1
Mestin Lestari Harefa
kurang ngerti bahasanya thor...
2020-07-14
1