Keesokan harinya.
Razka akan segera pergi ke lokasi proyek, ia tak mau menunda lagi. Semakin di tunda semakin lama ia bisa pulang dan berjumpa dua keponakan nya.
"Vian ayo cepat," titah Razka sudah masuk ke dalam mobil sedangkan Vian masih berbicara dengan anak buah Gabriel.
Vian pun langsung masuk ke dalam mobil dan melajukan mobilnya menuju lokasi proyek.
Di perjalanan tampak Razka menikmati keindahan kota di negara orang, banyak orang-orang yang memilih berjalan kaki daripada menaiki kendaraan.
Beberapa menit kemudian, mobil sudah sampai di lokasi proyek. Razka turun dari mobil lalu langsung mengamati perkembangan proyek.
Di sisi lain, Zia baru saja selesai mengajar. Jam belajar anak TK memanglah sebentar, jam 10 pagi sudah keluar.
Zia tadi datang diantarkan Daniel karena memang wanita itu tengah kurang sehat. Mental Zia sangat lemah begitu juga dengan fisiknya. Ia sering kesurupan karena mental lemah itu.
"Abi lama sekali," gumam Zia suntuk menunggu jemputan. Ia ingin naik taksi tapi ia takut kejadian masa lalu terulang lagi dimana supir taksi pernah mau mencoba melecehkan nya. Ia takut kejadian itu terulang kembali.
"Eh, Bu Zia kok belum pulang?" tanya seorang pria yang juga guru di TK itu.
"Menunggu jemputan," jawab Zia seadanya.
"Oh, bagaimana kalau saya hantarkan saja bu?" tawar pria itu tersenyum ramah.
"Tidak perlu, pak."
"Tak apa, saya hantarkan saja. Kalau di sini sendirian bisa di culik hantu genit loh Bu," ucap pria itu tetap kekeuh.
"Tidak perlu, pak! Saya bisa pulang sendiri!" tekan Zia berdiri dari duduk nya lalu mengambil tas ranselnya dan memilih berjalan meninggalkan pria itu.
Zia semakin mempercepat langkahnya ketika pria itu masih mengikutinya dan menawarkan agar Zia di hantarkan.
Hingga akhirnya Zia pun melihat pria itu tak mengejar lagi, ia menghela nafas lega dan melanjutkan jalannya. Ia akan berhenti di persimpangan jalan nanti. Namun, sebelum itu ia harus memberitahu Abi nya dulu.
Zia terus berjalan menuju simpang jalan yang masih sedikit jauh, kepalanya sudah pusing karena panas. Meski masih jam 10, tapi cuaca di kota itu sangat terik.
"Ya Allah panas sekali," gumam Zia memijit pelan kepalanya.
Wajahnya sudah pucat, pandangan nya juga kabur. Perutnya serasa di aduk dan ingin muntah.
Hingga tanpa aba-aba Zia pun tumbang juga. Para pejalan kaki seketika berhenti untuk melihat, tak ada yang berinisiatif untuk menolong atau mengangkat tubuh wanita yang sudah jatuh pingsan di hadapan mereka.
Di saat itu pula Razka baru saja selesai mengontrol perkembangan proyek nya dan melihat ada kerumunan tak jauh dari tempatnya.
Ia pun penasaran dan berjalan mendekat lalu melihat apa yang dikerumuni.
"Bagaimana ini?"
"Kemana keluarga nya?"
"Apa kita harus menolongnya?"
"Aku takut menolongnya, kalau nanti ada sesuatu bagaimana?"
Razka tak habis pikir, bagaimana bisa masyarakat di sini tidak punya empati melihat seseorang yang sudah terkapar tak berdaya di hadapannya.
Ia pun berinisiatif menolong, awalnya ragu karena yang pingsan itu wanita. Tapi, mau bagaimana lagi? Kalau di biarkan ia akan menjadi manusia dzalim.
"Vian bawa kemari mobilnya!" titah Razka.Vian pun dengan cepat membawa mobil lalu melajukan mobil mendekati tuan nya.
Dengan sigap Razka mengangkat tubuh Zia lalu memasukkan nya kedalam mobil.
"Kalian manusia, tapi tak bisa memanusiakan manusia lainnya!" sinis Razka menatap kerumunan itu lalu masuk ke dalam mobil.
"Ke puskesmas terdekat saja," ucap Razka.
Mobil pun melaju dengan kecepatan sedang karena Vian belum tau dimana puskesmas itu.
Di sisi lain, Daniel sudah ada di simpang jalan menunggu putrinya. Perkiraan nya Zia pasti sudah sampai di simpang jalan, tapi kenapa belum ada.
Daniel pun mencoba menghubungi ponsel Zia namun tak diangkat. Ia menjadi khawatir, apalagi putrinya sedang kurang sehat tadi ditambah cuaca terik.
******
Puskesmas.
Razka dan Vian sudah menemukan letak puskesmas lalu membawa Zia masuk ke dalam untuk di periksa. Kata dokter Zia hanya kelelahan saja, apalagi tubuhnya yang lemah menjadi faktor Zia suka pingsan.
