Terjebak Rasa

Terjebak Rasa

Prolog

Aku adalah seorang wanita karir yang sukses dalam pekerjaanku dalam dunia marketing. Tapi, semua yang telah ku raih harus ku buang jauh-jauh setelah aku memutuskan menerima lamaran dari seorang pemuda yang sudah cukup lama menjalin hubungan denganku.

Namaku Riris Sandrina, umurku baru dua puluh dua tahun ketika aku menikah.

Suamiku adalah pekerja keras yang tak mengizinkan aku untuk ikut bekerja juga. Ia adalah Yuda Adiputra. Umurnya satu tahun lebih tua dariku. Kami sama sama masih muda ketika memutuskan untuk menikah. Yuda adalah lelaki baik yang ku kenal setelah aku mengalami putus cinta. Awalnya, aku menerimanya karena kebaikannya dan lama kelamaan Yuda menjadi sosok yang selalu aku andalkan. Dia adalah lelaki yang menjadi sandaranku, aku bergantung banyak hal padanya walau itu bukan dari segi materi.

Setelah kami menikah, Yuda dan aku tinggal disebuah rumah minimalis yang kami beli menggunakan uang tabungan kami berdua. Yuda sering bekerja ke luar kota dan aku mau tak mau harus menetap seorang diri didalam rumah. Hubungan kami berawal baik, walau sebenarnya jauh dalam lubuk hatiku aku belum sepenuhnya bisa mencintai Yuda.

Hampir setahun pernikahan kami, aku mengandung dan mulai merasakan yang namanya mengidam. Yuda dengan kesabarannya selalu menjadi andalanku untuk memenuhi semua keinginan dan kebutuhanku. Ia memang lelaki yang baik tapi entah kenapa aku belum bisa sepenuhnya menerima segala sesuatu tentangnya. Entahlah. Aku merasakan kebaikannya tapi jauh didalam lubuk hatiku, Yuda seakan menyimpan sebuah rahasia besar yang tak aku ketahui dan itu bersangkutan dengan perasaannya yang sesungguhnya.

Aku menjalani masa-masa kehamilanku dengan baik, terkadang aku berkunjung kerumah orangtuaku untuk melepas rindu. Yuda tak pernah mempermasalahkan itu. Ia benar-benar menjadi menantu yang baik dan bertanggung jawab didepan kedua orangtuaku. Aku ingin berlaku demikian juga didepan orangtuanya namun sayangnya keluarga Yuda begitu tertutup walau sebenarnya aku sudah menjadi menantu bagi mereka.

Oleh karena itu pula aku sering menutup diri dan enggan untuk berkunjung kerumah orangtuanya.

"Kamu berangkat lagi?" Tanyaku ketika melihat Yuda sudah mengemasi baju-bajunya kedalam ransel dan koper kecil.

"Ya, besok aku harus berangkat ke Surabaya. Hanya beberapa hari." Ucapnya seraya memasukkan baju-bajunya.

"Berapa hari memangnya?" Tanyaku lagi.

"Delapan sampai sepuluh hari." Jawabnya datar. Ia bangkit dari duduknya menuju lemari nakas, ia mengambil Flashdisk nya dari sana untuk kebutuhan pekerjaannya.

"Terus aku sama siapa dirumah? Perut aku udah mulai besar." Aku menatap ke arahnya, berharap ia mengerti kondisiku dan membatalkan kepergiannya. Aku tahu kepergiannya ke Surabaya bisa digantikan oleh oranglain, karena beberapa kali juga dia menggantikan posisi temannya. Jadi tidak salah kan jika kali ini temannya yang menggantikan posisinya-pikirku.

"Kamu nginep dirumah mama aja, atau kamu suruh aja Ririn nginap disini nemenin kamu!" Jawab Yuda datar.

Aku mencebik, aku memang bisa saja menginap dirumah mama dan meminta Ririn, adikku untuk menginap. Tapi aku sekarang lagi hamil, terkadang aku ingin Yuda memiliki waktu luang untukku. Dia bahkan lebih lama di kota orang daripada dirumah bersamaku. Paling lama waktunya dua hari dirumah, setelah itu ia akan pergi dan terbang kemana-mana.

"Apa tidak bisa digantikan oranglain?" Tanyaku takut-takut pada suamiku itu.

"Tidak bisa, Riris! Aku harus bekerja. Aku bukan pergi bermain. Kamu pikir melahirkan anak kamu tidak butuh biaya besar nantinya!" Suara Yuda naik satu oktaf. Aku sedikit terkejut memdengarnya, semenjak dia tahu aku hamil dia memenuhi kebutuhanku dengan sabar walau terkadang ia cuek padaku. Tapi jawabannya barusan seolah ia menunjukkan ketidak-suka-an-nya pada kehamilanku. Padahal ini bukan hanya anakku tapi ini adalah darah dagingnya juga.

"Ya sudah.." Aku hanya menunduk pilu dengan hati yang bergetar mencerna ucapannya yang mengatakan 'anak kamu' padaku. Ah, bukannya ini anaknya juga? Apakah anak ini hanya anakku sendiri? Aku memutuskan bangkit dan mencoba membantunya berkemas. Tapi selalu dan selalu seperti ini. Dia, Yuda suamiku selalu tak mau barang-barangnya ku sentuh. Makanya sejak tadi ia selalu mengemas barangnya sendiri.

"Aku bisa sendiri. Nanti kamu capek. Kan lagi hamil." Ucapnya datar seraya menyindir. Selalu seperti itu, inilah sebab yang membuat aku tidak yakin dan merasa ada sesuatu yang ia sembunyikan. Ia risih padaku yang mengandung anaknya. Aku begitu mengenalnya dulu ketika berpacaran tapi sekarang aku menemukan orang yang berbeda ketika sudah berumah tangga dengannya.

Yuda melengos pergi begitu barang-barangnya telah siap. Aku penasaran apa saja yang ia kemas didalam ransel dan koper itu. Kenapa aku tak boleh menyentuh dan membantunya setiap berkemas. Aku menarik nafas panjang sembari menghembuskannya. Mencoba berpikiran positif pada suamiku itu.

"Apa ini?" Tanyaku pada diri sendiri ketika aku tak sengaja melihat secarik kertas di dekat tumpukan berkas-berkasnya. Aku membaca sekilas dan menyadari itu seperti sebuah surat perjanjian. Yuda yang baru saja kembali dari luar kamar mendadak merampas kertas yang masih ada ditanganku.

"Apa-apaan kamu! Aku sudah bilang jangan sentuh barang-barang ini. Ini semua berkas penting." Ucapnya seraya dengan cepat memasukkan kertas-kertas itu kedalam tas laptopnya yang kosong, karena laptop aslinya sudah berada dalam ransel.

Aku menatap nanar lelaki yang baru setahun belakangan menjadi suamiku itu. Ia benar-benar seperti orang lain yang tidak ku kenali.

...Bersambung......

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!