Tiga hari berlalu, Raka pagi itu sudah duduk di sofa ruang tamu rumah Jenna. Gadis itu baru saja bangun dari tidurnya, menuruni anak tangga dia mendapati Raka sedang berbincang dengan sang mama. Teruntai senyum di wajah Raka, tiga hari ia tak mendapatkan balasan chat atau pun jawaban dari Jenna saat dia menghubungi gadis itu.
"Anak gadis kalo libur bangunnya siang Ka, belum mandi lagi ... gimana coba ntar kalo udah jadi istri," ujar Mama Kartina berdiri lalu meninggalkan mereka berdua.
"Hai," ujar Raka.
"Hai." Jenna menjatuhkan dirinya di sofa yang berhadapan dengan Raka.
"Sorry ya, pagi-pagi udah kesini." Raka melihat raut wajah datar dari Jenna.
"Kapan sampe?" tanya Jenna menatap lelaki itu.
"Tadi malam jam 10, aku mau kesini tapi takut kamu udah tidur."
Jenna mengangguk,
"Jalan yuk,cari sarapan," ajak Raka membalas tatapan Jenna.
"Aku mandi dulu, tunggu sebentar."
...----------------...
Terdiam di dalam mobil, menatap deburan ombak di depan sana. Suasana canggung yang sudah terasa beberapa bulan terakhir ini semakin tak menentu.
"Minum ...." Raka menyodorkan botol air mineral pada Jenna yang baru saja menyendokkan satu suapan bubur ayam terakhir yang ia makan.
"Makasih," ujar Jenna, entah mengapa dia merasakan kecanggungan setiap mereka bertemu.
"Sini aku buang styrofoam nya," kata Raka meminta bungkus bubur yang tadi mereka beli di tepi jalan untuk ia buang.
Raka kembali masuk ke mobil, dia menyandarkan kepalanya pada sandaran jok, menoleh pada Jenna.
"Aku minta maaf," lirih Raka.
"Kamu minta maaf terus," jawab Jenna.
"Aku tau kamu marah, aku sadar waktuku sudah gak banyak buat kamu, aku berusaha Na ... tapi keadaan kadang gak bisa mengerti posisiku ... posisi kita," ujar Raka lagi. "Ayah buka kantor di Jakarta ... ayah minta aku yang handle di sana."
Jenna menghela nafas, Jenna merasa inilah akhirnya. Jenna dan Raka memang sudah sampai di sini. Pasangan yang selalu membuat orang iri, dulu mereka sering menghabiskan waktu bersama, apapun di lakukan bersama, kemesraan selalu terlihat. Namun sekarang semua hanya tinggal titik titik yang mulai samar.
"Na ... ngomong dong, aku harus apa ... kita harus gimana?"
"Kita gak harus gimana-gimana Ka, aku juga gak bisa menahan kamu ... aku juga gak bisa berada di samping kamu untuk saat ini, sepertinya ada baiknya kita break dulu ... introspeksi diri masing-masing, langkah apa yang mau kita lakukan ke depan, atau tanya lagi ke hati kamu apa masih ada rasa di dalam sana ... begitu juga aku akan melakukan hal yang sama."
"Aku gak bisa nikahin kamu sekarang kalo itu yang kamu minta," kata Raka.
"Aku gak pernah minta kamu untuk nikahi aku secepatnya, kita menjalin hubungan ini juga awalnya hanya mencoba karena kedua orang tua kita ... aku sayang sama kamu tulus Ka, aku ngerti posisi kamu, aku ngerti kerjaan kamu, dan aku bertahan selama satu tahun untuk mengerti itu," ujar Jenna dan matanya mulai berkaca-kaca.
"Sebaiknya kita break Ka, aku pengen kamu datang lagi di saat kamu benar-benar sudah menentukan pilihan ... karier kamu atau hubungan kita," lirih Jenna membuang tatapannya jauh ke luar jendela.
"Na ... gak mungkin ada pilihan itu, aku juga sayang sama kamu ... tapi aku harus buktiin ke orang tua aku Na ... aku punya tanggung jawab," jelas Raka lagi.
"Maka buktikan dengan pilihan kamu ... aku gak pernah maksa kamu Ka, gak pernah sama sekali ... lakukan apa yang menurut kamu baik." Lalu Jenna terdiam begitupun Raka.
"Selama ini aku berharap banyak dari kamu, kamu yang selalu ada buat aku, kamu yang selalu bisa buat keluarga aku gak khawatir kemana aku pergi, kamu yang selalu dengerin aku cerita tentang apa aja bahkan perlakuan mama yang pengen banget semuanya perfect di matanya ... cuma kamu Ka, dan saat semua ini mulai samar aku ngerasa ... aku ngerasa seperti dulu lagi, aku sendirian ... semua harus ngikutin apa kata mama, apa kata Abang," ujar Jenna.