"Tuan, apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Vian pada Razka. Tak mungkin mereka menunggu sampai wanita itu sadar kan. Tapi meninggalkan nya juga tak baik, lebih tepatnya kasihan.
Drrrrttt
Drrrrttt
Suara getaran ponsel berasal dari tas milik Zia. Razka menatap Vian dengan tatapan tanda tanya.
"Angkat saja, tuan. Mana tau itu keluarga nya," saran Vian.
Razka pun mengangguk dan mengambil ponsel milik Zia dari dalam tas. Ia menatap nama yang tertera di layar ponsel.
"Abi," gumam Razka menatap Vian.
"Angkat saja, tuan."
Razka pun memilih mengangkat panggilan itu.
"Assalamualaikum, Zia." Belum juga Razka berbicara, ia di kejutkan dengan suara orang panik dari balik telepon.
"Wa'alaikumusalam warohmatullahi wabarakatuh, pak. Apa bapak ini keluarga pemilik handphone ini?" tanya Razka sembari membalas salam.
"Iya, kau siapa? Dimana putri ku?" tanya Daniel panik.
"Oh, putri anda ada di puskesmas. Saya melihat dia pingsan di pinggir jalan tadi, jadi saya bawa dia ke puskesmas," jawab Razka sopan.
"Puskesmas mana?" tanya Daniel.
"Eum, puskesmas jalan xxx."
"Oke-oke, saya akan kesana. Terimakasih," ucap Daniel langsung memutuskan panggilan dan melajukan mobilnya menuju puskesmas yang dimaksud.
Razka menatap layar ponsel yang sudah mati, ia meletakkan kembali ponsel itu ke dalam tas Zia.
"Bagaimana, tuan? Apa kita sudah bisa meninggalkan nya?" tanya Vian.
"Tunggu sampai ayah nya datang, kita harus menjadi laki-laki yang bertanggung jawab."
"Memangnya kita menghamili wanita ini?" tanya Vian membuat Razka menatap jengkel pada asisten nya itu.
"Hehehehe, canda hamil." Vian menggaruk kepalanya sembari tertawa renyah.
Beberapa menit kemudian. Tampak Zia sudah sadarkan diri. Namun, Daniel belum juga datang.
"Anda sudah sadar, nona? Bagaimana keadaan anda?" tanya Vian pada Zia yang masih kebingungan.
"Eum, kau bertanya pada ku, tuan?" tanya Zia menunjuk dirinya.
"Bukan, saya bertanya pada rumput yang bergoyang," jawab Vian tersenyum ramah.
"Oh, hehehehe. Saya ada dimana, tuan?" tanya Zia melirik sekitarnya hingga pandangan nya jatuh pada Razka yang berdiri di dekat pintu.
Zia tersenyum ke arah Razka lalu dengan cepat mengalihkan pandangannya. Sedangkan Razka juga mengalihkan pandangannya karena ia baru saja melihat gulali yang manis.
"Zia," panggil Daniel yang baru saja sampai. Di perjalanan ia terus berdoa agar putrinya baik-baik saja.
"Abi," balas Zia memeluk sang ayah.
"Kau baik-baik saja? Sudah Abi bilang jangan kerja dulu kan, kau membuat Abi khawatir, sayang."
"Iya, Abi. Zia minta maaf," ucap Zia. Ia sedikit malu karena ada orang lain yang melihat ke-posesifan ayah nya.
"Terimakasih karena sudah berbaik hati membawa putri saya ke puskesmas, terimakasih banyak." Daniel berterima kasih pada Razka dan juga Vian.
"Sama-sama, tuan. Kami permisi dulu yah," jawab Razka tersenyum ramah.
"Terimakasih," ucap Zia tersenyum lagi ke arah Razka.
"Ah, sama-sama." Razka membalas senyuman Zia lalu sesegera mungkin memalingkan wajahnya.
"Kami permisi," ucap Razka sembari memberi salam dan di balas oleh Daniel serta Zia.
Razka dan Vian pun sudah pergi dari ruang perawatan meninggalkan Daniel dan Zia.
"Kenapa Zia tersenyum begitu?" tanya Daniel melihat putrinya masih tersenyum.
"Lah, iyakah? Perasaan Zia tak tersenyum," sangkal Zia langsung menormalkan wajahnya.
Daniel hanya terkekeh saja melihat tingkah putrinya yang tak biasa. Tapi ia tak tau apa maksud dari senyuman putrinya.
_
_
_
_
_
_
Eum, ada yang kecantol nih😁😂
To be continue
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Al Fatih
setelah dari bang rafka,, aq k bang razia skrg....
2023-07-21
2
Nanda Lelo
omongan gamian n Gabriel bakal jadi kenyataan
2023-01-14
0
Noviatul Walidah
menarik bgt kisah mreka nih
gk sabar ktmuan abi daniel sm umi aria
2021-12-24
0