Menginap

"Ris..."

"Andre..?" Aku terkejut mendapati Andre ada dihadapanku.

"Sedang apa disini? Ayo ku antar pulang!" Ucapnya lembut seraya menyodorkan payung itu lagi kepadaku. Aku terpana dan rasanya sulit untuk bergerak.

"Eemm.. A-aku sedang menunggu taxi." Ucapku pelan dan tak kunjung beranjak dari posisiku. Andre berjalan semakin mendekat ke tempatku.

"Lebih baik ku antar saja, ini sudah gelap dan hujan! Apa kamu nggak kasihan liat anakmu?" Ucapnya seraya melihat Ola yang meringkuk dalam pelukanku.

Aku terdiam sejenak, menimbang-nimbang perkataannya yang ada benarnya. "Baiklah." Aku berdiri seraya menggendong Ola dan Andre pun terlihat semringah. Dia membuka payung yang sedari tadi dia pegang dan mulai memayungi aku yang berdiri di depannya.

"Langsung ke mobil aja, Ris!" Ucapnya seraya berjalan mengiringiku dan Ola. Aku benar-benar merasa tak enak hati atas bantuannya tapi aku juga tak bisa menolak, entah kenapa.

Aku menaiki mobil Andre, duduk dikursi samping pengemudi dengan masih dalam posisi memeluk Ola, anakku. Kemudian setelah memastikan aku dan Ola duduk dengan nyaman Andre memutari mobilnya menuju kursi pengemudi, menutup payung lalu meletakkannya di kursi belakang. Andre menyalakan mesin mobil, dia menatapku sekilas kemudian perlahan-lahan mobil mulai berjalan dengan kecepatan sedang menembus jalanan yang mulai gelap disertai hujan yang belum kunjung reda.

"Kamu mau kemana, Ris?" Tanyanya memecah keheningan yang tercipta diantara kami. Sesekali matanya melirik ke arahku. Aku meremass kedua jemari yang tertaut untuk memikirkan jawaban yang pas, yang bisa ku berikan pada Andre.

"Ris.." Andre memanggilku lagi seolah mendesakku untuk menjawab.

"E-eh ya, kenapa Ndre?"

"Kamu mau kemana?"

"Eng-- Aku, aku..."

Andre tersenyum lembut melihatku yang gugup karena tak tahu arah. Sepertinya dia membaca gelagatku. Yah dia cukup mengenaliku kan?

"Kamu gak tau mau kemana kan?" Tebaknya.

Aku membuang pandanganku ke luar jendela mobil. "Ya, aku bingung." Jawabku sekenanya. Sejujurnya aku tidak bisa menatap wajah Andre yang tersenyum seperti itu. Aku takut benteng pertahananku selama ini akan runtuh.

"Suamimu mana Ris?" Tanyanya lagi sambil tetap mengemudikan mobil.

"Emm, dia keluar kota." jawabku jujur. Setidaknya itulah yang aku tahu. Yuda memang pamit ke luar kota kan sebelum pertengkaran kami tadi.

"Oh.." Andre ber-oh ria sambil fokus menatap kedepan.

Hening..

Hening..

Hening..

"Ris.."

"Yah?"

"Kamu mau ku antarkan kemana? Kalau kamu gak punya tujuan bagaimana kalau malam ini kamu menginap di Apartment-ku saja!" Tawar Andre. Ia menatapku yang juga tengah menatapnya, tanpa ku sadari pandangan mata kami saling terkunci satu sama lain untuk beberapa saat. Kemudian aku tersadar dan membuang pandangan ke sembarang arah.

"Gimana, Ris? Kamu mau?"

"Aku takut merepotkan." Ujarku gugup. Aku dalam kondisi tidak bisa berfikir sekarang, pertengkaran dengan Yuda tadi benar-benar membuatku kehilangan semangat dan separuh konsentrasiku.

Andre hanya tersenyum kecil sebagai jawaban untukku. Kemudian dia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi seolah sudah tahu tujuannya selanjutnya. Aku tidak tahu lagi apa yang kini ku rasakan, tanganku hanya mengelus pelan kepala Ola yang bersandar di dadaku.

...🌸🌸🌸🌸🌸🌸...

Mobil Andre terparkir di sebuah pekarangan rumah. Rumah yang tidak asing untukku. Ini adalah rumah keluarga Andre. Rumah orangtuanya yang dulu pernah ku kunjungi kurang lebih dua kali ketika kami masih berpacaran di masa SMA. Aku menatap bingung ke arah Andre. Untuk apa dia membawaku kesini terutama disaat seperti ini.

