Setelah pertengkaran malam tadi, aku tak mendapat jawaban apa-apa dari Yuda. Ia tak memberitahuku perihal surat apa yang ku temui malam tadi diantara berkas-berkasnya. Ia hanya mengatakan itu perjanjian kontrak antara ia dan klien-nya.
Aku yang memang belum membaca detail surat itu hanya bisa pasrah dan mengiyakan semua ucapan Yuda. Karena yang ku baca di surat itu hanya sampai di paragraf pertama yang menyatakan Yuda sebagai pihak pertama dan belum keseluruhan terbaca, surat itu sudah diambil Yuda secara paksa dari tanganku.
Sebenarnya aku tidak percaya begitu saja, karena sedikit banyak aku mengerti perihal surat-menyurat ketika aku masih berada didunia kerja. Tapi, aku berusaha menenangkan hatiku lagi dan menetralkan suasana karena kondisiku yang tengah mengandung tidak ingin memikirkan banyak hal. Aku mencoba melupakan kejadian itu, namun jika sampai aku mendapati sesuatu yang mencurigakan lagi dari Yuda aku pasti akan menuntut jawabannya.
Aku mengantar Yuda sampai ke Bandara hari ini, aku menyalaminya dengan takzim. Ya hidup memang harus terus berjalan, dan aku menginginkan alur hidup yang tenang-tenang saja tanpa hambatan. Aku tidak mau memikirkan hal berat yang bisa membuatku menyesal sendiri. Terutama aku tahu, orangtuaku yang tak lagi muda tak mungkin ku kecewakan dengan hal-hal remeh-temeh antara aku dan Yuda.
Aku kembali pulang menuju rumah menggunakan taxi. Tapi diperjalanan aku melihat pedagang martabak manis dan entah kenapa aku menginginkan untuk mencicipi martabak itu. Mungkin karena bawaan badan yang tengah hamil atau memang aku sudah lama tak memakannya. Aku meminta supir taxi untuk berhenti dan mendatangi pedagang martabak itu.
Aku ingin memesan menu martabak sesuai seleraku tapi suara seorang lelaki benar-benar membuatku terkejut.
"Martabak pandannya satu porsi, coklatnya dibanyakin, Kejunya sedikit aja ditaburin diatas coklat dan jangan pakai kacang." Ucap lelaki itu yang membuatku menoleh. Bukan hanya suaranya yang familiar tapi pesanannya persis seperti seleraku. Aku terperangah ketika menatap wajah itu.
deg!
"Andre?" Ucapku spontan dan lelaki itu mengangguk sambil tersenyum.
Andre adalah mantan kekasihku dulu. Karena patah hati terhadapnya-lah aku memutuskan menerima cinta Yuda pada masa lalu sebagai pelampiasan. Hingga kini, sosok Andre tetaplah yang memegang bendera kemenangan dalam hatiku. Tapi, mengingat hubungan kami yang tidak bisa dilanjutkan, membuat kami berdua sepakat untuk mengakhiri semuanya. Dan itu cukup membuatku patah hati teramat dalam walau aku tidak tahu apakah Andre juga merasakan hal yang sama juga atau tidak. Ia tampak baik dan semakin sukses setelah tidak bersamaku. Entahlah, mungkin itu hanya perasaanku saja.
Andrian Dinata, adalah anak bungsu dari keluarga konglomerat. Semua keluarganya terdidik dan berpendidikan tinggi. Aku hanya secuil kisah yang hinggap dimasa lalunya. Ku pikir, aku tidak cukup berarti untuk lelaki kaya ini.
"Selera kamu masih sama kayak dulu kan?" Tanyanya balik dan aku mengangguk pelan.
"Apa kabar?" Tanyanya menatap ke arahku. Aku sedikit kikuk menjawab pertanyaan lelaki dihadapanku ini.
"A-aku baik." Ucapku sedikit ragu. Baru beberapa pertanyaan yang terlontar, aku melihat seorang wanita cantik masuk kedalam kedai martabak.
"Udah kamu bilangin pesanan aku, sayang?" Tanya wanita itu manja seraya mengapit pergelangan tangan Andre. Andre tersenyum kikuk sembari menggosok tengkuknya sendiri.
"Ah, Aku lupa..Tadi pesanan kamu rasa apa?" Tanya Andre menatap wanita cantik nan seksi itu. Dari gayanya, aku bisa menilai semuanya adalah barang-barang mahal. Dan jawaban Andre padanya membuatku sedikit besar kepala.
"Andre..Andre... bisa-bisanya kamu lupa pesanan dia yang baru beberapa menit lalu bersamamu dan malah mengingat seleraku!" Batinku terkekeh miris.
Aku hanya tersenyum menatap keduanya yang sedikit berdebat kecil. Lalu aku mengambil pesanan martabakku yang sudah siap dibuatkan, lebih tepatnya itu adalah pesanan yang Andre pesankan untukku.
"Aku duluan, Ndre.." Ucapku mencoba ramah dan sedikit berbasa-basi. Ku lirik wanita yang berdiri disamping Andre menatap tajam ke arahku dan aku tak mempedulikannya. Sekali lagi ku katakan aku hanya ingin hidup tenang dan mengikuti alur hidup. Walau dihatiku nama Andre masih bercokol, aku tidak berniat untuk merebut dan direbut dari siapapun. Bagiku hidupku yang sekarang sudah baik-baik saja dan aku tidak mau mencari masalah.
Andre tertegun menatap kepergianku dan aku tidak tahu lagi apa yang terjadi diantara mereka setelah aku pergi.
Aku kembali menaiki taxi dan meminta supir mengantarku pulang kerumah.
____
Aku menatap jam di dinding kamar, terlihat sekali waktu enggan untuk bersahabat. Aku berada dirumah sendirian malam ini. Mama memintaku untuk menginap dirumahnya tapi aku urung. Entah kenapa sekarang aku lebih nyaman berada dirumahku sendiri padahal rumah mama adalah rumah yang ku tempati sedari kecil. Ririn adikku pun tak bisa menginap disini karena ia akan ada seminar besok pagi-pagi sekali dan kampusnya lebih dekat ditempuh dari rumah mama dibanding dari rumahku ini.
Aku benar-benar merasa kesepian sekarang, aku beberapa kali mengirimi Yuda pesan tapi selalu Yuda telat untuk membalas pesanku.
"Seharusnya kamu membalas pesanku. Ini sudah jam pulang kerja kan? Apa kamu masih bekerja di jam segini?" Ucapku seorang diri sambil melihat jam di dinding yang menunjukkan pukul 9 malam.
Aku memutuskan membaca novel untuk melupakan perihal Yuda. Aku membuka dan mengotak-atik ponsel untuk mengisi waktu yang kosong dan terasa tak bergerak. Tiba-tiba ponselku itu berdering dan ku lihat nomor yang menelpon tidak ada di daftar kontak.
"Hallo, Riris?" Aku tersentak kaget mendengar suara dari seberang panggilan. Apakah aku tidak salah mendengar? Karena aku cukup mengenali suara ini.
...Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments