Berhadapan dengan sang ketua membuat Anya seperti merasakan ada sesuatu yang menjalar di hatinya, dirinya memandang Devan yang sedang mengisi formulir kemudian memberikannya sambil tersenyum pada seorang cewek di sampingnya.
Anya merasa senyuman itu sangat tulus Devan berikan, menurut dirinya tidak salah keduanya saling menyukai jika di lihat dari raut wajahnya cewek tersebut sangat menyukai Devan tapi mengapa Anya merasa ada sedikit keterpaksaan dari wajah Devan.
Anya dulu mempelajari sedikit bagian psikologi menurutnya ilmu tersebut lumayan berguna bagi dirinya, saat cewek tersebut melihat dirinya Anya lihat dia sedikit terkejut.
"Dia bukan mantan gue !". Anya menoleh pada Devan yang sedang memandang dirinya dengan wajah datar, cewek tersebut hanya tersenyum lalu mengangguk.
Anya merasa cewek tersebut memberikan senyum pada dirinya tapi Anya membalas dengan raut biasa saja dia tidak ingin memberikan senyuman pada sembarang orang.
"Lo mau wawancara apa ?".
Anya hampir lupa bahwa dirinya kesini untuk mewawancarai orang ini, dirinya mengeluarkan buku dan bolpoin yang di bawanya, sebenarnya ia juga bingung akan memberikan pertanyaan seputar apa.
Devan yang mengerti akan kebingungan Anya langsung menunjuk orang di belakang untuk bergantian tempat, Anya yang sadar kalau dirinya tidak tahu akan memberikan pertanyaan refleks memegang tangan Devan jika Anya diam saja maka dirinya yang akan di beri hukuman.
Devan menepis lengan Anya "Makanya cepetan !". Jam yang bertengger di lengannya menunjukan waktu yang tersisa hanya 5 menit lagi.
Anya bertanya tentang apa yang muncul di otaknya "Menurut kakak kesehatan mental penting apa enggak ? terus apakah fakultas kedokteran saling terkait dengan fakultas psikologi ? apakah seseorang yang saling terikat memiliki pengaruh hingga trauma?.
Naya yang berada di belakang Anya langsung memukul kepalanya menggunakan buku yang ia pegang, Naya rasa Anya hanya akan mencari masalah dengan pertanyaan tersebut, Anya memegang kepalanya yang sakit dan hanya mendelik tidak perduli.
Devan mengerutkan dahinya, ia merasa orang di depan sedang menyindirnya, dan dirinya hanya mengangguk Devan paham orang di hadapannya ini ingin tahu tentang permasalahan yang sangat ia malas bahas.
"Kesehatan metal penting menurut gue karena sangat berpengaruh dalam kesejahteraan hidup, baik secara fisik maupun sosial."
Devan menatap ke sekeliling "masalah saling terhubung menurut gue engga, karena fakultas psikologi hanya mempelajari bagian non-medis beda sama psikiater, kalo kedokteran justru sebaliknya."
Anya dan Naya hanya mengangguk, bisa di bilang Devan cukup baik dalam menjelaskan membuat keduanya paham apa yang di sampaikan oleh Devan.
"Gak ada hubungannya orang saling terkait sama trauma, karena keduanya memiliki sebab-akibat yang berbeda, karena gue bukan orang yang akan mengasihi seseorang sekalipun orang itu adalah orang yang berharga di hidup gue".
Devan berdiri "Wawancara selesai, gue tunggu semuanya di lapangan !".
Perlahan semua orang mulai keluar dari ruangan Anya dan Naya pun mulai kembali ke lapangan, sepanjang perjalanan menuju lapangan Anya melihat Devan bersama cewek tadi, sebenarnya Anya tidak perduli tapi kedekatan keduanya justru membuat dirinya semakin penasaran.
"Liatin kak Devan mulu ?". Naya mengikuti arah pandang Anya. "Kenapa? Penasaran sama cewek itu."
"Gak".
"Katanya sih kak Devan lagi deket sama kak Irana? semenjak kak karen meninggal dia jarang banget berinteraksi sama orang lain apalagi cewek".
Anya menoleh "Emang sebegitu dalamnya dia kehilangan ceweknya?."