"Turunlah, aku rasa lebih baik disini ketimbang di Apartment. kamu bisa menginap disini sementara. Mama dan Papa sedang di Penang, kebetulan Papa lagi kontrol kesehatan disana. Yang lainnya juga sedang diluar kota." Jelas Andre seraya membuka seatbelt pada dirinya sendiri.

"Andre, aku tidak enak. Apa tidak lebih baik kamu biarkan aku mencari penginapan saja!" Ujarku sungkan.

"Ah Ris, Kita sudah sampai disini. Kenapa gak bilang dari awal kalau mau menginap di hotel?" Andre tertawa kecil diujung kalimatnya.

"Sudahlah, lagi pula ini hujan deras. Kasian anakmu jika harus kemana-mana lagi." Andre turun dari mobil dan tak lama ia sudah membukakan pintu mobil agar aku dan Ola keluar.

Aku hendak beranjak tapi sulit karena posisi Ola yang tertidur sambil memeluk tubuhku yang terduduk.

"Sini, biar aku gendong anak kamu!" Dia meminta seraya mengambil Ola dari pangkuanku. Ia menggendong Ola di dadanya kemudian menungguku keluar dari mobil. Aku keluar dan melihatnya sejenak yang tengah menggendong balita dua tahun itu. Entah kenapa pemandangan itu membuat mataku memanas.

"Sini biar Ola aku gendong lagi!" Pintaku seraya mengulurkan kedua tanganku.

"Gak usah Ris, biar aku aja. Kamu mending buka pintu rumah aja." Andre mengambil kunci dari saku celananya dengan susah payah karena posisinya sedang menggendong Ola. Tak lama kunci itu sudah berada ditanganku dan akupun menurut untuk membuka pintu rumah itu.

Kami bertiga masuk dan lagi-lagi aku merasa sungkan berada didalam rumah ini. Terasa asing karena aku tidak pernah kesini untuk menginap sebelumnya. Aku juga tidak begitu akrab dengan keluarga Andre pada masa lalu.

"Masuklah. Kalian bisa tidur di kamar ini." Kata Andre, lagi-lagi dengan semringah ia membuka pintu kamarnya.

"Ini kamar siapa?" Tanyaku, mataku menelisik kedalam ruangan yang di dominasi dengan warna biru dan abu-abu. Aroma maskulin tercium di indera penciumanku. Entah kenapa aku menebak ini adalah kamar Andre karena aroma ini masih sama seperti dulu. Hangat dan sangat familiar.

"Kamarku." Jawabnya singkat. Seperti dugaanku, ini adalah kamarnya. Sedetik kemudian, dia masuk untuk membaringkan Ola diatas ranjang kamar yang ada dibalik ruangan itu. Aku terperangah melihatnya, haruskah aku dan anakku menginap dirumah dan dikamar Andre? Aku tidak bisa mengutarakan apa yang ku rasakan saat ini.

"Maaf ya, Kamar tamu lagi di renovasi. Kamar yang lain juga ditempati kakak dan abangku kalau berkunjung kesini. Intinya semua kamar ada pemiliknya." Andre menatapku dengan sungkan.

"Kamu jangan merasa gak enak. Anggap aja kamar sendiri. Aku udah lama gak nginap disini. Biasanya aku di apartment." Jelasnya pelan.

Akupun mengangguk seperti terhipnotis. Entahlah, yang kurasakan saat ini aku hanya seperti orang bingung yang tak tau arah. Aku bahkan baru ditalak beberapa jam lalu oleh Yuda dengan gampangnya.

"Ya udah, kalian istirahat aja ya. Aku keluar dulu." Ucapnya seraya ingin melangkah keluar.

"Ndre..."

"Ya?" Dia menatapku. Entah kenapa aku menangkap raut bahagia dan puas di wajahnya.

"Kamu tidur dimana?"

"Aku bisa dimana aja, Ris. Diruang TV atau di sofa ruang tamu." Ucapnya sambil terkekeh. Aku pun mengangguk mengerti.

"Oke. Selamat istirahat, kalau perlu apa-apa panggil aku aja." Ucapnya lagi.

"Ndre..?"

"Hum?" Andre menoleh, tangannya terhenti untuk memutar handle pintu.

"Terima kasih." Ucapku. Andre mengangguk seraya tersenyum. Senyumnya yang tak luntur sedari tadi. Kemudian ia keluar kamar dan hilang dibalik pintu.

Aku menatap Ola yang masih terlelap nyenyak diatas ranjang milik Andre. Kemudian mataku menangkap ruangan disudut yang ku yakini adalah kamar mandi. Akupun memutuskan melangkah ke ruangan itu untuk membersihkan diri sebelum memutuskan untuk ikut berbaring disamping Ola.

