Hujan masih turun membasahi ibu kota, saat Nadin dan semua karyawan lainya keluar dari gedung tempat mereka bekerja. Hampir semua karyawan memilih berteduh sebentar sambil menunggu hujan berhenti, tapi tidak dengan Nadin yang memutuskan untuk langsung pulang walau masih turun hujan.
Memang hujannya tidak sederas tadi, tapi tetap saja air hujan itu akan mampu membuatnya basah kuyup, terlebih dia harus berjalan kaki untuk sampai ke pinggir jalan raya, menunggu angkutan umum menuju ke rumahnya.
Tapi Nadin tak peduli, dia tidak ingin melihat wajah Nina, seorang QC yang selalu memarahinya. Nadin juga tidak tahu, kenapa Nina begitu sinis kepadanya. Nina selalu saja memarahi Nadin, walau dia tidak salah. Kesalahan yang dilakukan orang lain, maka Nadin yang akan kena semprot oleh Nina.
Seperti kejadian tadi siang, Nina memarahi dan menyalahkan Nadin dihadapan pak Sambaru. Dia memojokkannya seolah-olah Nadin melakukan kesalahan yang fatal, padahal jelas-jelas itu adalah kesalahan tukang jahit. Nadin bekerja disana sebagai pekerja harian yang bertugas membuang dan merapikan benang sisa jahitan.
"Ada apa ini Nina? Kenapa kamu memarahi Nadin?." Tanya pak Sambaru.
"Ini pak, si Nadin meloloskan jahitan yang ngambang. Seharusnya dia kan mengembalikannya sama tukang jahit, bukannya meloloskan ke proses selanjutnya." Sahut Nina.
Nadin diam saja, tidak berani berkata apapun. Selain dia karyawan baru, dia juga merasa dirinya memang salah.
Pak Sambaru mengambil barang setengah jadi itu, mengecek proses yang bermasalah tadi. "Kamu ini aneh Nina, bukannya ini tugas kamu sendiri? Kenapa menyalahkan orang lain?. Kamu tahu tugas kamu disini untuk apa? Mengecek kualitas kan? Dan anak ini, tugasnya disini hanya merapikan sisa benang jahit yang tidak rapi, bukan mengecek kualitas."
"Tapi kan pak, walaupun dia hanya buang benang, dia harusnya tidak meloloskan jahitan ngambang kayak gini."
"Iya saya tahu, tapi kamu juga tidak perlu memarahinya seperti tadi, kamu beri arahan yang baik. Kamu maklumi saja, dia kan karyawan baru." Bela pak Sambaru.
"Nadin, lain kali kalau kamu lihat jahitan kayak gini, kamu kasihin sama Nina atau tukang jahitnya ya, jangan diloloskan." Ucap pak Sambaru.
"Iya pak." Sahut Nadin.
"Sekarang kamu kerja lagi. Dan Nina, kamu kasih ini ke penjahitnya, suruh perbaiki." Titah pak Sambaru.
"Baik pak." Jawab Nina, lalu pergi dari sana dengan perasaan kesal, karena pak Sambaru membela Nadin.
Posisi pak Sambaru di sana mungkin setara manager kalau dipabrik besar. Selain itu, dia juga orang kepercayaan pemilik konveksi. Dia memang baik kepada semua karyawan, tak terkecuali kepada Nadin. Apalagi bi Sum, bibinya Nadin yang bekerja menjadi tukang masak dirumah pemilik konveksi, menitipkan Nadin langsung kepadanya.
Sejak hari pertama Nadin bekerja, Nina memang tidak menyukai Nadin, karena dia merasa tersaingi olehnya. Budi, seorang montir yang Nina taksir, malah sering menyapa dan menggoda Nadin anak baru, dibandingkan dengan dirinya yang sudah lama kenal dengan Budi. Ditambah dengan sikap pak Sambaru yang sangat baik kepada Nadin, membuat Nina semakin membencinya.
Setelah pak Sambaru pergi, Nina kembali menghampiri Nadin, menyindirnya dengan kata-kata tidak pantas. Dia menyebut Nadin telah merayu dan menggoda pak Sambaru. Dia juga mengatakan kalau kerja Nadin sangat lambat dan selalu keteteran.
"Hey anak baru." Panggil Nina pada Nadin.
"Saya kak?." Sahut Nadin.
"Iya kamulah, siapa lagi anak baru disini?." Jawab Nina Sinis.
Nadin beranjak, dan melangkahkan kakinya menghampiri Nina.
"Ada apa kak?." Tanya Nadin.
"Nih ambil." Ujar Nina, sembari memberikan sebuah sapu kepada Nadin. Nina menyuruh Nadin menyapu ruangan, padahal ada karyawan yang selalu menyapu setiap dua jam sekali.
Nadin mengambil sapu itu, lalu mulai menyapu. Budi yang melihat kejadian itu bergegas menghampiri Nadin, dan melarangnya meneruskan pekerjaan yang bukan pekerjaannya.
"Nadin, ngapain kamu nyapu? Ini tugas Yadi, kamu nggak perlu nyapu." Ujar Budi, sembari merebut sapu dari tangan Nadin.
Tiba-tiba Nina datang, dan memarahi Nadin. Budi membelanya, dan mengatakan kalau tugas Nadin bukanlah menyapu, tapi Nina mengatakan kalau ini perintah pak Sambaru. Budi tidak bisa berbuat apa-apa, dan akhirnya membiarkan Nadin menyapu.
Setelah selesai, Nadin kembali mengerjakan pekerjaannya. Siapa sangka, pekerjaan Nadin sudah sangat menumpuk, karena selama dia menyapu, Nina melarang rekan kerja Nadin mengerjakan pekerjaan Nadin, hingga akhirnya pekerjaan Nadin sudah lumayan menggunung disana.
Nina memang sengaja melakukan ini, karena dia ingin membuat Nadin terlihat buruk dihadapan bu Ratna, supervisor disana. Dan Nina berhasil, bu Ratna yang baru saja kembali dari meeting bersama pak Sambaru dan pemilik konveksi, langsung marah-marah dan menegur Nadin. Dia menyangka kinerja Nadin memang kurang baik, dan juga sangat lambat seperti apa yang dikatakan Nina.
Saat itu Nadin ingin sekali menjelaskan, tapi dia urungkan niatnya, karena menurut Nadin semua itu akan percuma, bu Ratna pasti tidak akan percaya dan Nadin juga sudah kehilangan semangat untuk menjelaskannya, apalagi Nina ada disana sedang tersenyum meledek ke arah Nadin.
Rasain kamu Nadin. Mungkin itulah yang Nina ucapkan dalam hatinya. Sepertinya dia sangat senang melihat Nadin dimarahi oleh bu Ratna.
Nadin ingin sekali menarik wajah Nina, menjambak rambutnya, menjahit mulutnya dengan mesin obras, atau memasukan badan Nina yang subur kedalam mesin pres yang panas, atau opsi lainya Nadin ingin memasukkan Nina kedalam karung, dan melemparkannya ke kali Ciliwung, itulah yang dipikirkan Nadin saat itu.
Nadin sungguh kesal dan rasanya sangat benci kepada makhluk Tuhan yang bernama Nina itu. Sepanjang jalan dia mengumpat, dan memakinya, hingga dia menyadari sesuatu, Hujan...iya, hujan yang diharapkan berhenti malah semakin turun cukup deras. Dia berteduh disebuah pos kecil didekat portal, hingga akhirnya hujan pun mulai sedikit reda.
Nadin memutuskan untuk memesan ojol, karena tak mau naik angkot dengan baju yang basah kuyup seperti ini.
Lima menit kemudian hujan akhirnya reda, tapi ojol pesanannya belum juga tiba. Karena merasa bosan, Nadin melangkahkan kakinya sambil menunggu ojol itu.
Saat dia sedang berjalan, tiba-tiba sebuah motor melaju cukup kencang dari arah belakang, melewati genangan air dijalan aspal hingga air itu mengenai tubuh Nadin, membuat baju Nadin semakin basah.
Nadin yang kaget berteriak memaki sang pengendara, tapi sepertinya pengendara itu tidak peduli dan...tunggu,
Itu motor si kuda nil kan?. Tanya Nadin dalam hati.
Nadin memperhatikan motor matic berwarna merah yang tiba-tiba berhenti, dan pengendaranya menoleh ke arahnya. Dia tersenyum miring melihat Nadin yang basah kuyup.
"Duhh kamu kecipratan ya tadi, maaf ya aku sengaja. Kalau kayak gini kamu kok mirip tikus kecebur got ya, hahaha." Ujar sang pengendara sambil tertawa puas, lalu pergi dari sana.
Nadin sungguh kesal dan sangat benci kepada pengendara itu, yang tak lain adalah Nina. Dia ternyata sengaja melakukan itu kepadanya, Dan dia juga menghinanya.
"Dasar Nina sialan!! Dasar kuda nil, awas kamu !! Suatu saat aku akan balas perbuatan kamu ini, tunggu saja pembalasanku gajah bengkak." Gerutu Nadin memaki Nina.
Baru saja Nadin berhenti memaki Nina, dia kembali mendapatkan kejadian tidak menyenangkan. Sebuah mobil mewah melaju cukup kencang dari arah berlawanan. menerobos genangan air, hingga air itu kembali mengenai tubuh Nadin, dan kali ini tidak hanya tubuhnya yang terciprat air itu, tapi juga wajah dan rambutnya.
Nadin semakin naik pitam dan kembali berteriak memaki pengendara mobil. Rasanya dia sangat kesal, marah dan ingin menangis.
Nadin berlari meneriaki sang pengendara mobil yang sepertinya tidak mempedulikan teriakannya. Suara Nadin bahkan sudah terdengar serak karena terus berteriak.
Dia melihat ada dua batu seukuran kepalan tangan anak kecil dipinggir jalan, Nadin yang emosi mengambil batu itu dan melemparkannya ke arah mobil, saat mobil itu memperlambat lajunya karena didepannya ada polisi tidur.
Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Nadin. Dia melempar batu itu, dan lemparannya tepat sasaran. Batu itu tepat mengenai kaca mobil belakang, untung saja batu itu tidak membuat kaca mobilnya pecah, atau retak.
Nadin yang sepertinya belum puas melampiaskan amarahnya, kembali melempar mobil itu dengan batu yang dia lihat tidak jauh darinya, dan lemparannya kali ini berhasil mengenai bodi belakang mobil, membuat sang pengemudi dan penumpang mobil terkejut.
"Apaan tuh?." Tanya sang pengemudi, sembari melirik spion kanan dan menghentikan mobilnya.
Sang penumpang yang juga sedang menahan amarah di dadanya, refleks menoleh kebelakang. Dia melihat seorang gadis berdiri beberapa meter dibelakang mobilnya.
Kedua orang yang ada di dalam mobil belum menyadari apa sebenarnya yang terjadi.
Sang penumpang segera turun, diikuti sang pengemudi. Lelaki itu (sang penumpang) menatap Nadin yang basah kuyup dan wajahnya dipenuhi aura kebencian dan amarah. Namun, sesaat kemudian wajah lelaki itu tiba-tiba berubah merah menyala melihat bodi mobilnya sedikit penyok. Dia juga melihat ada batu disana. Dia yakin batu itu tadi mengenai mobilnya, dan apa mungkin wanita itu pelakunya. Tanyanya dalam hati.
Dia kembali menatap Nadin. "Apa kamu yang sudah melempar batu ini ke mobilku?." Tanya lelaki itu.
Tbc🌻
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Mariana Frutty
✔️
2022-09-29
1
Eti Rahmawati
nah paling ngeselin klu ada pengendara yg sembrono gitu,merasa jalan milik sendiri
2022-01-12
1
Reny Septiyanti
sungguh sial hari mu nadin😡
2021-07-18
1