"Menurut gue sih dia belum menerima aja apa yang udah terjadi".
"Gue bingung lo tau informasi semua ini dari mana, dari tadi lo ngomong seakan-akan tau segalanya ?".
"Dulu kakak gue kampusnya di sini dan dia suka sama sosok kak Devan yang dewasa dari cowok kebanyakan, karena yang suka sama di itu bisa di bilang hampir satu kampus kakak gue cuman merhatiin kak Devan dari jauh terlebih berita kak Devan udah punya pacar membuat kakak gue makin sadar dan cuman bisa denger info dari orang lain aja".
Setelah sampai di lapangan Anya hanya mengangguk-angguk saja "bagus sih kakak lo sadar, cowok banyak lah bukan dia doang". Anya duduk sambil di balas senyuman oleh Naya.
Anya melihat jam waktu menunjukan pukul sebelas masih 3 jam lagi dirinya berada di kampus tapi ia merasa sudah ingin berada di rumah menikmati kesendirian sungguh membuat dirinya merasa tenang.
Tugas selanjutnya di lanjut dengan sesi pertanyaan dengan peraturan panitia memberi pertanyaan dan mahasiswa menjawab dengan pertanyaan yang logis dan kritis dan yang bersedia menjawab akan mendapatkan nilai tambahan dari dosen.
"Lumayan Nya gue rada-rada bego jadi bisa lah buat nambah nilai, tapi gue bingung jawaban kritis kaya gimana ?."
"Langkah pertama lo bisa dengan mengenali masalah tersebut, terus menilai informasi terakhir memecahkan masalah dan menarik kesimpulan".
"HAH". Beo Naya
Anya hanya mengangguk "Gue juga kurang bisa dalam berfikir kritis tapi gue berusaha aja semampu gue".
Pertanyaan pertama di mulai dengan sesuatu yang berhubungan dengan tekhnologi, seseorang dari fakultas informatika dan komunikasi maju ke depan lapangan.
"Gila mau taro di mana muka gue, gue kira jawabnya diem di tempat ternyata malah maju ke depan di liatin panitia lagi".
Anya hanya diam, Naya dari tadi hanya mengoceh membuat kepalanya sakit.
sorak suara dan tepuk tangan ramai ketika salah satu panitia memberi coklat pada yang bisa menjawab pertanyaan.
"Nya Nya gue juga mau di kasih coklat sama kak Ryan, mana dari tadi gue laper lagi".
Naya menepuk-nepuk bahu Anya dengan keras dan antusias membuat ia melihat seseorang yang sedang tersenyum sambil memberikan coklat.
"Dia siapa ?".
Naya menoleh "Kak Ryan" kemudian ia tersenyum jahil "kenapa ? ganteng ya?".
Ryan? dari kejauhan Anya melihat bagaimana Ryan memandang perempuan dengan begitu hangat, senyumannya membuat siapapun merasa hanyut di tambah almamater biru yang ia pakai menambah kesan wibawa dalam dirinya sangat jauh dengan Devan yang begitu angkuh".
"Udah, gue tau kok dia ganteng, gue bersyukur banget deh masuk kampus ini banyak banget orang yang bakal gua list buat jadi primadona gue".
Anya menatap jengah Naya dirinya kembali menunduk lalu sesuatu menetes lagi dari hidungnya. Buru-buru Anya membersihkannya menggunakan tisu di sakunya ia sengaja menyimpan tisu untuk situasi seperti ini.
Sesi pertanyaan tersisa dua, untuk kali ini pertanyaan menyangkut kesehatan, sebenarnya Anya tidak begitu paham dunia medis jadi dirinya tidak berniat untuk menjawab, berbeda dengan Naya yang ia lihat sudah ada di depan sambil melambai ke arahnya.
Anya melotot dan menunduk melihat Naya yang salah menjawab dan tidak di beri coklat membuat Naya terlihat bersedih meskipun ia bukan temannya dan baru mengenalnya hari ini tapi dirinya begitu malu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Sumi Sumi
anya kenapa mimisan terus
2022-09-28
0
an.nisa
bacanya sambil mikir
ini dialog Naya atau Anya..
secara nama Anya dan Naya hampir mirip pengucapannya.
2021-11-27
1