Sepulang dari puskesmas, Razka langsung pulang ke villa. Ia merebahkan tubuhnya lalu menutup matanya, tiba-tiba saja ia kembali teringat bayangan wanita tersenyum manis padanya.
"Astaghfirullah." Razka beristigfar, mengapa bayangan Zia terus melayang-layang di pikirannya.
"Aku mau mandi saja," gumam Razka. Dari pada terus memikirkan seseorang yang bisa menambah dosa nya, lebih baik ia mandi dan menyegarkan kembali otak nya.
Di kamar mandi, Razka menyalakan shower lalu berdiam diri di bawah guyuran air.
"Zia," gumam Razka tiba-tiba tersenyum.
"Hei, apa yang aku lakukan?"
Razka menepuk bibirnya yang tersenyum itu. Bagaimana bisa ia tersenyum sendirian di kamar mandi, sudah seperti orang gila saja.
******
Di sisi lain.
Zia dan Daniel sudah tiba di mansion. Zia langsung ke kamar karena lelah dan ingin beristirahat hingga waktu dhuhur tiba nanti.
Zia mengganti pakaiannya menjadi pakaian tidur, ia membaringkan tubuhnya lalu menatap langit-langit dengan intens.
"Kaya tidak menjamin hati akan tenang," gumam Zia pelan.
"Ketenangan itu sangatlah mahal, namun orang yang tak punya uang bisa mendapatkan nya. Ketenangan itu akan hadir jika rasa syukur tak pernah pudar," lanjut Zia.
Inilah yang dilakukannya sebelum tidur, berbicara sendiri menasehati dirinya sendiri.
"Mengapa aku masih belum bersyukur?" lirih Zia pelan.
Zia hidup dengan bergelimang harta dan juga keluarga yang hangat. Hanya saja ada sesuatu yang selalu mengganjal hatinya. Rasa bersalah dan juga rasa hampa.
Daniel sudah mengatakan agar Zia terus berdoa dan juga selalu mendekatkan diri pada Allah. Wanita itu sering melamun dan kesurupan di tengah malam.
Ingin di ruqyah, namun ada saja penghalang agar Zia tak di ruqyah. Dulu sempat di ruqyah, tapi dia malah melukai ustadz itu bahkan sampai meludah.
Perlahan mata Zia tertutup, ia sudah mulai terbuai akan alam mimpi. Melupakan sejenak masalah dunia yang rumit.
******
Malam harinya.
Di villa.
Razka baru saja selesai menghubungi Gabriel. Ia sedang makan malam saat ini, ia bernafas lega karena bayangan Zia yang tersenyum dan tatapan itu tak lagi menghantuinya. Bisa pecah kepala nya kalau terus memikirkan anak orang.
"Tuan," panggil Vian ikut duduk di meja makan.
"Hm?"
"Jalan-jalan yuk," anak Vian.
"Kemana?" tanya Razka tak tertarik.
"Cari pendamping hidup," jawab Vian sekenanya.
"Pergi saja sana, aku tak mau," tolak Razka. Ia tak ingin keluar, tak ada yang menarik di luar sana.
"Ck, mana seru kalau keluar sendiri. Enaknya rame-rame," ucap Vian.
"Kalau tak seru yasudah, tidur saja. Besok kita harus kerja lagi, nanti mengantuk kalau tidurnya telat," sahut Razka mengangkat sendok nya.
"Hidup anda datar sekali, tuan." Vian berdecak kesal karena Razka tak menuruti keinginannya. Vian pun berdiri dan meninggalkan Razka yang masih makan.
"Dasar tukang merajuk," gerutu Razka melanjutkan makannya.
Di sisi lain.
Keluarga Raymond akan segera melaksanakan makan malam. Malik dan Aisyah sudah berada di meja makan, begitu juga dengan Daniel yang tampak bersemangat.
"Pak Lim, apa menu hari ini?" tanya Daniel pada kepala pelayan yang sudah setia bekerja di mansion Raymond walau bekerja di mansion ini sangatlah mengerikan.
Pak Lim pun menyebutkan menu-menu yang di masak hari ini, rata-rata adalah menu kesukaan Daniel dan Zia. Dua orang itu mempunyai sifat yang sama, jarang makan dan pilih-pilih.
Daniel mengangguk, tinggal menunggu istrinya memanggil Zia dulu.
Di sisi lain.
Zahra pergi ke kamar Zia untuk meminta anaknya segera turun. Tak biasanya Zia belum turun selepas Maghrib.
Tok..
Tok..
Tok..
Zahra mengetuk pintu kamar Zia, namun tak ada sahutan dari dalam. Di lihat dari celah pintu pun seperti tak ada cahaya dari dalam kamar.
"Zia," panggil Zahra tak kunjung mendengar sahutan dari Zia.
Zahra pun berinisiatif membuka pintu kamar dan ternyata tak di kunci. Keadaan kamar sangat gelap, hanya ada lampu kecil di atas nakas yang menyinari kamar yang gelap itu.
"Zia," panggil Zahra. Kemana putrinya itu? Mengapa kamar sangat gelap sedangkan ini masih Maghrib.
Terdengar suara orang terkikik dari kamar mandi, Zahra langsung memundurkan langkahnya kakinya dan menutup pintu.
Dengan cepat ia berlari menuju meja makan untuk memanggil suami dan juga ayah mertua nya.
Daniel yang melihat Zahra berlari menjadi bingung dan langsung berdiri.
"Ada apa? Dimana Zia?" tanya Daniel.
"Zia, Zia....
Zahra mencoba bernafas dengan tenang agar bisa berbicara.
"Zia kenapa?" tanya Malik.
"Zia kesurupan lagi," jawab Zahra merinding.
Daniel dan Malik pun dengan cepat langsung pergi ke kamar Zia. Sedangkan Zahra dan Aisyah harus menunggu di bawah karena akan berbahaya jika mereka ikut ke kamar Zia.
Kesurupan Zia itu sangatlah berbeda. Zia sudah kesurupan dari sewaktu masih duduk di bangku remaja.
Daniel dan Malik masuk ke dalam kamar, Malik menghidupkan lampu kamar lalu berjalan mendekat ke arah kamar mandi, karena dari sanalah terdengar suara orang yang sedang bicara.
"Leher mu di tusuk dengan pisau?"
Terdengar suara Zia yang bertanya sembari terisak.
"Apa itu sakit?"
Masih dengan suara yang sama.
"Sesakit apa? Biarkan aku merasakan nya. Aku juga akan menusuk leher ku dan menancapkan nya di pintu."
Mendengar itu Daniel langsung mendobrak pintu, tak boleh di biarkan begitu saja. Putrinya bisa mati nanti.
"Akhhh!! Pembunuh!" teriak Zia langsung menjauh dan mengangkat pisau yang ada di tangannya. Pisau itu di arahkan ke arah Daniel dan Malik.
"Ini Abi, Zia."
Zia tampak menggelengkan kepalanya lalu terisak keras. Ia menganggukkan kepalanya seperti tengah mendengarkan seseorang yang bicara di dekatnya.
"Aku harus membunuh nya?" tanya Zia sembari menunjuk Daniel.
"Iya, iya. Aku akan membunuhnya," ucap Zia.
Zia menatap tajam ke arah Daniel lalu tersenyum lebar. Dengan cepat ia berlari sembari mengayunkan pisau yang ada di tangannya. Malik dan Daniel pun dengan sigap melakukan perlawanan.
Malik menangkap Zia dan berusaha membuang pisau itu. Sedangkan Daniel menarik kaki Zia agar keluar dari kamar mandi.
Setelah keluar dari kamar mandi, Daniel membantu Abi nya untuk memegang Zia.
"Sadarlah, Zia! Istighfar nak!"
Zia tampak lebih ganas malam ini, ia bahkan sudah menusukkan pisau itu di lengan Malik.
"Istighfar kata mu! Hahahahahaha, munafik!" teriak Zia sembari tertawa menggema di dalam kamar.
Daniel mencoba menenangkan putrinya dengan ayat-ayat Al-Qur'an yang sudah di ajarkan seorang ustadz padanya. Ayat-ayat yang biasa digunakan untuk me-ruqyah orang kesurupan.
"Hahahahaha, Tak mampan! Aku bahkan bisa membaca lebih dari yang kau baca!" teriak Zia tertawa mengejek.
"Lalu apa yang mampan?" tanya Daniel mencengkeram wajah Zia dengan keras.
"Tak ada yang bisa mengalahkan aku! Kalian orang-orang munafik tak akan bisa mengusir ku!" teriak Zia.
Dengan keras Daniel menampar wajah Zia hingga putrinya itu tak sadarkan diri. Sudut bibir Zia mengeluarkan darah, Daniel langsung memeluk putrinya itu.
"Maafkan Abi," lirih Daniel merasa sangat bersalah karena sudah mengkasari putrinya.
Entah sampai kapan ini akan berlanjut, tapi Daniel dan yang lainnya akan berusaha agar Zia sembuh.
Zia pasti akan sembuh, Daniel yakin itu.
"Maafkan Abi, sayang."
_
_
_
_
_
Next?
Kita bakalan main hantu-hantuan ini😂, ilmu hitam dan segala macam😁
Author tunggu komen nya di sini yah🥰
To be continue.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Syaiful Ardi
baru Nemu novel yg kaya gini jadi mau lanjut lanjut dan lanjut lagi..
2023-07-01
1
Nanda Lelo
jadi ingat film horor Malaysia yg judulnya munafik
2023-01-14
0
Maryana Fiqa
perbuatan ayahnya di masa muda berimbas ke Zia skrg
2022-10-01
0