Episode 5

"Annisa. Alhamdullilah kamu sembuh, Nak. Mama tuh khawatiirin kamu lho. Takut kamu nggak bangun, kasihan Angga dan Baby Arra." Peluk nenek Amirah menghambur ke Annisa yang duduk di kursi roda.

Sehari setelah Annisa terbangun dan kondisinya semakin pulih. Dimas menceritakan kejadian sebulan yang lalu. Tentang Annisa yang mengalami kecelakaan, orang yang menolong Nisa, juga kelahiran baby Arra. Nisa pun tak henti mengucap syukur masih diberi kesempatan hidup dengan kondisi buah hati keduanya yang baik-baik saja.

"Baby Arra nya mana, Ma." Nisa celingukan melihat sekeliling mencari keberadaan anaknya.

"Dirumah Nis, sama Angga ditemani Lastri," beritahu Oma Andina.

"Ayo, kita pulang sekarang," ajak Abah Abi dianggukki yang lainnya. Mereka lalu berbondong menuju mobil masing-masing dan meninggalkan Bandara.

***

Angga, Rafael dan Lastri siaga menjaga baby Arra diselingi dengan bermain. 

Rafael, semenjak pertemuan di rumah sakit dengan Angga. Bocah itu malah menjadi teman akrab dan tiap satu minggu sekali rutin bermain dan menginap. Silvana sang Ibu sebenarnya merasa sungkan. Apalagi mengingat kondisi keluarga Dimas dengan istrinya-Annisa yang Koma.

Namun Oma Andina dan Opa Yoga selalu menyambut baik kedatangan Dani sekeluarga dan sangat senang saat Rafael memaksa ingin menginap.

"Assalamualaikum. Angga, Papah pulang!" Dimas mendorong kursi roda Annisa ke dalam rumah.

Angga yang bermain dan Rafael yang menyusui Baby Arra dengan dot pun menoleh ke sumber suara.

"Wa'alaikumsalam, Papah, Mama." Angga lari menghampiri, menubruk sang Ibu dengan pelukan bahagia. "Mama, aku kangen huuu..." tangisan Angga luruh seketika. Sebulan bukan waktu yang singkat. Sehari saja tidak bertemu dengan sang Ibu, kerinduan Angga sudah memupuk, apalagi harus terpisah sebulan lebih lamanya.

"Shhh, jangan nangis, Angga abang yang kuat. Jangan cengeng nanti adik ikutan nangis," rayu Annisa membujuk.

***

Dani dan Silvana segera menuju kediaman Dimas. Mereka akan menjemput Rafael pulang sekaligus menemui Annisa, Baby Arra dan Abangnya. "Yah, Bunda mau punya anak lagi, cewek!" ujar Silvana mengerling.

"Kita coba program lagi, Bund. Mungkin kita belum di kasih amanah untuk menimang anak, sekarang!" Dani tahu Silvana sangat menginginkan anak, namun balik lagi dengan kondisi Silvana yang sangat sulit bisa hamil dan memiliki anak kembali.

"Atau kita adopsi anak aja, Yah! Bunda gak apa kok ngangkat anak, kalau Ayah gimana?" tanya Silvana berbinar.

"Lihat nanti Bund! Kita coba program lagi, kalau masih belum berhasil baru kita adopsi anak! Bunda yang sabar ya." Dani mengelus pucuk kepala sang istri membawanya dalam pelukan.

***

Annisa tengah menyusui Baby Arra dikamar yang sebelumnya sudah disiapkan. Beruntung kondisi Koma Annisa tidak berpengaruh dengan ASI nya.

Baby Arra menyusu dengan lahap, mulut kecilnya tak henti mengecap sumber air kehidupannya.

"Eumm, anaknya Mama kehausan ya. Pelan-pelan sayang gak akan ada yang minta ko-k—," dialog Annisa terpotong.

"Kata siapa gak ada yang minta? Sisain ya, Dek buat, Papah," sela Dimas memeluk tubuh Annisa dari samping. "Papah, kangen, Ma," ucap Dimas manja.

Tok..

Tok...

Belum sempat Annisa menimpali, pintu kamar terdengar ada yang mengetuk. "Siapa? Masuk aja pintunya gak dikunci," seru Annisa, membenarkan kancing baju dan menaruh Baby Arra di atas ranjang.

Orang itu pun masuk. Annisa mengernyitkan dahi, karena tidak mengenali wanita itu. Dialihkannya, pandangan dengan sang suami, mengerling meminta jawaban. "Dia, Silvana, ibunya Rafael, Nis. Sekaligus istri Dani? Orang yang sudah menolong kamu," papar Dimas.

"Ada apa, Sil? Mau lihat Baby Arra? Dia baru saja tidur," jelas Dimas lagi.

