Saat ambulance sudah sampai banyak suster yang menangani sambil membawa troli, Anya mengikuti Devan yang berbaring sambil di dorong dan masuk ke dalam ruang UGD.
"Maaf yah, tolong tunggu di luar !". Anya hanya mengangguk lalu duduk di bangku rumah sakit, dirinya benar-benar sangat lelah hari ini, Anya akan pergi tapi keluarga Devan belum ada yang mengunjunginya ia juga tidak setega itu untuk meninggalkan seseorang jika begini.
Sekitar 30 menit Anya di persilahkan masuk oleh suster, di sana ada dokter yang sedang memberikan perban di kepala Devan, kemudian masuk seorang ibu paru baya bersama seseorang sambil menangis di susul oleh irana dan juga Ryan yang terlihat khawatir dari wajah keduanya.
"Dengan keluarga Devan ?". Ucap dokter pada kedua orang tua Devan, meraka kemudian mengangguk.
"Devan mengalami benturan yang cukup keras pada kepalanya membuat dia mengalami Amnesia Retro Grade". Anya menutup mulutnya, ia melihat ibu nya Devan yang semakin menangis karena hal ini juga Ryan dan Irana yang terkejut.
"Tapi dok, Devan bisa sembuh kan ?".
"Kemungkinan begitu tapi itu memerlukan waktu yang cukup lama". Femi sangat menyayangkan hal ini kenapa ia tadi mengizinkan anaknya untuk keluar rumah.
"Saya permisi dulu". Ucap dokter, semua mengangguk.
"Gue di mana ?" Suara yang lemah terdengar oleh telinga Anya membuat semua orang yang berada di dalam ruangan langsung menatap Devan.
"Kamu lagi di rumah sakit sayang" ucap Femi sambil mengusap rambut anaknya
Devan yang merasa bingung langsung menjauh "Siapa lo ?". Femi merasa sakit ia tak percaya bahwa anaknya tidak mengenali dirinya.
Pak Wijaya yang sadar akan jawaban anaknya langsung menjawab "Ini mamah kamu, masa kamu lupa ?".
"Iya ini aku Irana Dev"
"Gue juga Ryan Van masa lo bener-bener lupa sama gue ?".
Devan yang bingung dengan semua ini kemudian menangkap sosok yang sangat familiar bagi dirinya.
Seseorang yang selalu dalam hatinya lebih tepatnya pernah ada dalam hidupnya.
"Karen". Ucap Devan
Sekarang Anya yang bingung, orang tua Devan dan orang yang berada dalam ruangan menatapnya.
"Gue kangen lo". Ryan dan Irana terkejut Devan tidak mengenali semuanya tapi Devan mengenal Karen mantannya.
Anya menggeleng "Gue bukan karen, gue Anya, sekarang udah ada tante sama om saya pamit dulu". Mamah Devan mengucapkan terima kasih di balas anggukan oleh Anya kemudian dirinya keluar meninggalkan rumah sakit.
Karena motor miliknya masih di kafe Anya pulang memakai taksi, sampai di rumah Anya langsung membersihkan diri, menjalani ritual setiap malam sebelum tidur, saat telah selesai Anya merebahkan tubuhnya di kasur kost yang memang cukup sempit tapi ia merasa cukup untuk dirinya sendiri.
Menoleh ke arah kalender ternyata besok sudah waktunya membayar kostan uang yang tadi bos nya berikan hanya cukup untuk ini belum lagi keperluan dirinya untuk bensin dan lain-lain.
Besok ia berniat akan mencari pekerjaan untuk keperluan dirinya, Anya mencoba menutup mata melupakan sejenak masalah yang membuat kepalanya sakit.
Devan memaksa kepada orang yang mengaku orang tua dirinya untuk pergi ke sekolah dengan syarat harus di temani oleh Irana, Devan sangat malas dengan perempuan ini karena selalu menempeli dirinya, sepanjang berangkat sekolah tidak selangkah pun Irana menjauh dari Devan dan membuat Devan semakin risih.