Pupus sudah harapannya keluar dari kekangan keluarga, pupus sudah harapannya bergantung pada Raka. Seiring waktu semuanya kembali seperti semula, semua di atur semua harus dengan ijin. Umur 25 tahun, Jenna kira akan merasakan hidup seperti kebanyakan gadis lain ternyata semua cuma angan-angan.
"Aku harus apa?" tanya Raka meraih tangan Jenna.
"Aku gak tau ... aku ngerasa kamu semakin menjauh," ujarnya dan kali ini dengan air mata yang menetes.
"Jenna ...," lirih Raka. "Aku serba salah," ujarnya lagi.
"Kamu gak usah merasa seperti itu, di sini aku yang berharap ... kamu berhak menentukan sendiri kehidupan kamu, sebab itu aku pengen kita break," kata Jenna.
Raka diam, dia benar-benar belum bisa mengambil keputusan.
"Kalo mau nya kamu seperti itu, aku cuma bisa nerima apa yang kamu mau."
Deg
Helaan nafas berat begitu terasa, tepat seperti apa yang Jenna sangka. Raka akan menjawab seperti itu, Raka bahkan tidak ada sedikitpun keinginan untuk berjuang bersama. Jalan keluar pun serasa enggan menyapa.
Raut wajah keduanya sama-sama dingin, ada rasa kecewa dan emosi tertahan disana namun tak mampu diungkapkan secara frontal. Mungkin saling menjaga hati takut semakin tersakiti.
Mobil Raka berhenti di pekarangan rumah Jenna, lelaki itu masih terdiam. Tangannya masih menggenggam erat kemudi. Jenna membuka pintu mobil tanpa menoleh pada Raka, menutup pintu mobil itu pelan. Raka masih memandangi punggung gadis yang hampir dua tahun ini selalu setia bersamanya.
Ya, hampir dua tahun bersama ternyata tidak menjamin mereka untuk saling memahami. Raka yang sibuk dengan karier dan usahanya sementara Jenna yang berharap Raka bisa melepaskan hidupnya dari kungkungan keluarganya.
Perasaan sedih bergelayut di hati gadis itu saat menutup pintu kamarnya, dia berlari kecil mengarah pada balkon. Memandangi mobil Raka yang masih ada di sana, ia tahu Raka kecewa atas keputusannya. Jenna hanya memberi waktu pada Raka, dia tak ingin membuat kerja keras Raka selama ini malah hancur karena dia.
Mobil itu perlahan keluar dari pekarangan rumahnya, semoga dengan waktu yang ia berikan pada Raka, lelaki itu akan memberikan keputusan yang terbaik untuk mereka.
"Jenna ...," panggil mama Kartina dari balik pintu.
Jenna membuka pintu kamarnya, mama Kartina masuk dengan wajah cemberut seakan mengetahui apa yang sedang terjadi pada Jenna dan Raka.
"Kamu kenapa dengan Raka? jangan bilang kamu putus sama dia ... Na, dia dari keluarga terpandang sama seperti kita, kalian itu sudah serasi apa lagi yang di ributin? perhatian dia? waktu dia? alaaah Na, itu gak masalah ... udah tinggal tunggu aja, toh nanti saat kalian berumah tangga semuanya bisa kalian jalani seiring waktu berjalan."
Mama Kartina seakan tak memberikan kesempatan pada Jenna untuk bicara, dan seperti itulah adanya. Jenna berusaha menerima semua yang dilakukan oleh sang mama, yang katanya untuk kebaikan dirinya.
"Ma, ini bukan cuma sekedar ...."
"Mama gak mau tau, jangan sampai kalian putus ... sekarang Mama masih bisa terima kalo kalian berdua butuh waktu untuk menyesuaikan diri atas kesibukan Raka dan kamu juga gak usah nuntut banyak-banyak udah terima aja," ujar Mama Kartina lalu pergi meninggalkan Jenna dengan segala kekalutannya.
**enjoy reading 😘
sempatkan untuk mengarahkan jempol kalian pada tempatnya ya 😍**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Erni Fitriana
uxah na....bilang kAmu gak bisa terima...klo mm bisa terima mm aja yg nungguin raka
2023-03-16
1
EndRu
Mama g ngerti.. karena ga ngerasain
2023-02-24
0
Wakhidah Dani
yang ngejalanin anaknya Mak,, jangan asal ga mau tau dong.. egois amat,,demen kayaknya liat anak menderita
2022-05-27
0