"Kamu kenapa sih?" Raka menarik tangan Jenna saat mereka berada di parkiran mobil.
"Harusnya aku yang nanya, kamu niat ngajak aku kesini cuma buat nemenin kamu cengar-cengir di depan layar hp kamu, iya?" Jenna benar-benar kesal. "Kamu kira aku patung? hampir satu jam kita di sana dan kamu asik sendiri ... aku mau liat hp kamu, mana?" Jenna geram.
"Gak ada apa-apa, sorry aku gak maksud nyuekin kamu ... tapi tadi memang nge bahas tentang proyek yang aku kembangin di Belitung, investornya orang Jakarta, gak mungkin aku cuekin, Sayang ... maaf ya." Raka membelai lembut rambut gadis itu.
Jenna menepis tangan Raka, membuka pintu mobil, "antar aku pulang."
Raka hanya bisa merutuki kebodohannya, dua minggu sekali dia baru bisa menemui Jenna karena kesibukannya selama ini yang selalu saja keluar kota untuk menghandle proyek besar pemerintah ataupun swasta, pembangunan di provinsi itu memang sedang berkembang pesat.
"Pulang?"
"Iya pulang ...."
Jenna melempar pandangannya keluar jendela, matanya menyusuri jalanan di luar sana, ramai namu dia merasa sendiri. Baginya dulu Raka lah yang bisa mengerti posisinya, Raka yang selalu menjadi tempatnya untuk berbagi semua masalahnya di rumah, Raka juga tahu bagaimana membosankannya hidup di dalam keluarga yang penuh dengan aturan.
Tapi itu dulu satu tahun yang lalu, hubungannya dengan Raka semakin merenggang saat Raka mulai menjamah bisnis di luar pulau Bangka. Raka kadang datang beberapa hari lalu pergi lagi selama berminggu-minggu, tidak lost contact namun terkadang hubungan jarak jauh sangat menyiksa bagi Jenna. Dimana di saat-saat ia membutuhkan orang yang ia sayangi selalu berada di sisi nya namun tak ia dapati, seperti hampa.
"Tiga hari lagi aku ke Belitung, di sana kira-kira satu minggu," ujar Raka tanpa melihat wajah Jenna yang memerah menahan marah.
"Baru datang sudah pergi, kenapa datang kalo cuma sekedar say hello doang?" Jenna berkata dengan raut wajah kesalnya.
"Kan aku kerja, Sayang ... aku punya kewajiban, ini juga buat kamu ... biar aku makin bisa memantaskan diri di hadapan keluarga kamu," ujar Raka menepikan mobilnya di depan toko roti langganan Mama Kartika.
"Kamu gak usah memantaskan diri mama juga sudah senang," ujar Jenna.
"Oke, sekarang mau nya apa?"
"Kamu nantangin aku?" Mata Jenna mulai memerah.
"Aku gak nantangin, Sayang ... aku cuma tanya." Raka serba salah.
Jenna terdiam, dan membiarkan Raka turun sendiri membeli roti-roti mama Kartika.
Mobil berhenti tepat di pekarangan rumah Jenna malam itu. Mereka masih sama-sama saling terdiam, Raka memiringkan duduknya menghadap pada Jenna.
"Maaf ya," ujarnya meraih lengan Jenna agar Raka bisa melihat wajah kekasihnya itu. "Besok pagi aku antar ke kantor, ok." Raka membelai pipi gadis itu.
Jenna masih diam, tak banyak bicara. Raka mendekatkan wajahnya, menautkan bibirnya perlahan begitu lembut namun sayangnya Jenna tak membalas.
Jenna melepaskan pagutan lembut Raka. "Aku masuk dulu ... makasih rotinya buat mama." Jenna membuka pintu mobil.
"Na ...," panggil Raka lirih, hati lelaki ini sepertinya tak tega terus menerus mengesampingkan hubungannya demi usahanya yang sedang berkembang pesat.
"It's ok Ka, aku baik-baik aja ...."
"Besok pagi aku jemput," ujarnya mengulang perkataannya.
Jenna turun dari mobil dan berlalu tanpa menoleh ke belakang, Raka memandangi punggung kekasihnya, ia sadar banyak kekecewaan di sana.
...----------------...
Pukul lima sore, sepulang kantor Jenna menyempatkan diri berkunjung ke sebuah toko buku. Rasanya sudah lama sekali dia tak pernah lagi mengunjungi toko buku semenjak bertaburan online shop yang menjual buku-buku yang ia cari secara online.
Menyusuri rak demi rak mencari suatu bacaan yang mengena di hati itu memang membutuhkan waktu yang lama. Matanya mengamati beberapa novel yang sedang naik daun, Jenna meraih satu buku dari penulis terkenal di tanah air, setelah membaca sinopsisnya Jenna kembali berjalan ke salah satu rak dan meraih satu buku dari penulis Agustinus Wibowo, saat itu juga ada satu tangan lagi meraih buku yang sama.
"Ups, sorry ... silahkan," ujar lelaki itu, sesaat mata mereka saling memandang. "Biar aku ambil cetakan buku yang lain," ujarnya lagi.
Jenna hanya tersenyum.
"Kita pernah ketemu?" tanya lelaki itu.
"Seingat aku gak," jawab Jenna dengan mata yang masih terarah pada buku berjudul Garis Batas.
"Buku ini nyeritain penduduk di desa Afghan yang deket banget dengan perbatasan. Mereka cuma tinggal memandang selebar sungai dan bisa ngeliat mobil-mobil melintas tanpa pernah menikmati rasanya duduk di dalam mobil," terangnya. "Mereka ngeliat rumah-rumah cantik bak vila hanya selemparan pandangan. Sementara mereka sendiri tinggal di ruangan kumuh remang yang terbuat dari batu dan lempung. Hal begini banyak. Tempatnya di desa kecil Afghan," ujarnya lagi.
"Kamu tau banget garis besar isi buku ini," ujar Jenna yang akhirnya menatap netra lelaki itu.
"Ah, kenalin ... aku Radit." Radit mengulurkan tangannya.
"Jenna," ujar Jenna menyambut uluran tangan Radit sebagai awal perkenalan mereka.
"Aku cuma baca sepintas waktu itu, makanya aku mau beli ... buku ini memperlihatkan kehidupan yang jomplang antara si miskin dan si kaya, tentang kekuasaan dan lain-lain."
Jenna mengangguk angguk, "ini," ujarnya menyerahkan buku itu pada Radit.
"Kamu gak jadi ambil?" tanya Radit dan Jenna menggeleng.
"Aku sudah ambil ini aja." Jenna menunjukkan dua novel yang dia pilih tadi.
"Cewek banget." Radit tersenyum.
Jenna membalas senyuman lelaki itu. "Senang kenalan sama kamu," ujarnya, "aku duluan ya."
"Hah?" Radit terpana melihat gadis di depannya yang melewati dirinya berjalan santai meninggalkan rasa penasaran.
Perkenalan macam apa ini? pikirnya.
"Tunggu!" seru Radit lalu mensejajarkan langkahnya. "Bener kan, kita pernah ketemu?" tanyanya lagi memastikan.
"Seingat aku iya ... pertemuan di toilet," ujar Jenna, ia meletakkan bukunya di meja kasir.
"Ternyata ingatan kamu tepat." Radit mengembangkan sudut bibirnya.
"Aku masih muda," ujar Jenna lagi lalu mengambil uang ratusan ribu dua lembar.
"Biar aku yang bayar," ujar Radit.
"Eh jangan," ujar Jenna menyingkirkan tangan Radit yang menahan tangannya untuk membayar pada kasir.
"Biar aku aja, anggap ini traktiran awal perkenalan kita," ujarnya memberikan kartu pada penjaga kasir. "Sekalian ini semua Mbak," katanya.
"Kamu seharusnya gak usah repot-repot," ujar Jenna menoleh pada Radit. "Kalo begini bisa jadi sewaktu-waktu kamu minta gantian di traktir," ujar Jenna tersenyum tipis.
Penjaga kasir yang mendengar percakapan mereka pun ikut tersenyum.
"Memang itu tujuan aku," Radit terkekeh.
"Dasar." Jenna meraih gawainya yang bergetar di dalam tas. "Sorry, sebentar ya," ujarnya pada Radit.
"Aku udah selesai, kamu dimana?" Jenna mengangguk, mengiyakan percakapan itu. "Oke, aku keluar," ujarnya lagi lalu memutuskan percakapan itu.
"Di jemput?" tanya Radit.
"Iya, aku duluan ya ... senang kenalan sama kamu," ujar Jenna.
"Nice to meet you ... again," kata Radit mengulas senyum perpisahan.
Radit memandangi punggung gadis itu yang melangkah menuju sebuah mobil yang baru saja tiba, hingga mobil itu membawa sang gadis hilang dari pandangannya.
**enjoy reading 😘
jangan lupa untuk mengarahkan jempol teman-teman ke arah yang tepat 😂**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Erni Fitriana
bau bsi nya si raka nyawer yeuhhh
2023-03-15
0
EndRu
Mas Radit udah jatuh cinta od pandangan pertama yaa 🥰
2023-02-24
0
Anggraini Gita ✔
pepet mas radit 😁😁😁
2022-04-16
1