We And Problems
Hidup adalah masalah utama setiap manusia, termasuk yang dirasakan oleh ku saat ini.
Masalah hidup itu banyak, jika disebut satu-satu dan uraikan akan habis kertas di dunia hanya untuk menguraikan masalah hidup.
Tetapi banyak yang bilang, 'kamu saja yang terlalu banyak mikir' kepadaku.
Aku menatap orang-orang di sekitar, berlalu lalang sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Hey! ada yang sedang tertawa di sana padahal tidak ada yang lucu.
Ah! rupanya orang gila.
Itu juga masalah tetapi bagi orang lain.
Baiklah Ree, untuk apa kamu memikirkan masalah hidup jika kamu cukup bernafas melalui hidung?
Awalnya seperti itu, hidupku hanya aku yang berkehendak bagaimana menjalaninya dengan bantuan Tuhan yang biasanya membuka jalan baru dan mengharuskan aku melalui serta menyelesaikannya.
Hingga semuanya seolah menjadi meja terbalik dan mengobrak-abrik hidup tenangku. Badai yang membuatku selalu menangis ketika mengingatnya. Memori yang sangat inginku hilangkan dari kepalaku, malah semakin lekat seiring waktu.
Bahkan setiap memejamkan mata mimpi buruk itu datang dan membuatku bergetar ketakutan. Seolah terjaga dan membangunkan sisi gelap dari diri yang bisa berbuat hal mengerikan.
Mungkin orang-orang melihatku seperti baik-baik saja, perempuan yang selalu tertawa dan mudah menjalin relasi.
Tetapi di balik semua tawa dan keramahan itu, diriku dengan rapat menutup emosi yang tidak boleh diketahui oleh siapapun, termasuk keluargaku.
Rasa sakit dan tertekan disebabkan oleh orang tua dapat membuat anak menjadi terluka hingga trauma seperti yang aku rasakan hingga detik ini.
Itu benar, aku mengakui jika keluargaku bukanlah tempat yang harmonis dan hangat seperti orang lain.
Di sini juga bisa mengerti bahwa cinta adalah sesuatu yang bodoh dan tidak berguna. Meski mulut berucap 'cinta' itu hanya membuatku semakin marah dan dongkol.
Rasa sakit itu bukan hanya satu-dua tahun ku rasa, semasa dari aku mulai bisa mengerti ucapan hingga saat ini sakit itu belum pernah terobati oleh siapa pun di dunia.
Meski hanya meringkuk sendirian menangisi kesakitan yang dirasakan setiap malam dan terus berdoa, tetap saja aku hidup di lingkungan yang banyak orang.
Terkadang kenyataan memukulku dan menegurku untuk membutuhkan orang lain.
Aku benci mengakui itu, tetapi nyata adanya aku butuh manusia lain untuk bersamaku.
Meski aku tidak tahu bagaimana memulai. Aku memiliki rasa takut yang berlebihan atau bisa dikatakan fobia.
Orang lain mengatakan bahwa aku terlalu cuek dan tidak peka dengan sekitarku, karena mereka berkata sesuai dengan apa yang mereka lihat, kenyataannya itu hanya alasan saja di balik kebenaran yang sesungguhnya.
Kelihatanya memang begitu, egoisnya semua orang adalah ingin di mengerti. Tidak apa-apa jika tidak satupun orang bisa mengerti diriku. Agar aku dapat tahu, sampai kapan pembatasan diriku akan berakhir.
Karena keterbatasan ini, aku hanya bertanya kepada perempuan normal lain yang dapat mudah bertahan menjalin hubungan atas nama cinta atau semacamnya dan seringkali ku menemukan mereka tersakiti karena kebodohan mereka sendiri.
“Tidak semua laki-laki sama.”
Banyak yang mengatakan itu, entah dari kaumku sendiri dan sebelah. Pembenaran tentang watak manusia memang sulit di cari jawaban pasti karena manusia ku katakan memiliki lebih dari satu ‘wajah’. Jangan munafik, kalian di luar sana pasti paham tentang makna ‘wajah’ yang ku maksud.
Jangankan kalian, aku saja punya lebih dari dua ‘wajah’.
Aku memerlukannya untuk kepentingan dan keegoisan diri yang tidak pernah cukup. Meski harus menyakiti satu sama lain, asal tidak ketahuan aku akan berada di zona aman.
Benar, jangan biarkan orang asing masuk ke privasi yang harus kamu simpan. Meski seseorang terbuka sekalipun, tetap ada satu atau dua hal yang menjadi hal penting dan tidak di publikasikan pada orang-orang.
Kenapa begitu? Alasannya tidak akan menjadi hal penting untuk orang lain.
“Ree, kamu tidak pernah membuka hati.”
Kata-kata itu seringkali muncul dari orang-orang terdekatku. Apakah aku secara tidak sengaja menciptakan dinding tembus pandang namun begitu terasa keberadaannya hingga semua orang menjaga jarak denganku?
Permasalahan ini seringkali muncul dengan bodohnya karena ada beberapa orang yang ingin berkenalan denganku. Hingga otomatis diriku menciptakan aura yang membuat orang lain merasa sangat tidak enak.
