Pagi datang sinar mentari mulai memasuki kisi-kisi jendela, membuat hangat malam yang dingin berganti dengan kehangatan. Mia bangun dari tidurnya setelah menyelesaikan sholat Shubuhnya ia mencoba memasak sarapan, memeriksa komik yang akan ia kirim dan pergi untuk berjalan pagi di sekitar taman di seberang apartemen.
Ia melangkah dengan riang tanpa beban berusaha menikmati hidup yang teramat singkat untuk ditangisi ataupun disesali, menggenakan sepatu dan baju olah raga ia mengitari taman, tersenyum dengan beberapa tetangga apartemen, bermain-main dengan anak kecil, "Mia ...." sebuah suara yang telah lama ia kubur kembali mengetuk lukanya. Mia tahu siapa pemilik suara itu walaupun ia tidak harus menoleh ke belakang.
"Mia, apa kabar?"
"Alhamdulillah sehat" Mia membalikkan tubuhnya berusaha tersenyum seceria mungkin.
"Syukurlah! Sedang apa?" tanya pemuda tampan itu lagi.
"Kamu kan bisa lihat bodoh!" batin Mia
"Biasalah jalan-jalan pagi" yang terucap dari bibirnya.
"Kelihatannya kamu bahagia?" tanyanya lagi.
"Ya iyalah! Kamu pikir setelah kau pergi aku terpuruk gitu? Sorry kamu ga ngaruh dalam hidupku" batin Mia.
"Ya Alhamdulillah" ucap Mia.
"Sudah dapat penggantiku ya?" ucap pria itu penuh selidik mencari ke kanan-kiri Mia.
"Kalau aku mau dari dulu juga bisa cari penggantimu!" batin Mia.
"Do'ain sajalah!" Bibir Mia.
"Syukurlah! Aku harap penggantiku lebih baik lagi dariku, karena penggantimu pun lebih darimu." Ucapnya menyakiti hati.
"Akh, masa?! Kalau baik ga mungkin mau jadi pelakor?" batin Mia.
"Alhamdulillah kalau penggantiku lebih dariku. Paling tidak, aku bisa melepasmu di tangan yang tepat." Ucap Mia, senyum di wajahnya tidak pernah surut air mata sudah tiada lagi untuk pria berengsek seperti mantan suaminya.
"Pulanglah! Paling tidak sayuran yang kamu bawa tidak akan busuk karena kelamaan ngobrol dengan mantan istri, lagian aku tidak ingin jadi gosip yang ga enak, secara ... aku ga biasa ngobrol dengan suami orang, salam sama istri terbaikmu ya?!" sindir Mia berlalu bagai tamparan telak di wajah sang mantan.
"Gayamu! 10 tahun menikah denganku satu biji bawang pun belum pernah kau bawakan dari pasar. Dasar kampret!" umpat Mia kesal.
Mia berlari kecil mengitari taman kemudian melanjutkan lari kecilnya ke pasar tradisional untuk berbelanja keperluan sehari-hari, ia ingin memasak makanan kesukaannya hari ini dan sedikit pudding mangga menemaninya membuat komik sore nanti.
Mia menaiki tangga apartemen, ia sengaja tidak menggunakan lift karena lift sudah terlalu tua hingga sering macet.
Dengan sebelah tangan menenteng kantong belanjaan, di depan pintunya Mia sudah melihat beberapa ibu-ibu rempong yang suka bergosip.
"Pasti apa yang kualami tadi malam menjadi topik hangat." Batin Mia sedikit kecut, ia tidak menyangka jadi begini. Walaupun begitu ia tetap tersenyum menyapa ramah semua penghuni apartemen tua.
"Hallo ...." sapanya riang membuka pintu apartemennya langsung ibu-ibu rempong masuk menyerbunya.
"Akh, Mia ... sejak kapan kamu pacaran dengan pria kamar 1A?" tanya Nyonya Merry.
"Iya .... mengapa kami tidak tahu Mia? Kamu berniat membohongi kami ya?" ucap Aisah.
