"Tapi bagaimana?" tanyaku penasaran.
"Andre cerita ke temannya dan kebetulan ia juga temanku. Saat tahu aku mengenalmu, ia menceritakan kalau Andre sudah menikah lagi. Sebelum kau tahu, aku sudah tahu." kata bosku menjelaskan.
Aka terkesiap tak percaya dengan apa yang aku dengar.
"Siapa?!" tanyaku dengan suara gemetar.
"Siapa?Temanku?" bosku mengulang pertanyaanku.
Aku mengangguk.
"Dia tetangga di perumahan tempat tinggalmu. Kau pasti tahu." jawab bosku berteka-teki.
Aku diam. Aku mencari siapa kira-kira tetanggaku yang kemungkinan diajak bicara Mas Andre sampai sesosok bayangan muncul dalam benakku.
Aku tersenyum kecut. Begitu bangganya kau mampu menikah lagi Mas hingga kau menceritakan ke teman-temanmu sebelum cerita kepadaku. Jadi itu sebabnya para ibu-ibu selalu berbisik tiap kali aku lewat. Mereka pasti membicarakan tentang pernikahanmu. Tega kau Mas.
"Kau tunggu di sini! Sebentar lagi ada kejutan buatmu." kata Alan, bos yang sekaligus teman sekolahku dulu.
"Kejutan apa?"
Belum sempat Alan menjawab, terdengar suara ketukan di pintu.
"Assalamu'alaikum!"
Aku menoleh. Ku lihat Hakim dan istrinya masuk. Sama dengan Alan, Hakim juga teman sekolahku dulu. Ia sekarang menjadi ustadz dan memiliki sebuah pesantren. Istrinya langsung duduk di sebelahku. Kami memang saling mengenal.
Wanita berhijab dan berniqab itu memelukku.
"Ini kejutan buatmu." kata Alan.
"Maksudnya?!" aku malah bingung. Kenapa Hakim dan istrinya menjadi kejutan, bukankah kami sering bertemu.
Hakim malah tersenyum. "Kami datang untuk menguatkanmu. Supaya kamu tidak merasa menjalani ini sendiri. Apapun yang kau rasakan, ada kami yang mendukungmu."
Ucapan Hakim dianggukin istrinya. "Iya mbak. Jadi yang kuat ya."
Aku tersenyum bangga punya teman yang selalu ada kapanpun dan bagaimanapun keadaanku.
"Ra, hidup kita ini tidak lama. Sekarang usia kita sudah berapa? Kalau jatah usia kita sama dengan kanjeng Nabi, maka tinggal sedikit waktu yang kita punya. Apakah kau yakin sisa waktumu mampu kau gunakan untuk menebus dosa dosamu?" tanya Hakim.
Aku diam dan berusaha mencerna ucapan Hakim.
"Jadi, sudahlah, biarkan saja suamimu dengan keputusannya itu. Toh semua kelak ia yang akan bertanggung jawab. Tugasmu sekarang hanya satu. Mencari ampunan. Ini kesempatan. Saat kau merasa menderita, mendekatlah sedekat-dekatnya kepada Allah, sampai kau merasa tidak bisa jauh dari-Nya. Nanti kau akan lihat, apa yang akan Ia berikan kepadamu."
Aku masih diam. Air mata mulai menitik tanpa bisa kutahan. Aku merasakan pelukan di bahuku. Ku lirik Ani, istri Hakim yang duduk di sebelahku. Dari matanya, aku bisa tahu kalau ia tersenyum berusaha menenangkanku.
"Apa yang dilakukan suamimu benar tapi nggak "pener." Benar karena ia lebih memilih menghalalkan daripada berzina. Hanya caranya salah. Tidak syar'i. Hal seperti inilah yang membuat syariah poligami menjadi menakutkan dan menyakitkan. Padahal jika manusia tahu bahwa poligami itu untuk melindungi wanita, maka mereka akan mensyukuri nya. "
"Melindungi wanita?!" tanyaku setengah tidak setuju dengan ucapan Hakim.
"Jangan marah dulu. Dengarkan aku. Kamu tahu kenapa poligami disyariatkan. Dulu, pria itu bisa beristri lebih dari sepuluh, tanpa ada aturan, sampai firman Allah tentang poligami ini turun. Tapi manusia kebanyakan membaca yang awal, bunyi ayat selanjutnya dilupakan begitu saja. Hingga poligami menjadi terdzalimi dengan perilaku yang salah."
Hakim menjeda penjelasannya sebentar.