Annisa mengembangkan senyumnya. Dia lekas berdiri dibantu Dimas yang menopangnya. Koma yang dialami Nisa sedikit banyak mempengaruhi gerak motorik tubuhnya, karena mati rasa. Dan mengakibatkan gerak tubuh Nisa terlihat kaku. "Terimakasih banyak Mbak Silva. Saya berhutang nyawa dengan keluarga anda. Kalau bukan Pak Dani yang dengan cepat menolong saya, mungkin sekarang hanya tinggal nama saja," sambut Annisa berjalan mendekati Silvana.

"Sudah menjadi ketentuan Allah, Mbak Nisa. Kita hanya bisa sekedar membantu dan tolong menolong sebagai sesama umatnya," ucap Silvana menyambut Annisa.

"Papah keluar dulu, Ma. Sil, titip istri dan anakku," pamit Dimas keluar meninggalkan Annisa yang satu ruangan dengan Silvana.

***

Angga berangkat sekolah diantar Opa Yoga. Dengan wajah cerita ia melangkah memasuki bangunan sekolah. "Dadah, Opa," lambai Angga berjalan masuk.

Tita yang baru saja tiba disekolah dengan keranjang kecil yang berisi makanan jualan sang ibu, berlari kecil mengejar Angga. "Huh.. Angga jalannya cepat banget, Tita capek ngejarnya," adu gadis itu menyeka bulir keringat yang menggenang.

"Ngapain dikejar, kan jalan bisa Ta," sahut Angga. Mereka masuk kelas beriringan. Angga sebenarnya bukan tipe lelaki yang gampang akrab, namun dengan Tita, meskipun gadis itu terlihat cupu lengkap dengan kaca mata bulatnya. Angga merasa nyaman ia senang bisa mengenal Tita.

***

Rafael mengejar Baby Arra yang berlari kecil ke sana kemari. "Ra, jangan lari nanti jatuh." Rafa mengejar Arra yang semakin menjadi. Bocah kecil berumur lima tahun itu melangkah cepat menuju ke kamar Abangnya –Angga .

Angga dan Rafael menjadi semakin dekat apalagi saat kelulusan SD dan mereka masuk sekolah yang sama di SMP GARUDA MUDA. Sedangkan Tita gadis berkacamata itu bersekolah SMP di tempat lain.

"Abang.., abang buka pintunya, Alla mau masuk," ucap Arra cedel. Menyebut namanya sendiri saja, Arra tidak jelas dengan huruf R yang diucapkan menjadi huruf L.

"Abannggg, buka pintunya! Alla dikejal- kejal bang Lafa," adu Arra rusuh, menggedor pintu. Angga yang baru selesai mandi sepulang sekolah pun lekas membukakan pintunya dengan masih memakai handuk.

"Ada apa hmm. Arra gangu! Abang baru selesai mandi nih," ucap Angga. Arra tak menimpali, bocah itu malah bergegas masuk dan menggelendoti kaki sang kakak.

"Bang Lafa, ngejal Alla telus, Bang!" Angga terkekeh pelan mendengar celotehan sang Adik. lalu mengangkat Arra dan menggendongnya. Menaruh tubuh mungil sang adik ke atas ranjang.

"Arra diam disini! Abang mau pakai baju dulu!" titah Angga. Arra mengangguk dan rebahan santai sembari menunggu kakaknya berpakaian.

***

Rafael duduk sendirian di ruang tamu. Matanya fokus menonton tayangan Bocah Petualang yang ada di Channel TRN7. Tadi saat ia bermain dengan Baby Arra, bocah itu malah menghilang.

Sebenarnya Rafael tahu kemana Arra pergi. Kamar Angga. Ya kamar Angga? Bocah itu pasti berlindung dengan sang kakak. Memang kemana lagi bocah itu akan pergi selain dengan orang tua juga Abangnya.

"Mending aku nonton Tv. Arra juga kenapa sih gak bisa anteng kalau sama aku," keluh Rafael memakan wafer yang ada ditoples diatas meja.

Dimas masuk kedalam rumah. Hari ini ia pulang lebih awal. Bahkan sangat awal karena hari masih menunjukkan pukul 2 siang. Sebelum menuju kamarnya, Dimas menyempatkan menyapa Rafael yang menggerutu sendirian.

"Angga dan Arra kemana Raf? Tumben sendirian aja," tanya Dimas. Remaja lima belas tahun itu sangat dekat dengan kedua anaknya. Bahkan Rafael sangat menjaga Baby Arra yang keseringan membuat Arra takut karena saking overprotektifnya Rafael.

"Om? Tumben udah pulang biasanya kan sore." Rafael malah balik bertanya.

Terpopuler

Comments

Dhina ♑

Dhina ♑

Surprise..... semua pasti senang dengan kedatangan Annisa

2022-12-04

1

Dhina ♑

Dhina ♑

Tentu nya sudah sangat rindu dengan semua keluarga

2022-12-04

1

Dhina ♑

Dhina ♑

Tentu nya sudah sangat rindu dengan semua keluarga

2022-12-04

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!