Setelah selesai membersihkan diri, aku mulai memikirkan nasibku yang kini sudah 'jungkir-balik' akibat pengakuan Yuda. Ah, rasanya sulit untuk bersikap baik-baik saja setelah semua yang terjadi. Aku mengambil ponsel dari dalam travel bag yang ku bawa dari rumah. Kemudian aku melihat-lihat status di aplikasi hijau. Tanpa terasa airmataku mengalir deras melihat Yuda yang sudah terang-terangan memposting foto berdua dengan wanita bernama Salma itu. Hatiku rasanya ingin menjerit namun tanganku dengan otomatis membungkam mulutku sendiri.

____

Waktu terus berjalan, tanpa terasa airmataku yang sedari tadi terus mengalir mendadak terhenti, mungkin sudah kering atau aku memang sudah lelah menangisi nasib pernikahanku dengan Yuda. Aku melirik jam diatas dinding. Pukul 23:15 malam. Sudah cukup larut-pikirku. Aku menarik selimut dan memutuskan untuk tidur. Tapi aku merasa tenggorokanku kering dan aku butuh minum.

Aku bangkit dari posisiku dengan perlahan agar tak membangunkan Ola. Berjalan pelan menuju pintu dan..

"Ya Tuhan.." Aku sedikit memekik ketika membuka pintu karena mendapati Andre berdiri dihadapanku. Ia tampak terkejut juga melihatku yang tiba-tiba membuka pintu kamar.

"Maaf tadi aku mau ambil charger di laci nakas tapi takut membangunkan--" Suara Andre tercekat saat melihatku dengan seksama.

"Ris, kamu kenapa?" Tanyanya. Mungkin ia melihat mataku yang berair atau mungkin juga sudah bengkak.

"A-aku mau ambil minum, Ndre.. Dapurnya dimana?" Tanyaku berusaha mengalihkan pertanyaan Andre.

Andre tetap diam, ia memperhatikan wajahku dengan teliti. Sejurus kemudian ia memegang kedua pundakku. Aku membeku atas perlakuannya. Ditelingaku hanya menangkap suara hujan yang kembali mengguyur bumi malam ini, sayup-sayup aku juga mendengar suara televisi yang masih menyala. Ku pikir, Andre sedang menonton siaran pertandingan sepak bola karena suara komentator yang juga terasa jelas ditelinga.

"Ris.." Panggilnya untuk menyadarkan aku yang membeku, tangannya masih berada dipundakku dan aku ingin menyingkirkan itu jika bisa, sayangnya aku sendiri terpaku atas perbuatan Andre.

"Hmm?" Aku hanya bisa bergumam untuk menjawabnya karena mendadak jantungku berdebar sangat kencang ketika jarak diantara kami hanya sebatas jengkal. Aku mencoba mengalihkan pandanganku ke sembarang arah karena tak kuasa melawan cengkraman tatapan Andre yang menghunus tepat ke jantungku.

Cup!

Mataku terbelalak sanking terkejutnya, karena tiba-tiba Andre mengecupp tepat di bibirku. Hanya kecupan singkat kemudian ia melepasnya, Aku membuka mulut untuk protes tapi tiba-tiba ia mendaratkan ciuman lagi ke mulutku yang terbuka. Ia menggigit bibir bawahku dan aku yang lagi-lagi terkejut akan aksinya sedikit mendorong paksa dadanya agar menjauhkan posisi kami, berharap itu bisa membuatnya melepas paguttan yang sempat terjadi.

"Ris..." Ucapnya pelan. Sementara aku tak kuasa menetralkan perasaan jantungku yang mendadak terasa memompa darahku amat cepat dan tak seperti biasanya.

"Maaf, Ris." Ucapnya lagi.

"Dimana dapurnya? Aku haus." Kataku mengalihkan apa yang telah terjadi. Aku malas berdebat dan membahasnya malam ini karena energiku rasanya sudah terkuras saat menangisi perlakuan Yuda padaku. Aku ingin berlagak seperti tak pernah terjadi apa-apa diantara kami beberapa detik lalu.

Tangan Andre menunjuk satu arah dan aku berbalik untuk mengikuti arah yang ia tunjukkan.

"Ris.." Andre menjeda ucapannya. "Jika Yuda menyakitimu, maka kembalilah padaku, Ris!" Ujarnya disaat langkah kakiku baru beberapa senti bergerak dari hadapannya. Aku terpaku dan mataku memejam karena mencerna ucapannya.

...Bersambung......

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!