"Pantas saja kamu tidak mau dijodohkan dengan ponakanku Iksan." Ucap Bibi Aina.
Mia tersenyum ia sendiri pun tidak tahu harus mengatakan apa, sehingga ia berpura-pura sibuk dengan memasukkan berbagai sayuran ke kulkas dan menyiangi ikan juga ayam di wastafel.
Ketiga wanita paruh baya berlainan suku dan agama itu pun terus mencari akar masalahnya. Mereka bertiga membantu Mia memasak dan membuat pudding, akhirnya mereka makan siang bersama-sama dengan bercanda dan tertawa mereka melupakan sejenak soal pemuda misterius di apartemen 1A.
Tok! Tok! Tok!
Aisyah membuka pintu jantungnya hampir copot melihat pemuda tampan yang beberapa jam lalu menjadi biang gosip hangat mereka, Aisyah memegang dada kirinya berharap jantung dan matanya tidak melompat ke luar.
"Ayo, silakan masuk!" ucapnya.
"Maaf apa aku mengganggu?" tanya Andra.
"Tidak!" secepat Aisyah mengatakan tidak ia mengikuti Andra ke dapur, ketiga wanita berbeda umur di dapur melihat siapa yang datang.
Mia hampir terjungkal ke belakang kursinya, melihat pemuda yang mencuri ciumannya tadi malam berdiri menjulang di dapurnya, Aisyah mengangsurkan jempolnya dan mengedipkan sebelah matanya.
"Maaf, bila aku mengganggu aku hanya ingin bertanya ke mana aku harus mencari tukang leding, karena airku mampat. Satpam bilang, "Mia yang punya nomernya'." Ucap Andra tanpa basa basi.
"Oh sebentar!" Mia berlari ke kamarnya di lantai atas yang langsung terlihat dari bawah karena berdindingkan kaca sekaligus di sulap menjadi ruang kerjanya.
Gadis lincah itu turun kembali ke bawah, "Wanita ini lincah sekali, seperti burung." Batin Andra memperhatikan Mia.
Andra melihat giwang kanan kiri Mia berbeda yang sebelah kiri berbentuk bunga sejenis kerabu dan sebelah lagi seperti rangkaian lumba-lumba yang bertingkat-tingkat hingga setiap Mia bergerak sekumpulan lumba-lumba ikut berenang di bawang suping telinganya.
"Wanita yang aneh ...." batin Andra karena baru kali ini ia menemukan banyak keanehan di kehidupan Mia.
Andra memperhatikan kucingnya sejenis kucing biasa yang mungkin Mia pungut dari tong sampah karena di buang pemiliknya. Kucing itu begitu sombongnya bergelung di sofa dengan memakai baju yang sengaja dibuat si pemiliknya.
"Nih ...." ucap Mia tetap tersenyum.
"Mata wanita ini sangat indah dan bening, ada sedikit garis abu-abu di lingkaran retinanya, hidungnya kecil mencuat, ada banyak taburan tahi lalat di sekitar wajahnya." Andra mencatat setiap detil wajah Mia.
"Ekhm, ekhm!" Aisyah berdehem.
Andra memperhatikan wanita separuh baya berhijab di depannya.
"Kamu dari apartemen 1A ya?" tanya Aisyah.
"Iya Bu."
"Nama kamu siapa Nak?" tanya Merry.
"Andra Bu."
"Kamu tinggal selamanya di sini?" tanya Aina.
"Tidak, hanya sementara saja!" jawab Andra lugas. Andra mengambil nomer hand phone si tukang leding dan meninggalkan kediaman Mia.
Langsung menuju rumahnya, menutup rapat pintunya.
"Wanita ini seperti ratunya gosip." umpatnya.
"Iya tidak ingin menjadi bahan gosip, tetapi dia sendirilah yang mengundangnya." Andra kesal setengah mati rasanya.