"Mampu berpoligami itu bukan sekedar mampu berbuat adil, tapi lebih dari itu. Harus mampu dalam hal agama juga. Karena tanggung jawab suami itu bukan hanya memberi nafkah tapi juga pendidikan agama bagun istrinya. Jika satu istri saja ia tak mampu mendidiknya terus menambah lagi istri baru, menurutmu bagaimana kelak ia akan mempertanggungjawabkan semuanya di hadapan Allah? Jadi sebenarnya ini bukan hanya ujian kesabaranmu tapi juga ujian bagi suamimu. Dan sayangnya ia gagal menjalani ujian kesabaran dan kesetiaan."
"Jadi aku harus bagaimana?" gumamku.
"Jalani hidup seperti biasa. Perbaiki ibadahmu. Serahkan semua pada Allah. Jika ada hakmu yang belum kau dapat sebagai istri dari suamimu, mintalah pada Allah langsung. Jangan minta pada suamimu. Tunaikan kewajibanmu sebagain istri dengan ikhlas karena Allah. Jangan terburu-buru bercerai. Coba jalani dulu. barang satu atau dua tahun. Jika kau tak sanggup, boleh kau meminta cerai." kata Hakim.
Ani terus mengelus punggungku selama suaminya memberi pencerahan padaku.
"Bagaimana Ra?Sudah jelaskan?" kali ini Alan yang sejak tadinhanya menjadi pendengar, bertanya padaku. "Menikah itu ibadah yang lama. Jadi jalani saja."
"Tahu menikah ibadah mengapa kamu tidak segera menikah?" kata Hakim memojokkan Alan yang memang diusianya yang sudah kepala empat masih setia membujang.
"Itu bukan aku yang mau, jodohku belum datang, bagaimana donk?" elak Alan dengan sikap jenaka. Pria yang satu ini memang sangat santai menjalani hidup.
"Kamu aja yang terlalu pemilih." aku ikutan memojokkan Alan. Mata Alan langsung menatapku membuat aku menunduk. Aku memang tidak pernah mampu memandang mata Alan. Entah aku yang kegeeran atau memang Alan memiliki rasa. Aku selalu merasa ada yang beda dari cara Alan menatapku.
Cukup lama aku berbincang dengan Hakim, Alan dan Ani. Perbincangan kami berakhir saat menjelang dhuhur. Hakim dan Ani pamit pulang. Aku kembali ke ruangan ku.
"Lama banget ngobrol sama si bos? Ngobrolin apa aja?" Dewi langsung nyerocos begitu aku tiba di ruangan tempatku biasa bekerja.
"Ada teman lama kami datang, jadi yang ngobrol banyak." jawabku pendek. Aku lulu duduk di depan komputer tapi bingung apa yang harus aku kerjakan. Pikiranku masih belum fresh dan tenang. Akhirnya aku memutuskan untuk menuliskan semua yang kurasakan dalam bentuk cerita di komputer ku.
Hari terus berlalu. Aku berusaha melakukan apa yang disarankan oleh Hakim dan juga adikku. Mencoba menjalaninya dengan sabar. Tak terasa sebulan berlalu.
Saat idul fitri tiba, seperti biasa sepulang sholat ied, keluarga kecilku akan melaksanakan acara sungkeman. Aku sungkem ke mas Andre. Menyampaikan permohonan maafku jika selama ini belum bisa menjadi istri yang baik baginya. Begitupun Mas Andre, ia meminta maaf jika belum mampu menjadi imamku yang baik. Ia menyebutkan satu persatu kesalahannya mulai dari belum mampu memberiku nafkah dengan layak dan banyak yang ia katakan. Ia meminta maaf karena tidak bisa membahagiakan aku.
Aku diam. Tak ada kata maaf terucap dari mulutku. Aku merasa permintaan maaf mas Andre sedikit aneh. Ia sadar belum bisa membahagiakan aku, tapi kenapa malah memberi luka padaku.
"Kamu nggak mau memaafkanku dik?" tanyanya saat permintaan maafnya tidak aku jawab.
Kutatap mata Mas Andre sambil berucap, "Aku memaafkan semua yang kau katakan tadi Mas, kecuali satu. Aku tidak bisa memaafkan penghianatanmu." kataku lalu berdiri dan duduk di sebelahnya untuk menerima sungkem dari Ryan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Yu Yun
kok pas bgt ya..temen sekolah ku dulu Hakim istrinya namanya Ani😍
2022-06-08
0
Cut Nyak Dien
sabar mbk
2022-01-01
0
mom's ana
laki gakbtau bersyukur..aneh...kaya sendirinya sempurna aja...
2021-11-06
0