Aku hanya diam, tersenyum seadanya untuk basa-basi setelah itu akan kembali seperti biasa, sunyi sampai waktu yang tidak ku tentukan.
“Ree! Coba lihat! Dia sangat tampan.”
Satu lagi yang menjadi masalahku, jujur saja laki-laki akan sangat sulit menjadi tampan di mataku. Ini bukan alasan untuk mencari perhatian atau semacamnya karena pada dasarnya aku menghindari kerumunan dan pandangan orang.
Entah itu pemikiranku seorang yang aneh atau bagaimana.
Apa karena aku yang terbiasa melihat perempuan dengan tampang tampan di akademi membuatku menjadi menyamaratakan semua orang? Aku bingung sendiri.
“Entahlah, mereka biasa saja.” jawaban absolut yang belum pernah tergantikan hingga sekarang.
Definisi rupawan itu seperti apa? Aku hanya menilai semua orang memiliki ketampanan serta kecantikan masing-masing yang mencerminkan diri mereka sendiri.
Itulah kenapa, aku tidak minder dengan wajahku yang ku anggap cantik ini.
Bagaimana tidak, aku bersyukur Tuhan memberiku dua mata dengan bola mata kecoklatan yang indah seperti kacang hazelnut, hidung yang tidak maju maupun mundur secara berlebihan, bibir yang mudah untuk memberi senyuman hangat serta mengumpat dalam satu waktu, rambut lurus hitam yang selalu gagal di keriting.
Aku suka rambut bergelombang, tetapi Tuhan memberiku rambut lurus.
Cukup dengan curhatanku, tetapi yang paling penting adalah menjadi diri sendiri. Meski memiliki ketakutan yang tidak biasa dan sulit menyembuhkannya, tetaplah mencintai diri sendiri sampai akhir.
Maka, setelah 21 tahun aku hidup di dunia yang fana dengan menyandang nama Ree aku bertahan sampai sekarang dan menjadi salah satu murid sebuah Akademi di suatu kota pesisir bernama kota Litore Kerajaan Pulchra.
Kerajaan Pulchra yang dipimpin oleh raja Luxius I, merupakan kerajaan dengan banyak gunung dan bibir pantai dengan empat musim yang rutin berganti setiap tahunnya. Sejak bergantinya raja membuat kedudukan penduduk biasa dan bangsawan disamakan, dengan beberapa ketentuan.
Itulah membuat semua keluarga campuran seperti ku bisa hidup sejahtera dan berkecukupan hingga kedua orang tua ku mampu mengirimku ke Akademi.
Namun, ada hal yang terburuk yang kupikir akan ku alami didalam hidupku untuk beberapa waktu kedepan.
“Pertukaran pelajar?” tanyaku ketika melihat Profesor Roche memberikan sebuah surat rekomendasi dari Akademi di ibu kota tempat pusat kerajaan berada padaku.
“Kamu memenuhi persyaratan Ree, pelajar tingkat akhir dan tahun depan kamu bisa lulus dengan nilai serta kemampuan yang sangat luar biasa jika kamu ikut program ini.” ujar wanita paruh baya yang identik dengan rambut merah bergelombang dan sudah beruban itu.
Aku mengambil surat rekomendasi tersebut dan membaca lebih jeli apa yang tertera.
“Dari sekian banyaknya pelajar perempuan di Akademi ini, kenapa harus saya?” tanyaku lagi.
Itu karena aku bersekolah di Akademi putri, membuatku heran kenapa Profesor Roche menawarkan padaku.
“Jika kamu tidak ingin, saya bisa menawarkannya pada orang lain.”
Tetapi aku menjauhkan surat itu dari jangkauan Profesor Roche dan menatapnya untuk tidak dulu membuat keputusan tersebut.
Aku tertarik, karena aku suka hal yang baru. Tetapi, aku cukup ragu melangkah karena Akademi yang dituju merupakan La Priens.
Akademi putra La Priens, baru-baru ini menyatakan akan membuka pendaftaran untuk putri di tahun pelajaran yang baru dan tujuan program pertukaran ini adalah untuk menguji coba kelayakan serta kesiapan salah satu pusat pendidikan terbaik di kerajaan.
Tunggu, ini seperti kami menjadi objek percobaan.
“Tidak hanya dari Akademi kita, kota-kota lain di luar ibukota juga mengirim muridnya untuk mengikuti program ini.” jelas Profesor Roche membuat aku menjadi sedikit berani untuk mengambil langkah.
Itu berarti aku tidak sendirian.
Namun satu masalah yang harus aku selesaikan dengan diriku sendiri disini.
Aku benci beriteraksi dengan laki-laki dan aku sangat menghindari kaum adam itu.
Kenangan pahit, luka lama, serta ingatan tidak menyenangkan terus menghantui pikiran dan mempengaruhi perasaan. Aku sepenuhnya sadar apa yang aku putuskan dengan Profesor Roche bukan hal sepele karena kedepannya, pada hari-hari yang sulit aku terka akan datang.
Suka serta duka, datanglah padaku.
Agar aku tahu bagaimana cara mengatasi luka lamaku.
To Be Continued.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Rhea Rin
likee 💕😍
2021-07-29
2