Saat berjalan di lorong Devan berhenti kemudian menatap Irana "Lo bisa ga jangan ngikutin gue mulu !" Irana menggeleng "Ga bisa Devan kata mama kamu aku harus ngejagaain kamu entar kamu kenapa-napa lagi gimana ?". Devan melanjutkan jalannya "Terserah lo deh".
Karena kemarin benar-benar sangat lelah membuat Anya kesiangan berangkat ke kampus, buru-buru ia pergi ke kamar mandi untuk mempersiapkan diri, Anya pun tidak sempat untuk sarapan karena waktu sudah sangat mepet.
Motornya ternyata sudah ada di depan rumah pasti temannya yuna yang mengantarkannya, Jalanan pagi ini cukup senggang membuat Anya bisa sedikit mempercepat motornya, saat telah sampai di parkiran Anya melihat pintu gerbang akan di tutup, buru-buru ia berlari tapi keberuntungan sedang tidak memihak kepadanya pintu sudah di tutup dan sekarang dirinya bingung harus bagaimana.
Disana ada seseorang yang sedang berjaga segera dirinya mendekat "permisi kak ?", kating tersebut menoleh dengan tatapan malas "Maaf kak saya kesiangan karena tadi di jalan macet !" alibi Anya.
"Maaf juga karena kampus ini tidak menerima keterlambatan, kamu bisa pulang dan kesini lagi besok". Panik merasuki tubuh Anya jiga begini ia akan di hukum besok "Tapi kak, tolong kali ini aja!".
Saat menuju lapangan seseorang mendekat ke arah Devan dan Irana, memberitahu bahwa ada keribuatan di gerbang kampus, segera Devan menuju ke gerbang di ikuti oleh Irana di belakang.
"Salah lo juga kenapa telat". Ucap seseorang yang tadi menjaga gerbang.
"Tadi kan udah gue bilang jalanan macet, lo budeg apa budeg beneran !".
"Gue juga udah bilang lo bisa ke sini lagi besok kenapa lo ngotot banget sih !". Keadaan makin rusuh membuat keduanya saling berteriak keras di lanjut dengan saling menjambak.
"Biarin dia masuk !".
Irana bingung dengan perkataan Devan biasanya dia tidak pernah menerima alasan atau toleran pada mahasiswa sekalipun itu baru, Devan akan tidak mau tahu dan menyerahkannya pada Ryan tentang hukuman apa yang akan di berikan.
Kedua orang yang sedang berkelahi menghentikan pertengkaran mereka karena ucapan Devan, Anya yang masih kesal dengan orang di hadapannya menatap dengan dendam rambutnya menjadi acak-acakan bahkan tasnya pun tergeletak di bawah.
"Tapi dia telat kak Dev ?". Ucap orang tersebut sambil terengah-engah.
"Biarin biar gua yang kasih hukuman sendiri !". apa-apaan ini setelah dirinya telat sampai berkelahi sekarang Anya akan di beri hukuman, apa mereka tidak ada rasa kasihan pada dirinya.
"Dev ?". Ucap Irana tapi Devan hanya memandang Irana sekilas dan dia hanya sudah tahu jika Devan sudah begini dirinya hanya bisa diam.
"Abis pulang ospek gue tunggu di parkiran !". ucap Devan dingin.
Anya mengambil tas yang jatuh di bawah "TERSERAH !" Ucapnya sambil pergi meninggalkan gerbang kampus.
Irana yang melihat kelakuan Anya mengerutkan keningnya "Masih maba ga tau sopan santun, udah bagus ga di kasih hukuman sekarang malah nyolot". Irana hanya mengucapkan dalam hati tidak mungkin kan dirinya berbicara seperti itu di depan Devan.
Devan memandang Anya yang pergi meninggalkannya ia merasa bayang-bayang Karen selalu menghantuinya, dulu Karen meninggal karena kesalahannya sekarang ia tidak melepaskan sekalipun nyawa adalah taruhannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
an.nisa
sekolah atau kampus nih thor...
2021-11-27
0