Entah mengapa ada rasa sedikit cemburu pada Mia, ia bisa begitu akrabnya dengan semua orang. Setiap sesuatu yang bernyawa di dekatnya terlihat begitu bahagia dan menyayangi Mia.
Andra memeriksa semua pekerjaan lewat emailnya dan merasa perutnya mulai keroncongan, ia pun memesan melalui via online.
Ia masih mendengar kegaduhan dari seberang kamarnya, suara tawa, percakapan dan entahlah. Andra bergidik membayangkan wanita itu mampu membuat pasukan khusus untuk penyerbuan ke planet mars sekali pun.
Setelah sholat Ashar Andra ingin ke luar ia merasa terkurung seharian di apartemen kecil dan tua itu.
Saat ia ingin menutup pintu kamarnya bersamaan dengan wanita di seberang yang juga ingin ke luar apartemen.
"Hai" sapa Mia riang.
Andra hanya menganggukan kepalanya.
"Kamu mau ke mana?" tanya Mia.
"A-aku tidak tahu!" seketika semua rencana yang disusun Andra kabur entah ke mana sejak kehadiran Mia.
"Ayo" Mia menarik tangan Andra, mereka berdua memasuki lift di dalam lift penuh dengan beberapa orang berbagai usia.
"Hai Mia!"
"Mau ke mana?"
"Besok datanglah ke rumahku? Ada yang ingin kukatakan."
Suara-suara menyapa Mia, ia pun membalasnya dengan riang sambil menoel-noel pipi bayi imut di gendongan ibunya atau membelai bulu-bulu kucing Pak Tua di depan mereka.
Andra memperhatikan setiap detilnya.
Mia memakai jeans, kaus yang panjang bermotif zebra berlengan panjang, bibir mungilnya dipoles lipstik coklat muda ke pink natural namun, menawan. Lagi-lagi Mia memakai anting berbeda kanan-kirinya.
Di lantai dasar mereka turun, Mia masih saja menarik lengan Andra. "Apakah sandiwara pacar bohongannya masih berlanjut?" tanya Andra.
Mia tersenyum, "Tidak, aku tidak punya cukup duit kalau terus-terusan menyewamu." Balas Mia tersenyum.
"Lalu kamu mau ke mana?" tanya Andra.
"Aku hanya ingin menikmati sore, apakah kamu ingin naik ojek atau grab?" tanya Mia. Andra menggelengkan kepalanya, ia sendiri pun tidak mengerti mengapa ia mau bercape ria berjalan kaki.
Andra membiarkan saja Mia menggandeng tangannya seperti anak kecil mereka melewati trotoar panjang berbelok-belok, melintasi beberapa gang rumah Mia masih bertegur sapa dengan warga di setiap gang.
"Mengapa kamu tidak mendaftar saja menjadi ketua RT atau RW?" tanya Andra.
"Maksudnya?"
"Kamu mengenal setiap orang dan bertegur sapa dengan mereka, lebih baik kamu jadi ketua RT atau RW saja."
"Ooo haahaha. Hm, mungkin pemilihan nanti aku akan mendaftar." Mia bukannya tersinggung malah ia tertawa lepas.
"Kamu sudah lama tinggal di apartemen itu?" tanya Andra berusaha berjalan sedikit lamban agar Mia dengan mudah mengikutinya.
Mia melompati beberapa kubangan genangan air, Andra mengangkat tubuh Mia seperti anak kecil.
"Wow!" Mia terkejut namun, tersenyum.
"Lumayanlah, sekitar 3 tahun terakhir." Ucap Mia kembali berjalan di sisi Andra masih tetap menggandeng tangan Andra.
Bersambung ....
Terima kasih sudah sudi membaca novelku jangan lupa like, comen, hadiah juga votenya bila suka novel ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
auliasiamatir
suka aku sama karakter Mia yang ceria dan ala adanya.
2022-02-14
0
Sis Fauzi
nyalon kades sekalian Mia😀
2021-08-31
1
Hanna Devi
👍👍👍👍👍
2021-08-17
0